Pembongkaran Parkiran Abu Bakar Ali: Antara Penataan Malioboro dan Nasib Masyarakat

Hayuning Ratri Hapsari | Mira Fitdyati
Pembongkaran Parkiran Abu Bakar Ali: Antara Penataan Malioboro dan Nasib Masyarakat
Pembongkaran Parkiran Abu Bakar Ali (Dokumen Pribadi/Mira)

Malioboro merupakan destinasi wisata yang terletak di pusat Kota Yogyakarta. Malioboro dikenal sebagai pusat wisata belanja dengan harga terjangkau untuk berbagai kalangan. Lokasinya yang strategis dan mudah diakses dengan berbagai jenis transportasi, membuat Malioboro banyak dikunjungi wisatawan.

Di tengah hiruk pikuk kawasan Malioboro yang tak pernah sepi wisatawan, keberadaan parkiran Abu Bakar Ali (ABA) sempat menjadi simpul penting bagi sistem perparkiran dan alur wisata di Yogyakarta.

Membludaknya jumlah kendaraan wisatawan, terutama pada musim liburan, membuat kawasan ini kerap disesaki parkir liar yang merusak estetika dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki.

Penataan kawasan Malioboro kembali menjadi sorotan setelah pembongkaran parkiran ABA menuai berbagai tanggapan. Parkiran yang dulunya dibangun untuk mengatasi masalah parkir liar dan mendukung sektor pariwisata Yogyakarta, kini dibongkar di tengah wacana revitalisasi kawasan.

Kondisi kawasan TKP Abu Bakar Ali, Senin (21/4/2025) yang kini masih belum jelas relokasinya. [Kontributro/Putu Ayu Palupi]
Kondisi kawasan TKP Abu Bakar Ali, Senin (21/4/2025) yang kini masih belum jelas relokasinya. [Kontributor Suara Jogja/Putu Ayu Palupi]

Parkiran ABA telah beroperasi sejak 2013. Awalnya, parkiran ini adalah lahan terbuka yang kemudian ditata menjadi tempat parkir untuk mendukung mobilitas di kawasan setempat. Namun, seiring rencana penataan ulang kawasan Malioboro, parkiran ini akan dipindahkan ke Kotabaru.

Pada bulan Juni 2025, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mulai melakukan pembongkaran terhadap parkiran ABA, yang selama ini menjadi titik utama parkir bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Pembongkaran ini merupakan bagian dari rencana besar untuk mengembalikan fungsi lahan tersebut kepada Keraton Yogyakarta untuk dijadikan taman atau ruang terbuka hijau.

Kebijakan ini berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat sekitar yang selama ini menggantungkan hidupnya pada aktivitas di area parkir tersebut. Banyak pedagang, tukang becak, serta juru parkir merasakan penurunan penghasilan karena hilangnya sumber mata pencaharian mereka.

Selain itu, tempat ini bukan hanya sekadar lokasi parkir kendaraan, tetapi juga menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Para pedagang kaki lima dengan berbagai macam dagangannya, tukang becak yang mencari pelanggan, dan juru parkir yang mencari nafkah demi sesuap nasi untuk keluarganya.

“Biasanya kita mulai kerja dari jam tujuh pagi sampai malam. Kalau akhir pekan atau musim liburan ramai, bisa dapat pemasukan lebih. Tapi sekarang ya jauh berkurang,” ujar salah satu juru parkir ABA pada Minggu (22/6/2025).

Parkiran Abu Bakar Ali menjadi salah satu sumber pendapatan bagi juru parkir setempat. Belum adanya penempatan juru parkir secara merata, membuat mereka kehilangan mata pencaharian.

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X mengomentari kasus TKD perangkat desa Trihanggo di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (17/4/2025). [kontributor/putu ayu palupi]
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X mengomentari kasus TKD perangkat desa Trihanggo di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (17/4/2025). [Kontributor Suara Jogja/putu ayu palupi]

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pesan melalui unggahan video di akun YouTube Berita Nasional TV bulan April 2025.

“Permasalahan tempat parkir yang saat ini terjadi harus kita selesaikan dengan baik. Pesan saya hanya satu, jangan menelantarkan rakyat Jogja,” tutur Gubernur DIY, menekankan kesejahteraan masyarakat Jogja.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan pentingnya penataan ulang Malioboro yang cepat, tepat, dan bijak, tetapi tetap mengedepankan empati kepada masyarakat terdampak, khususnya para juru parkir.

Ia mengingatkan bahwa penataan kawasan Malioboro bukan sekadar soal pembangunan fisik, tetapi menyangkut nasib dan kesejahteraan masyarakat Jogja.

Penataan ulang Malioboro memang membawa wajah baru bagi kawasan wisata ini, tetapi di balik gemerlapnya perubahan, ada cerita perjuangan masyarakat kecil yang tak boleh diabaikan.

Relokasi parkiran ABA telah mengubah peta ekonomi dan sosial di sekitar Malioboro, memaksa para pedagang, tukang becak, dan juru parkir untuk beradaptasi dengan realitas baru yang penuh tantangan.

Kini, harapan tertuju pada kebijakan yang lebih terbuka agar penataan ulang tak hanya sekadar memperindah, tetapi juga dapat memberdayakan masyarakat Jogja dan sekitarnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak