Trend We Listen We Don't Judge: Menghargai Perbedaan atau Ajang Bully

Ayu Nabila | Ellyca S.
Trend We Listen We Don't Judge: Menghargai Perbedaan atau Ajang Bully
Ilustrasi Media Sosial (Pexels/cottonbro studio)

'We listen we don't judge' adalah salah satu fenomena sosial yang sempat ramai beberapa waktu terakhir.

Banyak orang berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dari mayoritas orang berkat trend ini.

Terkadang kita mungkin pernah merasa aneh karena melihat pemikiran dan selera diri sendiri yang bertolak belakang dengan banyak orang.

Oleh karenanya, trend 'we listen we don't judge' ini seperti wadah untuk ikut berekspresi tentang hal yang selama ini menjadi keresahan pribadi.

Mulai dari sekelompok orang hingga individu seakan tertarik untuk beramai-ramai menyuarakan isi pikirannya tanpa takut dihakimi karena berbeda. 

Sebab sesuai namanya, 'we listen we don't judge' seperti memberi ruang banyak orang untuk berbicara dan didengar tapi tidak dihakimi karen perbedaan selera tentu wajar terjadi.

Namun sisi positif trend ini lama-kelamaan mulai bergeser dan tidak seperti seharusnya.

Ruang umum yang seharusnya bisa digunakan untuk berekspresi atas pemikiran yang selama ini terpendam karena minoritas, mendadak berubah menjadi ruang untuk ajang bully.

Karena mereka berdalih untuk tidak dihakimi saat mengeluarkan pernyataannya, sebagian oknum ini menjadi kelewat batas dan bertindak semaunya.

Bukan lagi sebagai ajang seru-seruan, trend ini justru menimbulkan war bagi sekelompok orang tertentu karena tersinggung dengan opini seseorang.

Padahal, setiap orang bebas berekspresi sesuai dengan preferensinya.

Namun tentunya tetap memperhatikan batasan-batasan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Seperti memperhatikan etika berbicara atau dalam konteks ini berarti mengetik komentar di media sosial, etika bercanda, hingga sopan santun saat bersosial dengan orang lain, termasuk di jagat maya.

Tanpa semua norma ini, tentu rasanya trend 'we listen and we don't judge' terasa tidak adil dan merugikan sebagian orang.

Sebab bisa jadi karena opini tak berdasar sebagian orang atas suatu isu, hoax bisa menyebar.

Selain itu, mental seseorang yang dirundung dengan berkedok trend ini tentu harus diperhatikan serius.

Terlebih dengan derasnya arus informasi saat ini melalui media sosial.

Seharusnya dibarengi dengan kedewasaan dan sikap bijak dari masing-masing individu.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak