Razia Polisi dan Peranan Media

Hernawan | Andy Aryawan
Razia Polisi dan Peranan Media
Ilustrasi Polisi (Pixabay).

Siapa yang suka menonton tayangan di salah satu Televisi Nasional tiap jam 7 malam? Anak saya termasuk salah satu dari sekian banyak penggemar acara yang mengisahkan tentang keseharian Kepolisian Nasional Republik Indonesia ini. Adegan kejar-kejaran dan penggerebekan merupakan beberapa tema yang banyak disukai oleh penonton setia televisi.

Namun, keseruan dan kepahlawanan Polisi dalam tayangan tadi sedikit teralihkan dengan informasi dilakukannya mutasi terhadap petugas kepolisian dengan dugaan menyalahi prosedur yang ada.

Video terkait dengan pemeriksaan isi ponsel oleh petugas terkait viral dan langsung ditanggapi oleh internal kepolisian dengan proses mutasi. Pro dan kontra tentu saja normal terjadi dalam semua cerita.

Saya tidak menyoroti tentang perihal boleh tidaknya polisi melakukan pemeriksaan data pribadi yang ada di ponsel. Biarlah ahli hukum maupun pihak Kompolnas yang memberikan penjelasan. Saya mencoba memposisikan diri sebagai penonton awam di semua golongan usia yang menonton acara di televisi soal kepolisian tadi. 

Ketika berita tentang polisi yang dimutasi tadi saya ceritakan ke anak saya, dia bingung dan bertanya, polisinya salah apa pak? Nah, kalau  Anda yang ditanya begitu bagaimana cara menjawabnya?

Memang saat ini, peranan internet banyak berpengaruh terhadap jumlah penonton setia televisi. Ada juga anggapan bahwa tayangan televisi sudah tidak perlu lagi, karena semua tayangan informasi dan hiburan bisa kita dapatkan via online, baik YouTube, TikTok, Netflix, Disney, dan tayangan berbayar atau gratis lainnya. 

Namun, harus diperhatikan bahwa tidak semua masyarakat di Indonesia sudah terlayani dengan Internet. Setidaknya di awal tahun 2021 pengguna Internet di Indonesia baru mencapai 75% dari total penduduk. Berarti masih ada 25% penduduk di Indonesia yang tidak terlayani oleh jaringan internet, dan televisi lah hiburan andalan mereka di kala pandemi ini. 

Kondisi tersebut tentu saja perlu diperhatikan, meski sudah ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) loh ya. Tayangan televisi jelas tujuannya untuk memberikan hiburan, tetapi cukup sulit untuk dibedakan antara realita dan gimmick semata, antara informasi dan sekedar hiburan bagi pemirsanya. Hal ini berlaku juga bagi tayangan di televisi yang mengisahkan profesi tertentu di mana dalam hal ini tentang Kepolisian. 

Kepolisian selain sebagai fungsi penegakan hukum, juga memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat. Tugas-tugas inilah yang mungkin coba disampaikan antara lain melalui tayangan media televisi.

Masyarakat diharapkan dapat memahami keseharian tugas kepolisian yang siang-malam harus selalu siap siaga dalam mengantisipasi, menangani berbagai kejahatan dan tindakan yang melanggar hukum. 

Adegan penggerebekan, pembubaran balapan liar, penyitaan minuman keras, pemberantasan penyakit masyarakat merupakan hal lumrah yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Di sisi lain, cara penyampaian regulasi kepada masyarakat hendaknya disampaikan dengan benar dan proporsional. Di sinilah pentingnya koordinasi dan pengawasan dari pihak internal Kepolisian dan media, sehingga tayangan yang dikeluarkan sudah memenuhi semua aturan yang benar. 

Pihak media saya usul juga perlu memperhatikan jam tayang acaranya. Tayangan di jam utama di jam belajar anak terus terang bagi saya pribadi agak mengganggu. Anak usia Sekolah Dasar dengan pemahaman yang terbatas menyerap informasi dari televisi apa adanya.

Saya masih bisa menjawab soal bahaya minuman keras, efek negatif dari kebut-kebutan. Namun, kalau soal penggerebekan kasus asusila saya bingung juga bagaimana menjawabnya. Kasus-kasus yang sensitif bagi usia tertentu sebaiknya lebih disaring lagi sebelum ditayangkan. Tetap semangat ya Polisi Indonesia. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak