Membangun Integritas sebagai Upaya Mencegah Korupsi

Hernawan | Nurillah A.
Membangun Integritas sebagai Upaya Mencegah Korupsi
Ilustrasi Korupsi (Pixabay/Alex F)

Dalam sejarah peradaban manusia, korupsi telah tumbuh dan dipraktikkan sejak ribuan tahun lalu. Ada beberapa catatan yang menyebut tragedi penyuapan kepada hakim dan pejabat pemerintah pada zaman Mesir, Romawi Kuno, Cina, Babilonia, Ibrani, India, dan Yunani. Fakta ini menegaskan bahwasannya korupsi yang dilakukan ribuan tahun lalu masih eksis hingga hari ini, tetapi ia bermetamorfosis sesuai perkembangan zaman. Korupsi di zaman sekarang, kini lebih canggih dan dalam wujud yang lebih modern. Pelakunya pun mulai dari tataran kementerian, pimpinan lembaga tinggi negara hingga seluruh elemen lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif.

Khusus penyebutan pelaku korupsi, agaknya kita perlu menambah definisi anyar. Selama ini, koruptor kerap dipandang sebagai perbuatan cela yang dilakukan para pejabat atas. Pada kenyataannya, korupsi telah merajalela hingga unsur masyarakat yang notabene merupakan organisasi paling dasar. Kita tidak dapat memungkiri akan maraknya praktik suap para pelamar kerja. Faktor keluarga yang menjadi pemicu diterimanya seseorang bekerja. Serangan fajar ketika pemilihan calon bupati bahkan kepala desa. Atau, sekadar mengurus KTP yang dipungut biaya.

Tentu tak elok menyebut korupsi telah menjadi budaya bangsa. Namun, menyangkalnya sebagai perilaku struktural, saya kira kita menampik ironi yang terjadi. Pada dasarnya, telah banyak sudut pandang serta gagasan yang dilakukan guna mencegah perilaku korup. Bahkan secara terang-terangan, tak sedikit meminta pejabat, siapa pun dia dan di tingkat apa ia bekerja, hendaknya memelihara integritas. Pertanyaannya, apakah bisa besi yang telah lurus dan kuat akan bengkok jua? Bisa apabila dipanasi api terus-menerus. Pun begitu dengan seseorang yang telah dewasa dan cenderung memiliki iktikad buruk, akan sangat sulit mengubah tabiat ini, tapi bukan berarti tidak bisa.

Integritas tidak bisa dihasilkan secara instan. Ia butuh latihan dan kebiasaan. Sebetulnya, waktu yang paling tepat menciptakan integritas bukan saat dewasa, tetapi sejak dini. Hasan Al-Basri menyebut, belajar di masa kecil seperti memahat di atas batu. Inilah kuncinya, peran keluarga serta pendidikan sekolah memiliki peran fundamental. Keduanya tak ubahnya indung ibu yang melindungi bayi. Sebagaimana seorang ibu yang tengah mengandung, maka tak sembarang makanan dikonsumsi demi menjaga kesehatan si jabang bayi.

Karenanya, integritas pendidikan harus diterapkan sejak kanak-kanak. Sikap jujur dan memiliki prinsip kuat harus dikenalkan dan dijadikan modal dalam berteman. Tujuannya, agar sang anak tidak mudah menuruti ajakan teman ketika berbuat tidak benar. Apalagi dunia anak-anak selalu memperlihatkan kisah suram. Ada seorang anak memperkosa temannya. Ada siswa yang menendang sang guru. Ada pula seorang anak tega membunuh sang ibu. Perilaku keji ini adalah hasil dari didikan yang tidak tepat.

Saya kira, sudah waktunya untuk menyadari bahwasannya korupsi tak melulu di tingkat menteri. Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menemui. Apabila kita tidak memiliki integritas tinggi, besar kemungkinan kita akan terjerumus jua. Oleh karenanya, mari tanamkan sikap dan prinsip kuat sebab korupsi sebetulnya bukan budaya. Ia hasil dari peperangan nafsu dan jiwa. Sedangkan kita tidak memiliki kekuatan untuk berkata tidak pada korupsi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak