Victim blaming, yaitu fenomena yang kerap terjadi namun acap kali disepelekan padahal dampaknya tak bisa dipandang sebelah mata. Lalu, apa sih victim blaming itu?
Melansir dari hellosehat.com, Victim blaming adalah fenomena ketika korban kejahatan atau tindakan kekerasan justru disalahkan atas apa yang telah menimpa dirinya. Dalam konteks ini kejahatan bisa sangat luas, seperti kasus pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
Misalnya, ketika kamu mengalami pelecehan seksual di suatu tempat dan berusaha untuk mengungkapkan apa yang kamu alami pada orang yang kamu percaya. Bukannya mendapat respon positif, kamu malah disalahkan atas kejadian yang menimpa dirimu. Sebagai contoh, "Pantas aja kamu dipegang-pegang sama orang itu, penampilan kamu terbuka gitu." atau "Makanya malam-malam jangan lewat di gang sepi sendirian, kalau ada kejadian yang nggak pantas kan nggak bisa nyalahin siapa-siapa."
Nah, Kalimat-kalimat seperti itulah yang memberikan dampak buruk pada psikis korban yang mengalami kejadian tersebut. Padahal, bagaimanapun juga pelaku tetaplah pelaku karena pelaku melakukan kejahatan secara sadar.
Reaksi umum masyarakat yang disebut victim blaming ini seringkali dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja. Biasanya yang banyak terjadi dilakukan secara verbal, tetapi ada juga yang menunjukkan sikap menyalahkan si korban. Karena victim blaming inilah kebanyakan korban kekerasan memilih untuk bungkam sebab ia merasa tidak aman dan semakin memperburuk kondisi mentalnya jika mengungkapkan pada orang lain. Alih-alih mendapat dukungan, malah disalahkan.
BACA JUGA: Tidak Lolos SNBT, Layakkah Kesehatan Fisik dan Psikis Jadi Korbannya?
Segala jenis kejahatan maupun kekerasan berpotensi besar menimbulkan trauma pada korban. Dilansir dari Goodtherapy, tanpa disadari, dampak victim blaming dapat membuat korban merasa seolah-olah mereka diserang terus-terusan. Hal ini dapat berkembang menjadi gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Tindakan victim blaming ini tak jarang mempersulit upaya korban untuk melaporkan tindak kejahatan yang dialami. Sebab, dukungan emosional dari orang terdekat tak tercukupi. Tak hanya menyalahkan pada situasi tertentu saja, orang malah dengan tega menghakimi sehingga membuat si korban tidak percaya diri untuk memperjuangkan kebenarannya. Ini artinya, orang yang melakukan victim blaming turut berkontribusi mendukung kejahatan sebagai suatu perbuatan yang dapat ditoleransi.
Pada kenyataannya, sikap victim blaming justru memperkuat taktik manipulasi pelaku untuk melakukan kejahatan serupa pada calon korban lainnya. Pada kasus yang serius, tak hanya dilakukan oleh orang awam. Seorang hakim yang memiliki kendali memperjuangkan kebenaran juga bisa melakukan victim blaming atas kasus yang ditangani.
Hal ini akan semakin memperparah kondisi psikis korban karena tidak adanya keadilan yang ia terima. Alih-alih hukuman, pelaku bisa mendapat keringanan bahkan penangguhan hukum dan korban akan menjadi semakin putus asa dan trauma karena tak bisa melakukan apa apa. Oleh karena itu, korban harus menjalani terapi psikologis untuk mengatasi trauma yang dialami.
Jika kita menemukan teman, saudara maupun orang yang mengalami kejahatan atau pelecehan seksual, janganlah menyalahkan atau mengajukan pertanyaan yang dapat menyudutkannya. Tetapi sebaliknya, berikan dukungan semampu kita dan jadilah tempat yang nyaman untuk mereka bercerita.
Itulah fenomena victim blaming yang banyak kita temui namun seringkali disepelekan. Setelah tahu dampak buruk yang bisa terjadi, sebaiknya kita menghindari untuk melakukan victim blaming pada korban dan memberinya dukungan emosional atas kejadian buruk yang dialami. Semoga pengetahuan ini dapat memperluas wawasanmu, ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS