Mengintip Masa Depan Media Sosial dengan AR dan VR: Realitas atau Ilusi?

Hayuning Ratri Hapsari | Sherly Azizah
Mengintip Masa Depan Media Sosial dengan AR dan VR: Realitas atau Ilusi?
Ilustrasi tampilan beberapa aplikasi medsos [Pixabay/bahasa indonesia]

Teknologi terus bergerak maju, dan media sosial tidak ketinggalan mengikuti jejak inovasi terbaru. Di antara berbagai perkembangan teknologi, Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) adalah dua hal yang sering disebut-sebut sebagai masa depan media sosial.

Kedua teknologi ini menjanjikan pengalaman yang lebih mendalam dan imersif bagi pengguna. Namun, apakah ini benar-benar akan menjadi kenyataan atau hanya ilusi belaka?

Augmented Reality (AR) adalah teknologi yang memungkinkan kita untuk menambahkan elemen digital ke dunia nyata melalui layar smartphone atau perangkat lain.

Contohnya, filter wajah di Instagram atau Snapchat yang menambahkan efek lucu atau menarik pada wajah pengguna. Di sisi lain, Virtual Reality (VR) membawa pengguna ke dalam dunia digital sepenuhnya dengan menggunakan headset VR, yang menciptakan pengalaman yang benar-benar imersif.

Dalam konteks media sosial, AR dan VR digunakan untuk meningkatkan cara kita berinteraksi dan berbagi konten dengan orang lain.

Teknologi AR dan VR di media sosial sedang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Meta (sebelumnya Facebook), Snapchat, dan TikTok.

Meta, misalnya, sedang gencar mempromosikan konsep "metaverse," sebuah dunia virtual yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dalam lingkungan 3D.

Pengguna dari berbagai kalangan, terutama generasi muda yang melek teknologi, mulai mengeksplorasi pengalaman baru ini, meskipun adopsi massal masih dalam tahap awal.

Meskipun AR sudah mulai masuk ke dalam keseharian kita melalui filter dan game seperti Pokémon GO, VR masih dianggap sebagai teknologi yang niche.

Diperkirakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, seiring dengan perkembangan perangkat keras yang lebih terjangkau dan mudah digunakan, VR akan semakin populer.

Namun, apakah ini akan benar-benar menjadi mainstream atau tetap menjadi teknologi yang eksklusif masih menjadi tanda tanya besar.

AR dan VR dapat digunakan di berbagai platform media sosial yang sudah ada maupun yang sedang berkembang. Instagram, Snapchat, dan TikTok adalah beberapa contoh platform yang sudah menerapkan AR dalam fitur mereka.

Sementara itu, Meta dengan Oculus-nya sedang berusaha mempopulerkan penggunaan VR dalam media sosial melalui platform Horizon Worlds, yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dalam dunia virtual 3D.

Alasan utama mengapa AR dan VR menjadi perbincangan hangat adalah karena potensinya untuk mengubah cara kita berinteraksi di media sosial.

Teknologi ini menjanjikan pengalaman yang lebih personal dan imersif, di mana pengguna tidak hanya melihat dan membaca konten, tetapi benar-benar merasakannya.

Misalnya, melalui VR, kita bisa "bertemu" teman dalam lingkungan virtual, menghadiri konser, atau bahkan jalan-jalan di kota yang berbeda tanpa meninggalkan rumah.

Namun, ada juga kekhawatiran yang muncul. Adopsi teknologi ini bisa memperdalam kesenjangan digital, ketika hanya mereka yang mampu membeli perangkat mahal yang bisa merasakan pengalaman ini.

Selain itu, ada juga pertanyaan tentang dampaknya terhadap kesehatan mental, seperti kecanduan teknologi dan isolasi sosial yang bisa terjadi jika seseorang terlalu terlibat dalam dunia virtual.

Teknologi AR dan VR memiliki potensi besar untuk mengubah media sosial, baik dari segi cara berinteraksi, jenis konten yang dibagikan, maupun bagaimana kita memandang kehadiran online.

Misalnya, bayangkan melakukan video call dengan teman bukan hanya melalui layar 2D, tetapi dalam bentuk avatar 3D yang bergerak dalam ruangan virtual yang bisa kita desain sendiri.

Atau, bayangkan membuat postingan di Instagram yang tidak hanya menampilkan gambar, tetapi juga pengalaman interaktif yang bisa dirasakan oleh pengikut kita.

Namun, untuk mewujudkan semua itu, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Mulai dari pengembangan teknologi yang belum sepenuhnya matang, hingga adopsi pengguna yang mungkin memerlukan waktu.

Selain itu, ada juga pertanyaan etis tentang bagaimana dunia virtual ini akan mempengaruhi kehidupan nyata kita. Apakah kita akan lebih memilih hidup di dunia virtual daripada dunia nyata? Bagaimana dengan privasi dan keamanan data di dunia digital yang semakin canggih ini?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak