Toponimi atau dikenal pula sebagai nama rupabumi atau nama geografis merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Oleh karenanya, toponimi perlu didata dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kita semua. Nah, Seperti kita ketahui bersama bahwa penyelenggaraan nama rupabumi di Indonesia menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan pelibatan multi-pihak, mulai dari masyarakat hingga media massa.
Namun, ternyata pekerjaan rumah untuk mengenalkan urgensi penyelenggaraan nama rupabumi masih cukup banyak. Selain adanya permasalahan klasik, seperti pendanaan dan sumber daya manusia baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pemahaman mendasar mengapa penyelenggaraan nama rupabumi menjadi urusan pemerintah pun masih menjadi informasi yang perlu senantiasa disampaikan dalam berbagai forum pertemuan dan webinar.
Beberapa waktu lalu, Badan Informasi Geospasial (BIG) selaku koordinator penyelenggaraan nama rupabumi menyelenggarakan pertemuan perdana di tahun 2022 untuk memetakan kesiapan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kementerian Dalam Negeri hadir pula dalam pertemuan tersebut dan kembali menegaskan bahwa kolaborasi penyelenggaraan nama rupabumi antar instansi di tingkat pusat maupun daerah menjadi kunci keberhasilan penataan tertib administrasi pemerintahan dari aspek penamaan rupabumi.
Lebih lanjut, pula menegaskan tentang keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang menjadi dasar pertimbangan dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021. UU 23/2014 tersebut bersama dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG) merupakan dua landasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan dibentuknya PP 2/2021.
Pasal 15 dalam UU IG dan Pasal 48 UU Pemda menjadi dasar bahwa Indonesia memerlukan pengaturan tentang penyelenggaraan nama rupabumi yang lebih rinci dan komprehensif. Melalui keberadaan PP 2/2021 inilah diharapkan bahwa nama rupabumi di wilayah kedaulatan NKRI dapat makin ditata agar lebih tertib, terpadu, berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk mencapai itu semua, maka penyelenggara nama rupabumi baik di tingkat pusat maupun daerah perlu menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum dari nama rupabumi yang menjadi kewenangannya.
Lalu, kembali ke judul tulisan ini. Sebuah pertanyaan yang kerap hadir adalah mengapa nama rupabumi mesti diurus oleh Pemerintah? Saya sempat membuat microblogging tentang alasan tersebut dalam akun Instagram dan kali ini saya rangkai dalam tulisan di Yoursay.
Berikut 3 alasan yang sejatinya merupakan pertimbangan awal yang tertuang dalam PP 2/2021. Alasan inilah yang juga menjadi tujuan penyelenggaraan nama rupabumi di Indonesia:
1. Membakukan nama rupabumi bagian dari tertib administrasi pemerintahan
Jika mencermati amanah dari UU Pemda dan UU IG, maka kita dapat ketahui bahwa sejatinya toponimi itu merupakan bagian dari urusan pemerintahan dalam upaya tertib administrasi. Tertibnya penamaan rupabumi/geografis akan membantu kita terhindar dari kebingungan dan kesalahan dalam merujuk suatu tempat/lokasi.
Nah, salah satu contoh kebutuhan terkait keberadaan nama rupabumi baku adalah penanganan darurat kebencanaan. Pertanyaan "di mana" lokasi kejadian serta lokasi yang membutuhkan bantuan menjadi makin krusial, bahasa kerennya toponimi dibutuhkan sebagai unsur utama dalam "the power of where".
Hal ini mengingat bahwa toponimi merupakan perwujudan komunikasi kita dalam menandai suatu lokasi untuk menjelaskan tentang keberadaan "di mana" tadi. Terlebih di era digital, keberadaan wujud "penamaan rupabumi/geografis yang baku" sebagai bagian dari unsur dalam point of interests (PoI) akan makin memudahkan kita menikmati perjalanan hingga makanan yang ditransaksikan secara daring.
Kita ketahui bersama juga bahwa toponimi yang belum baku saja sudah dapat atau sering kita gunakan. Meskipun konsekuensinya adalah masih ada kemungkinan membuat kita tersesat akibat kekurangtepatan peletakan lokasinya dan kita juga masih memaklumi adanya kekurangan tersebut.
Apalagi, jika nantinya kita dapat menikmati nama rupabumi/geografis yang sudah dibakukan, baik dari kaidah spasial maupun kaidah penulisannya. Walhasil, pertanyaan "di mana" makin terjawab dengan lebih tertata, jelas referensinya, dan terjaga konsistensi hingga kualitas data dan informasinya.
Lalu, siapa yang semestinya bertanggung jawab menyediakan nama yang baku tersebut? Tentunya Pemerintah dengan dukungan semua pihak, termasuk masyarakat setempat sebagai yang memahami dan mempunyai pengetahuan lokal di wilayahnya.
2. Melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat melalui nama rupabumi
Toponimi merupakan perwujudan konstruksi sosial yang seiring perjalanan waktu masyarakat bersepakat dalam penamaan dan pengucapannya. Pergerakan atau mobilitas kita dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi ini kerap membawa toponimi, sehingga kita dapat melihat adanya toponimi yang sama atau identik di berbagai wilayah.
Toponimi menjadi pelipur dan kerinduan memori kita terhadap lokasi, kemudian kita ketahui pula bahwa toponimi membawa kelekatan emosi kita terhadap suatu tempat. Hal tersebut menjadikan nama tempat merupakan jejak perjalanan kehidupan nenek moyang, termasuk kehidupan kita di masa kini yang akan kita tinggalkan jejaknya untuk anak cucu kita kelak.
Jejak toponimi itu kerap kita tandai melalui papan nama hingga catatan atau oral cerita serta tentunya diukir indah dalam sejarah panjang perjalanan budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia. Nenek moyang kita dengan tersurat dan tersirat merekam fenomena geografis, sejarah, budaya, adat istiadat dalam nama (toponimi) dan cerita (mitologi).
Kemudian, kita mesti sadari bersama bahwa kekuatan bangsa dan negara ini dalam jejak toponimi dan mitologinya adalah kekayaan dan warisan takbenda yang patut dijaga oleh kita. Sedari dulu kita kerap mengklaim bahwa Indonesia kaya sumber daya, baik alam mapun budaya, tentunya termasuk keunikan toponiminya.
Ironinya, seiring waktu pula dan berkurangnya kesadaran geografis dan pemahaman sejarah, maka fenomena penamaan di Indonesia mengalami pergeseran. Kecenderungan yang terjadi bahwa penamaan saat ini cenderung mulai melupakan nilai luhur dan sosiohistorigeografi bangsa.
Pemerintah seakan lupa dan larut dalam euforia penamaan tempat menggunakan nama diri orang. Semestinya pemerintah dan kita semua tetap berupaya untuk melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat dalam penyelenggaraan nama rupabumi.
3. Pembakuan nama rupabumi bagian dari upaya melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah NKRI
Konon katanya Indonesia merupakan negara kepulauan atau dikenal dengan istilah kerennya yaitu Archipelagic State, sehingga jika merunut ke belakang sejarah perjalanan pembakuan nama rupabumi di Indonesia dimulai dengan pembakuan nama pulau. Saat itu terdapat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006.
Tim Nasional yang terdiri dari lintas kementerian/lembaga dan diperkuat dengan panitia pembakuan nama rupabumi di tingkat daerah langsung berfokus pada pembakuan nama pulau di wilayah NKRI. Menurut cerita pakar toponimi dan para pendahulu dalam kegiatan pembakuan nama rupabumi bahwa kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan memantik kesadaran Pemerintah.
Kasus tersebut merupakan pembelajaran bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan mendata pulau yang sudah bernama dan memberi nama pulau yang belum bernama di wilayahnya. Oleh karena itu, permasalahan penamaan pulau menjadi fokus dalam penguatan identitas dan ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan.
Tentunya, nama pulau beserta nama rupabumi lainnya yang dibakukan dapat menjadi penguat jati diri dan memantapkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Nah, kini di saat payung penyelenggaraan pembakuan nama rupabumi sudah berupa PP 2/2021 maka besar harapan langkah Pemerintah di tingkat pusat maupun daerah dapat makin kuat.
Jika kita membaca PP 2/2021 maka tujuan pertama pengaturan dalam PP tersebut cukup jelas yaitu untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah NKRI. Oleh karena itu, Gazeter Republik Indonesia yang menjadi wadah nama-nama baku tersebut menjadi bagian penting dari upaya geostrategis bangsa dalam menjaga wilayahnya.
Saatnya kita gotong royong memastikan nama rupabumi baku dikawal, baik kualitas maupun kelengkapan informasinya agar kelak Gazeter Republik Indonesia dapat menjadi kamus dan arsip negara yang bermanfaat bagi semua. Semoga tiga alasan tersebut dapat makin memperkuat semangat gotong royong antar Pemerintah dan multi-pihak di wilayah NKRI.
Pemerintah sebagai penyelenggara nama rupabumi sekiranya dapat makin sinergi dan kolaboratif dalam pendataan, pemberian nama, hingga proses penelaahan nama rupabumi. Kemudian, di akhir proses diharapkan dapat terwujud nama rupabumi baku yang diwadahi dalam Gazeter Republik Indonesia sebagai referensi tunggal yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan.
*Aji Putra Perdana, Surveyor Pemetaan Muda di Badan Informasi Geospasial