Ironi Pelecehan Verbal: Sinyal Krisis Etika Berkomentar di Media Sosial

Hayuning Ratri Hapsari | Yayang Nanda Budiman
Ironi Pelecehan Verbal: Sinyal Krisis Etika Berkomentar di Media Sosial
Ilustrasi media sosial (Pexels.com/Picjumbo.com)

Pelecehan seksual merupakan tindakan yang dapat menyebabkan kerugian dan trauma bagi korban. Masalah ini sangat serius, melibatkan kekerasan, intimidasi, atau eksploitasi seksual terhadap individu lain, dan sering kali meninggalkan dampak yang merusak, baik secara fisik maupun psikologis. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga di media sosial.

Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Namun, kemajuan teknologi juga menghadirkan tantangan baru, salah satunya adalah pelecehan seksual di media sosial. Tindakan ini berdampak serius terhadap kesejahteraan individu dan komunitas online.

Baru-baru ini, istilah "tobrut" semakin sering digunakan sebagai bentuk pelecehan verbal terhadap perempuan. Istilah ini sering diarahkan kepada perempuan dengan ukuran payudara besar untuk merendahkan mereka. 

Komnas Perempuan menyoroti pentingnya masalah ini untuk diselesaikan, dengan Ketua Sub Komisi Pendidikan, Alimatul Qibtiyah, menjelaskan bahwa "tobrut" termasuk pelecehan seksual non-fisik.

Ia menyatakan bahwa istilah ini merendahkan perempuan berdasarkan penampilan fisik dan dapat dikenakan sanksi pidana meskipun tidak melibatkan kontak fisik langsung.

Ada banyak faktor yang menyebabkan pelecehan seksual di media sosial. Salah satunya adalah anonimitas yang diberikan oleh platform ini, memungkinkan pelaku menyembunyikan identitas mereka dan merasa bebas dari konsekuensi. 

Kurangnya pengawasan dan regulasi di media sosial juga memberi peluang bagi pelaku untuk berperilaku buruk tanpa sanksi yang berarti. Selain itu, stereotip gender yang berkembang dalam masyarakat turut mempengaruhi sikap dan tindakan pelaku.

Dampak pelecehan seksual sangat serius dan merusak. Korban dapat mengalami kecemasan, depresi, stres, penurunan kepercayaan diri, dan bahkan insomnia. 

Selain itu, pelecehan di media sosial dapat merusak reputasi atau karier korban melalui penyebaran konten yang memalukan. Hal ini juga menciptakan lingkungan yang tidak aman, menghambat partisipasi dalam diskusi publik, dan penggunaan media sosial secara bebas.

Pelecehan seksual di media sosial adalah isu yang memerlukan perhatian kolektif. Dengan meningkatkan kesadaran, menerapkan regulasi ketat, dan membangun komunitas yang mendukung, kita dapat menciptakan ruang virtual yang aman. 

Semua pihak, termasuk pemerintah, perlu berkolaborasi untuk mencegah masalah ini. Secara yuridis, undang-undang telah mengatur pelecehan seksual melalui media sosial dan pelanggaran perlindungan data pribadi sebagai tindakan yang dilarang, yang dapat berakibat hukum. Pelaku dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU ITE, UU Pornografi, dan KUHP.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak