17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah

Hikmawan Firdaus | al mahfud
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
Novel 17 Tahun Itu Bikin Pusing.[dok. pribadi]

Gen Z adalah generasi yang sedang dalam pencarian. Dalam pencarian jati diri, seringkali Gen Z dihadapkan pada berbagai persoalan. Ketika segala daya dan upaya sudah dilakukan untuk mencapai dan meraih sesuatu, namun hasil yang didapatkan tak sesuai harapan, terkadang Gen Z akan terjatuh dalam kesedihan dan keterpurukan. Bahkan, tak jarang Gen Z menyalahkan keadaan dan orang-orang di sekelilingnya.

Situasi tersebut dialami olah Adriana Tsanee (Nana), tokoh utama dalam novel karya Maya Lestari Gf ini. Novel berujudul 17 Tahun Itu Bikin Pusing ini mengajak kita tenggelam dalam emosi seorang remaja atau Gen Z dengan segala ambisi dan emosinya, serta bagaimana ia menghadapi situasi tersebut.

Dikisahkan, Adriana Tsanee (Nana) adalah seorang siswi SMA yang memiliki minat begitu besar di bidang jurnalistik. Di sekolahnya, ada majalah Finia, majalah sekolah ternama banyak menghasilkan alumni berprestasi. Alumni yang dulunya aktif di redaksi majalah tersebut banyak yang mendapatkan beasiswa di luar negeri setelah lulus. Hal ini pula yang diimpikan Nana. Ia mengincar posisi pemred.  Untuk itu, Nana sudah aktif mengirim kolom di majalah tersebut, bahkan sejak masih duduk di bangku SMP yang masih satu yayasan dengan SMA tersebut.

Ketika masuk SMA, Nana sudah bergabung menjadi redaksi majalah Finia dan mengasuh rubrik Sains. Dengan pengalaman cukup panjang tersebut, Nana hampir yakin jika ia akan terpilih menjadi pemred saat pemilihan. Namun, hasil rapat Dewan Redaksi menyatakan bahwa jabatan Pemred Finia tidak jatuh pada Nana. Jabatan Pemred justru jatuh pada seorang siswi bernama Amanda Rusli.

Jelas Nana kecewa. Apalagi baginya, Amanda tak pantas menyandang jabatan tersebut. Sebab, di samping belum lama bergabung di Finia, menurut Nana kemampuan Amanda masih sangat terbatas. Nana merasa keputusan Dewan Redaksi tak adil. Ia juga merasa teman-teman dekatnya yang menjadi Dewan Redaksi telah berkhianat padanya. Nana memutuskan keluar dari kepengurusan Finia.

Konflik memanas. Beberapa kali Nana emosi dan membuat keributan di sekolah terutama karena perseteruannya dengan Amanda. Pertikaian memuncak ketika Nana melihat sampul majalah Finia terbaru menampangkan foto dirinya ketika dihukum mengepel lantai kelas karena membuat keributan.

Rasa malu, kecewa, sedih, bercampur dalam benak Nana. Saat itulah, Nana merasa Amanda benar-benar telah menghancurkan cita-cita dan hidupnya. Di tengah rasa kecewa dan keterpurukan tersebut, Nana mendapatkan nasihat dari kakaknya. Kakaknya berkata bahwa hidup tak hanya tentang majalah Finia. Nana bisa tetap berkarya dengan jalan lain. Kesempatan belajar dan berproses di dunia jurnalistik masih terbuka lebar, tak sebatas pada jabatan pemred Finia. Nana tersadar, selama ini ia memang telah kelewat berharap dan fokus pada Finia. Ia tak sadar bahwa ia bisa tetap belajar dengan jalan yang lain.

Nana bangkit dan membuat buletin (Bukan) Sains!. Ia menulis semua konten seorang diri dan mengedarkannya di sekolah dan membuat para siswa dan guru takjub dengan semangatnya. (Bukan) Sains! telah menandingi Finia! Namun, buletin tersebut tak bisa terbit berkelanjutan karena proposal yang ia buat tak disetujui sekolah. Isi buletin tersebut dianggap sudah ada di Finia. 

Untungnya, Nana tak memilih menyerah. Ia harus tetap berkarya. Ia meluncurkan situs wisata destinasisumbar.com dengan menggandeng temannya yang jago desain dan blog. Ia berkarya dengan mendirikan situs atau media online. Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan Nana membuat seisi sekolah terinspirasi dan mengapresiasinya. Hingga suatu ketika, saat upacara bendera, Nana dipanggil ke depan oleh kepala sekolah dan mendapat apresiasi. Seluruh warga sekolah bertepuk tangan menyambutnya.  

Novel ini ringan namun inspiratif dan relevan untuk diresapi, terutama kalangan remaja atau Gen Z. Membacanya, kita belajar bagaimana meredam ego dan emosi, tetap menjaga kreativitas dan semangat pantang menyerah. Meskipun impian dihadang beragam rintangan, sosok Nana memberi motivasi tentang bagaimana tetap berkreativitas sampai meraih keberhasilan. Novel ini juga menggambarkan dengan menarik tentang dunia jurnalistik dan kepenulisan di sekolah dengan segala persoalannya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak