Bansos dan Penghilangan Jejak

Tri Apriyani | Ahmad
Bansos dan Penghilangan Jejak
Gedung KPK merah putih di Jakarta. (Antara)

Indoneisa dikenal sebagai negeri yang memiliki berbagai keragaman mulai dari ras, agama, suku, dll. Namun keberagaman ini terkadang menjadi masalah yang harus dihadapi oleh setiap orang indonesia itu sendiri.

Di masa pandemi seperti sekarang terdapat banyak persoalan yang menjadi kekhawatiran tersendiri oleh masyarakat yang terdampak dari segi ekonomi. Pemerintah saat itu memiliki sebuah gerakan yang dinamai bantuan sosial yang dipergunakan untuk membantu para korban terdampak pandemi, sebuah langkah positif yang dilakukan oleh pemerintah.

Namun hal tersebut menjadi perbincangan para awak media dan umum saat diketahui bahwa bantuan sosial (bansos), telah dikorupsi oleh menteri sosial saat itu yang bernama Juliari Batubara mengkorupsi bansos pada bulan juni dan juli 2020. Adapun pernyataan yang dikeluarkan oleh Adi Wahyono, Kepala Biro Umum Kementrian Sosial. Adi menyebut bahwa “Besaran komitmen pembayaran yang disetorkan vendor adalah sebesar Rp 10ribu per paket sesuai arahan pak menteri”.

Namun ditengah penyidikan korupsi dana bansos itu sendiri, penyidik KPK Novel Baswedan menyatakan bahwa korupsi tersebut mencapai angka Rp 100 Triliun, Novel pun menyebut ada kasus serupa yang terjadi di daerah lain. Karena KPK sejauh ini hanya melakukan tangkap tangan di wilayah DKI Jakarata dan sekitarnya, sayangnya hal tersebut tak bertahan lama.

Pada awal juni tahun 2021 Novel beserta 74 anggota kpk lainnya mengalami penonaktifan anggota kpk, karena disebut tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan. Sangat disayangkan karena Novel dan 74 anggota yang mengalami penonaktifan ini adalah anggota yang aktif untuk menyidik kasus-kasus korupsi di negara ini, beberapa waktu lalu pun sempat ada bocornya soal tes wawasan kebangsaan ini yang dinilai tidak ada sangkut pautnya dalam berjalannya suatu negara.

Mengutip dari wawancara yang dilakukan Najwa Shihab di kanal Youtube-nya, banyak spekulasi yang dilontarkan mengatakan bahwa penonaktifan anggota dengan dalih tes wawasan kebangsaan hal ini membuat anggota KPK yang mengalami penonaktifan merasa seperti dihina. Dari 74 orang yang terkait ada 51 orang yang diberhentikan dan 24 yang masih bisa dibina, dari narasumber yang telah dihadirkan kebanyakan tidak mengetahui mereka di dalam kelompok mana rata-rata dari narasumber yang ada mereka sedang menangani kasus-kasus yang sangat besar seperti bansos, dll.

Novel Baswedan mengatakan bahwa langkah yang diambil ini merupakan tindakan penyingkiran anggota KPK yang bekerja dengan baik dengan mengatakan tidak memenuhi wawasan kebangsaan tersebut, pada saat melakukan wawancara dengan wakil ketua KPK Nurul Ghufron ia mengatakan ada kriteria yang memiliki indikator seperti warna merah, kuning, hijau akan tetapi beliau tidak dapat menjelaskan tentang maksud dari indikator yang telah dikatakannya.

Dari penjelasan beliau bisa dikatakan KPK pasrah pada BKN, pernyataan Nurul Ghufron secara tidak langsung memberikan stigma pada mereka yang di cap “merah” walaupun Nurul sendiri tidak mengetahui maksud dari “merah ini tadi”.  

Sujanarko selaku mantan direktur pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi KPK mengatakan bahwa tes yang bisa dipercaya sekitar 65%, ia dan 51 anggota lainnya sudah divonis sebagai seorang separatis, Sujanarko juga berpendapat bahwa mereka seperti bertarung dengan hantu. Durasi wawancara dari pegawai bisa dikatakan berda antara satu sama lain, ada yang 15 mneit hingga 2 jam. Para pewawancara ini ada yang tidak memperkenalkan dirinya.

Novel beranggapan bahwa TWK ini hanyalah alat saja karena anggota yang sudah ditarget, ia menyakini adanya penyulundupan norma dan menuding bahwa ketua KPK lah yang bertanggung jawab. Banyak dari mereka yang disebut harus diwaspadai parahnya dari pernyataan Novel ini adalah mereka yang bekerja dengan baik, pada saat menanyakan satatement dari Novel kasatgas penyidik KPK yaitu Harun Al Rasyid membenarkan adanya daftar list nama yang diberikan oleh ketua KPK bapak Firli ke wakilnya ini. Akan tetapi Nurul Ghufron ini menyangkal bahwa tidak ada yang namanya daftar nama tersebut.

Proses yang disampaikan oleh Novel sendiri menyakini bahwa itu adalah upaya penyingkiran dan selaras dengan para koruptor, dan Harun sendiri yang merupakan satgas yang aktif dalam operasi tangkap tangan. Karirnya sendiri sudah hampir menginjak tahun ke 16, namun sekarang baru dinyatakan tidak memenuhi TWK. Bagaimana mungkin seorang yang memiliki prestasi dan kinerja yang baik disebuah lembaga seolah menjadi tersangka seorang separatis negara.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak