Gaji Guru vs Biaya Kuliah: Mengapa Lulusan S.Pd Merasa Dirugikan?

Hernawan | Sherly Azizah
Gaji Guru vs Biaya Kuliah: Mengapa Lulusan S.Pd Merasa Dirugikan?
ilustrasi guru mengajar [pexels/Yan Krukau]

Masalah ketidakcocokan antara biaya pendidikan dan gaji guru menjadi isu serius di Indonesia, terutama di kalangan lulusan Sarjana Pendidikan (S.Pd). Menginvestasikan waktu dan uang yang cukup besar untuk mendapatkan gelar ini tampaknya tidak sebanding dengan imbalan yang diterima, terutama dalam hal gaji yang rendah di sektor pendidikan. Mari kita telaah lebih dalam apakah sistem ini adil atau malah menjerat lulusan S.Pd dalam ketidakpastian finansial.

Biaya pendidikan yang terus meningkat dan gaji guru yang stagnan adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa biaya pendidikan tinggi terus mengalami kenaikan signifikan. Misalnya, biaya kuliah di perguruan tinggi swasta dapat mencapai puluhan juta rupiah per tahun. Namun, gaji awal guru di Indonesia, sebagaimana tercatat dalam laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2023), rata-rata hanya sekitar Rp3 juta per bulan. Penelitian oleh Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2022), menunjukkan ketidakseimbangan ini membuat banyak lulusan S.Pd merasa tidak puas dengan imbalan yang mereka terima.

Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan di kalangan lulusan S.Pd. Sebuah studi oleh Jurnal Sosial dan Pendidikan (2022), mengungkapkan bahwa gaji yang rendah berkontribusi pada tingkat pengangguran yang lebih tinggi di kalangan sarjana pendidikan, karena lulusan merasa terpaksa mencari pekerjaan di luar bidang mereka. Biaya pendidikan yang tinggi yang tidak sebanding dengan gaji yang diterima memunculkan ketidakadilan yang menambah beban finansial dan emosional pada lulusan, serta mengurangi motivasi mereka untuk terus berkarier di bidang pendidikan.

Lulusan S.Pd dan guru yang sudah lama bekerja adalah pihak yang paling terkena dampak dari ketidakadilan ini. Penelitian oleh Jurnal Sosial dan Pendidikan (2022), menunjukkan bahwa lulusan muda sering kali harus menghadapi utang pendidikan sambil berjuang dengan gaji yang rendah, sedangkan guru yang lebih berpengalaman merasa terjebak dalam siklus di mana mereka tidak dapat meningkatkan kesejahteraan finansial mereka meskipun memiliki pengalaman dan kualifikasi yang tinggi.

Masalah ini terjadi di seluruh Indonesia, dengan dampak yang lebih besar di daerah-daerah dengan biaya hidup rendah dan anggaran pendidikan yang terbatas. Juga terdapat laporan dari Kementerian Keuangan (2023) mencatat bahwa kekurangan anggaran di daerah-daerah tertentu menyebabkan gaji guru tetap rendah, bahkan ketika ada kebutuhan mendesak akan tenaga pendidik. Kesenjangan ini memperburuk ketidakadilan dan memperbesar jurang antara daerah kaya dan miskin.

Tidak ada solusi instan untuk masalah ini. Namun, perubahan sistem penggajian dan subsidi pendidikan mungkin diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan ini. Studi oleh Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2022), menunjukkan bahwa reformasi dalam struktur penggajian guru dan peningkatan subsidi pendidikan dapat membantu menyeimbangkan perbedaan antara biaya pendidikan dan gaji. Meskipun perubahan ini memerlukan waktu, upaya untuk merombak sistem saat ini bisa mulai dilakukan dengan peningkatan transparansi dan efisiensi dalam pengalokasian dana pendidikan.

Dalam menghadapi ketidakadilan ini, penting untuk mendiskusikan solusi yang tidak hanya menguntungkan lulusan S.Pd tetapi juga memperkuat sektor pendidikan secara keseluruhan. Keseimbangan antara biaya pendidikan dan gaji guru adalah langkah awal menuju perbaikan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak