Film Sore: Istri dari Masa Depan Melenggang dan Mengguncang Panggung Oscar

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Film Sore: Istri dari Masa Depan Melenggang dan Mengguncang Panggung Oscar
Poster Film Sore: Istri dari Masa Depan untuk Perwakilan Oscar (Instagram/ cerita_films)

Baca 10 detik
  • Perpaduan romansa–sci-fi ini sukses tembus 3 juta penonton dan punya daya tarik universal.
  • Meski belum pernah tembus shortlist, Sore dinilai peluang segar perfilman Indonesia.
  • Film Sore: Istri dari Masa Depan dipilih wakili Indonesia ke Oscar 2026.

Ada sesuatu yang terasa beda tahun ini. Setiap kali Indonesia mengumumkan film yang dikirim ke Oscar, biasanya muncul reaksi campur aduk. Antara bangga, ragu, sampai pasrah, karena kita tahu persaingannya nggak main-main. Akan tetapi, ketika kabar resmi Film Sore: Istri dari Masa Depan besutan Yandy Laurens dipilih sebagai perwakilan Indonesia untuk Oscar 2026 untuk kategori Best International Feature Film (dulu namanya Best Foreign Language Film), euforianya langsung terasa lain. 

Oh, jelas! Film ini nggak sebatas drama lokal yang laku di pasar dalam negeri, tapi juga film yang berani, unik, dan punya daya tarik universal yang mungkin saja jadi tiket menuju perhatian dunia.

Bayangkan deh, film romansa dengan sentuhan sci-fi, berhasil memikat lebih dari tiga juta penonton. Angka itu bukan cuma statistik, tapi bukti cerita yang ditawarkan memang menyentuh banyak orang. Jarang sekali film Indonesia dengan genre seperti ini bisa tembus angka penonton sedahsyat itu. Biasanya film romansa berskala intim hanya jadi konsumsi kalangan tertentu, tapi Sore membuktikan bahwa kisah personal pun bisa jadi fenomena besar jika disampaikan dengan hati.

Dan di situlah kelebihan film-film dari Yandy Laurens. Dia selalu punya cara bercerita yang lembut, penuh perasaan, tapi juga tajam. Dengan Film Sore: Istri Masa Depan, dia nggak hanya mengulik persoalan cinta, tapi juga takdir, waktu, dan pilihan hidup. 

Premis tentang istri dari masa depan yang hadir untuk mengubah jalannya hidup seseorang memang terdengar sederhana, tapi di balik itu tersimpan lapisan emosional yang begitu dalam. 

Dan keindahan film ini juga tercermin dari visualnya. Dari lanskap Kroasia, Finlandia, hingga sudut-sudut Indonesia, kamera menangkap cahaya senja, pegunungan, laut, dan momen intim antar tokohnya dengan keanggunan yang jarang terlihat di layar kita. Rasanya seperti nonton sesuatu yang memang dirancang ngajak penonton melampaui batas geografis. Nggak heran jika banyak yang menyebut Sore punya ‘Oscar look’, kualitas sinematik yang bisa menembus selera penonton internasional. 

Tentu saja, pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah kali ini Indonesia bisa menembus shortlist Oscar? Sejak 1987, sudah lebih dari dua puluh film kita dikirim ke ajang ini, tapi satu pun belum berhasil menembus nominasi, bahkan shortlist pun nggak. Sejarah memang seolah-olah jadi tembok tinggi yang sulit ditembus. Namun, setiap tembok pasti punya celah, dan Sore terasa seperti usaha paling segar dan jujur m mencari jalan masuk itu.

Apa yang membuat optimisme ini hidup? Itu karena Sore berbeda dari kebanyakan film yang selama ini kita kirim. Nggak terlalu terikat pada formula drama sosial yang berat dan kelam. Sebaliknya, mengandalkan emosi yang universal: cinta, kehilangan, dan pertanyaan tentang takdir. Itu semua adalah hal-hal yang bisa dimengerti siapa pun, tanpa harus tahu konteks sosial Indonesia lebih dalam. 

Namun, apa pun hasilnya nanti, ada satu hal yang sudah jelas, Film Sore: Istri dari Masa Depan telah menorehkan jejaknya sendiri dalam sejarah perfilman kita. Sudah menunjukkan film Indonesia bisa tampil percaya diri, bisa menggabungkan daya tarik populer dengan kualitas artistik, dan bisa membawa mimpi jauh lebih besar dari sebatas angka penonton. Bagi banyak orang, kehadiran Sore di daftar submission Oscar saja sudah jadi sumber kebanggaan. 

Kalau nanti nama Sore muncul di shortlist buat kategori yang diincar, suasana di tanah air pasti akan riuh. Media akan membicarakannya tanpa henti, bioskop mungkin akan kembali ramai dengan penonton yang penasaran, dan para pembuat film lokal akan mendapat dorongan semangat baru. Itu akan jadi titik balik yang luar biasa, karena selama ini kita seperti berjalan dalam lingkaran; mengirim film demi film, tapi nggak pernah benar-benar diperhitungkan. Sore bisa jadi pemecah kebuntuan itu.

Namun, bahkan kalau skenario terburuknya terjadi, jika Sore nggak berhasil menembus shortlist, toh kita tetap nggak rugi apa-apa. Sebab film ini sudah berhasil melakukan sesuatu yang jauh lebih penting, yakni menyalakan lagi rasa percaya diri kita terhadap kemampuan perfilman Indonesia. Bahwa kita bisa menciptakan cerita yang relevan secara global tanpa harus kehilangan akar emosionalnya. Bahwa kita nggak perlu minder di hadapan film-film luar negeri, karena kisah cinta dan pilihan hidup dari sudut dunia kita sendiri pun bisa menggetarkan hati siapa saja.

Semoga Film Sore: Istri dari Masa Depan yang mewakili Indonesia ke ajang Academy Awards ke-98 (Oscar 2026) dalam kategori Best International Feature Film berhasil masuk shortlist-nya, bahkan kalau bisa sampai lima besar! Aamiin. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak