Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas pemerintah sesuai amanat konstitusi. Sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Di dalam koteks upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini, pendidikan dan literasi menjadi hal mendasar yang harus dibangun. Pendidikan dan literasi pada dasarnya adalah bagian tak terpisahkan dalam upaya membangun manusia Indonesia yang cerdas, sehingga menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
BACA JUGA: Membangun Karakter Anak di Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan
Kemdikbud (2016) mendefinisikan literasi sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktifitas: membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara. Semakin tinggi tingkat literasi seseorang, semakin luas pengetahuan, pemahaman, sudut pandang, sifat kritis, kecerdasan, dan kebijaksanaannya.
Apabila tingkat literasi sangat penting untuk kecerdasan bangsa, lantas bagaimana dengan kondisi tingkat literasi siswa-siswi di Indonesia? Berdasarkan survei PISA (Program for International Student Assessment) 2018, posisi Indonesia di urutan 74 dari 79 negara atau peringkat keenam dari bawah.
Secara rinci, kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 berada di posisi 74, kemampuan Matematika 379 berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 di posisi 71. Hasil PISA 2018 menunjukkan skor Indonesia relatif turun di semua bidang, dan penurunan paling tajam di bidang membaca.
Menurut Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang menginisiasi PISA ini, sekitar 27% siswa Indonesia memiliki kompetensi 1b. Artinya, siswa hanya dapat menyelesaikan soal pemahaman teks termudah. Seperti memetik informasi yang dinyatakan secara gamblang dari judul sebuah teks sederhana atau umum. Siswa Indonesia memiliki kemampuan di beberapa elemen dasar literasi membaca seperti pemahaman kalimat harfiah. Namun, tidak mampu menyatukan dan menerapkannya pada teks yang lebih panjang atau membuat kesimpulan sederhana (OECD/PISA: 2018).
Sekarang kita menyadari tingkat literasi anak-anak Indonesia termasuk rendah. Ini tentu bukan keadaan yang ideal sebab akan berdampak negatif. Selain akan kesulitan menghadapi tantangan era global atau persaingan, generasi muda yang tumbuh dengan tingkat literasi yang rendah akan cenderung lebih mudah terjerumus dalam provokasi, hoax, kekerasan, dan hal-hal negatif lainnya.
Melihat data dan situasi tersebut, jelas diperlukan upaya khusus untuk mendorong kecakapan tingkat literasi siswa Indonesia bisa meningkat. Di sinilah, program terbaru dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menjadi relevan.
Pada 27 Februari 2023 beberapa hari lalu, Kemdikbudristek resmi meluncurkan Merdeka Belajar Episode 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Fokus program ini di antaranya adalah pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) disertai dengan pelatihan bagi guru . Program ini bertujuan meningkatkan kompetensi literasi peserta didik.
Selama ini, ketersediaan buku bacaan bermutu yang benar-benar menarik perhatian dan minat anak-anak didik memang masih minim di perpustakaan sekolah-sekolah di Indonesia.
Menurut Data Deputi Pengembangan Perpusataan Nasional RI (PNRI) menyebutkan, dari sekitar 300.000 SD sampai SLTA, hanya sekitar 5% yang memiliki perpustakaan yang layak. Banyak sekolah memiliki perpustakaan yang kurang menarik: desain yang seadanya, koleksi buku sangat terbatas, usang, dan kebanyakan buku-buku paket atau buku pelajaran. Alhasil, siswa tidak tertarik berkunjung dan membaca buku.
Di sinilah, program Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia ini diharapkan mampu menjadi awal dari terciptanya perpustakaan-perpustakaan sekolah yang lebih menarik dan seru untuk dikunjungi siswa. Koleksi buku yang lebih lengkap, beragam, fresh, serta sesuai perkembangan anak didik, merupakan kondisi yang mesti diciptakan untuk bisa menanamkan dan membangun minat anak didik untuk membaca.
Tak hanya dari aspek ketersediaan buku, dorongan dari guru dan orang tua juga menjadi faktor penting untuk membangun minat baca anak. Ketika buku bermutu sudah tersedia dengan memadai, semangat guru untuk membacakan serta memotivasi siswa untuk membaca kunci selanjutnya.
Hal tersebut seperti diungkapkan Mendikbudristek Nadiem Makarim. “Program ini tidak akan sukses jika guru-gurunya tidak termotivasi membacakan buku kepada siswanya dan mendorong anak-anak untuk membaca buku,” kata Nadiem saat sesi dialog bersama guru dan kepala sekolah penerima Buku Bacaan Bermutu dari Kemendikbudristek (27/2/2023).
Program Buku Bacaan Bermutu adalah langkah awal untuk menata ulang “wajah” perpustakaan sekolah di Indonesia agar lebih menarik dan seru. Kita ingin anak-anak dapat menemukan “dunianya” di perpustakaan sekolah. Ketika mereka dengan khusyuk membuka lembar demi lembar buku-buku di sana dengan mata berbinar, serta pikiran dan imajinasi yang terus terasah. Demi masa depan Indonesia yang cerah.