Belakangan ini, publik digemparkan oleh pemberitaan terhadap salah satu rektor universitas terkemuka di Indonesia yang merangkap jabatan menjadi komisaris di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Fenomena ini tentunya mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, terutama mereka yang sudah paham betul mengenai etika dan integritas akademik, yang menilai bahwa rangkap jabatan tersebut menyalahi nilai-nilai akademik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang akademisi. Lebih-lebih ketika seseorang itu mengemban amanah yang besar yakni menjabat sebagai seorang rektor, pimpinan akademis tertinggi dalam sebuah perguruan tinggi.
Fenomena ini tentu memberikan kita sebuah kesadaran untuk senantiasa mengevaluasi pengamalan nilai-nilai Tri Dharma yang menjadi jiwa dari segala kegiatan akademis yang dilaksanakan oleh seorang akademisi di perguruan tinggi.
Tri Dharma mencakup tiga hal yang pokok dalam kehidupan seorang akademisi, yakni Pembelajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan terakhir dan yang terpenting adalah Pengabdian kepada Masyarakat. Maka dari itu, mari bersama-sama kita merenungkan apakah kita sebagai akademisi sudah menjiwai nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni dijabarkan melalui beberapa poin sebagai berikut.
1. Pembelajaran
Esensi terdalam dari pendidikan tinggi adalah pembelajaran. Tentunya pembelajaran ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Saat seorang menyandang status sebagai akademisi, baik dia adalah dosen, mahasiswa, maupun pejabat kampus, ia harus berorientasi kepada pembelajaran.
Seorang dosen dituntut untuk berorientasi memberikan pengetahuan kepada mahasiswanya, sedangkan di satu sisi, seorang mahasiswa dituntut untuk menggali ilmu pengetahuan. Maka, tujuan dan kepentingan pribadi dalam kegiatan pembelajaran harus kita singkirkan. Seperti keinginan untuk memperoleh jabatan dan kekayaan semata harus kita kembalikan ke esensi inti yakni pembelajaran.
2. Penelitian dan Pengembangan
Pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran harus diterapkan untuk mengkaji permasalahan di masyarakat dan dikembangkan untuk kemajuan bersama. Tidak hanya teori, namun penerapan ilmu pengetahuan adalah hal yang penting dalam pendidikan tinggi. Akademisi dituntut untuk selalu meneliti dan mengkaji permasalahan di masyarakat, sekaligus menawarkan alternatif solusi, bukan malah sebaliknya menjadi pemicu permasalahan kesenjangan di masyarakat melalui tindakan penyelewengan wewenang.
Seorang akademisi harus mengembalikan posisinya sebagai seorang problem solver di masyarakat. Sekalipun ia mengemban jabatan eksekutif di kampus, ia juga harus berkontribusi dalam pemecahan masalah di masyarakat, melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Begitu pula pada mahasiswa, mereka juga dituntut akan penelitian dan pengembangan ilmu yang mereka peroleh semasa kuliah, tidak hanya sekadar menumpang ijazah saja. Pengembangan ini tentunya akan relevan dengan poin Tri Dharma Perguruan Tinggi selanjutnya, yakni Pengabdian kepada Masyarakat.
Ilmu yang dipelajari sekaligus dikembangkan oleh para akademisi adalah demi kebermanfaatan masyarakat bersama. Akademisi sejatinya memiliki tugas untuk mengabdi kepada masyarakat untuk membangun kemajuan bersama sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka pelajari. Ilmu yang didapatkan tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan individu saja, melainkan harus ditularkan kepada masyarakat demi kesejahteraan. Sehingga sekali lagi, menjadi akademisi bukan untuk mengejar jabatan dan menumpuk kekayaan, melainkan ilmu yang kita dapatkan harus bermanfaat bagi orang banyak.
Demikian renungan yang dapat menjadi introspeksi kita bersama. Harapannya dengan ini tugas seorang akademisi akan kembali menjadi seorang abdi masyarakat yang senantiasa mewujudkan kesejahteraan orang banyak.