Mahasiswa yang digadang-gadang menjadi agent of change, tetapi saat ini memiliki minat berorganisasi yang cenderung rendah.
Presiden Mahasiswa BEM KM UGM, Tiyo Ardianto menyampaikan dalam unggahan podcast di akun YouTube OptiMIND Production pada Senin (28/7/2025). “Kita menyadari terdapat satu kenyataan bahwa minat mahasiswa kepada organisasi kampus dan dampak organisasi itu kepada mahasiswa menurun drastis,” ucapnya, menyadari rendahnya minat mahasiswa dalam berorganisasi.
Tiyo juga menyampaikan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di UGM, tetapi hampir seluruh kampus yang ada di Indonesia. Terdapat beberapa faktor yang membuat minat mahasiswa terhadap organisasi menurun.
“Menurut saya terdapat dua momen yang menyebabkan minat mahasiswa menurun drastis. Pertama, berkaitan dengan MBKM yang membuat mahasiswa memiliki pilihan lain selain berorganisasi seperti magang, pertukaran mahasiswa, dan exchange. Kedua, munculnya Covid-19 yang menyebabkan menurunnya semangat aktivisme karena rantai regenerasi aktivisme menjadi terputus,” tuturnya.
Selain itu, Tiyo juga menegaskan mengenai pentingnya sebuah organisasi agar memiliki nilai kebermanfaatan untuk anggotanya. Rendahnya minat mahasiswa terhadap suatu organisasi, bisa jadi dikarenakan program kerja (proker) yang sudah tidak relevan dengan mahasiswa saat ini. “PR kami saat ini adalah bagaimana kita mentransformasikan lembaga yang bernama BEM ini agar bisa menjadi lebih relevan kepada mahasiswa dan masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Kurang relevannya proker suatu organisasi membuat mahasiswa cenderung memilih mengisi waktu luang dengan kegiatan yang mereka sukai. Berikut ini 4 alasan mengapa minat mahasiswa terhadap organisasi menurun. Yuk, simak alasannya!
1. Insecure
Sebagian mahasiswa merasa kurang percaya diri saat ingin bergabung dengan suatu organisasi. Mereka sering membandingkan diri dengan teman-teman yang terlihat lebih aktif, pintar, atau berpengalaman. Rasa minder ini membuat mereka ragu untuk bergabung, khawatir tidak bisa memberikan kontribusi maupun dianggap kurang kompeten.
2. Lingkungan Organisasi yang Tidak Mendukung
Tidak semua organisasi mampu menciptakan suasana yang ramah dan terbuka satu sama lain. Terkadang masih sering ditemui budaya senioritas, komunikasi yang kurang baik, atau permasalahan internal organisasi yang tidak sehat. Kondisi ini membuat mahasiswa merasa tidak nyaman dan akhirnya enggan bertahan ataupun bergabung.
3. Fokus Akademik
Beban kuliah yang padat juga menjadi salah satu alasan utama. Banyak mahasiswa yang lebih memilih memprioritaskan nilai akademik, mengerjakan tugas, atau mengikuti kegiatan lain untuk menunjang skill yang mereka miliki. Akibatnya, organisasi tidak lagi menjadi prioritas utama.
4. Rapat Larut Malam
Budaya rapat organisasi yang berlangsung hingga larut malam sering dianggap menguras tenaga dan waktu. Bagi sebagian mahasiswa, hal ini terasa melelahkan dan tidak efisien. Apalagi jika harus berbagi waktu dengan kuliah, tugas, maupun kegiatan pribadi. Pola rapat yang tidak ramah waktu akhirnya membuat mahasiswa berpikir ulang untuk bergabung dalam organisasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa cenderung berpikir dua kali sebelum bergabung dengan suatu organisasi. Karena mereka pasti juga memiliki prioritas utama selama menjadi mahasiswa.
Namun, bukan berarti semua organisasi memiliki pola dan budaya organisasi yang sama seperti yang telah disampaikan di atas. Masih terdapat organisasi yang memang relevan dan dapat diikuti oleh mahasiswa.
Sebagai mahasiswa tidak ada salahnya apabila ingin bergabung dengan suatu organisasi. Justru melalui organisasi, kita dapat mengasah keterampilan komunikasi, kepemimpinan, serta kemampuan bekerja sama yang tidak diperoleh di ruang kelas.
Organisasi juga dapat menambah relasi dan kontribusi kita sebagai mahasiswa, baik bagi kampus maupun masyarakat.
Nah, yang terpenting adalah memilih organisasi yang relevan dengan minat dan kebutuhan, sehingga keberadaannya benar-benar memberi manfaat, bukan sekadar menambah kesibukan.