Stres Bikin Hipertensi Pada Remaja?

Tri Apriyani
Stres Bikin Hipertensi Pada Remaja?

Selama satu dekade ke belakang terjadi peningkatan penyakit tidak menular di Indonesia, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi merupakan suatu kondisi di mana tekanan darah terus menerus mengalami peningkatan yang ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah di atas 140/90 mmHg (WHO, 2019).

Proporsi tertinggi penderita hipertensi adalah kelompok usia di atas 18 tahun, namun yang menarik adalah sebanyak 5,3 persen penderita hipertensi diderita oleh remaja (Riskesdas 2013).  Sebuah studi yang dilakukan oleh Center for Disease Control Prevention (CDC) tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 4 persen remaja berusia 12-19 tahun menderita hipertensi, dan 10 persen lainnya mengalami prehipertensi.

Hipertensi pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor genetik, memiliki riwayat penyakit lain, gaya hidup yang tidak sehat, obesitas, kurang aktivitas fisik, pola makan tidak teratur, istirahat tidak cukup, dan stres (Ewald dan Haldeman, 2016).

Stres merupakan suatu bentuk reaksi tubuh terhadap perubahan yang terjadi pada diri seseorang dengan memberikan respon secara fisik, mental, maupun emosional (Cleveland Clinic, 2015). Stres disebabkan oleh faktor eksternal (suatu kejadian, situasi, dan lingkungan) dan faktor internal (gangguan psikologis yang mempengaruhi ekspektasi, pikiran, dan perasaan seseorang, seperti kecemasan dan ketakutan).

Remaja yang stres biasanya ditandai dengan penurunan semangat dan kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ketika stres, remaja juga cenderung menarik diri terhadap lingkungan sekitar, bersikap apatis, sensitif, mudah merasa takut, putus asa, sedih, marah dan selalu berpikir negatif.

Stres yang sudah parah dapat merujuk kepada perubahan perilaku ke arah negatif, seperti sering bolos sekolah, menyakiti diri sendiri, serta keinginan untuk bunuh diri.

Stres pada remaja umumnya akibat dari kondisi lingkungan di keluarga maupun di sekolah. Tekanan orang tua dan akademis ditambah dengan sifat remaja yang masih labil dan tingkat emosional yang cepat berubah dapat meningkatkan risiko stres berkepanjangan.

Apabila hal ini terus berlanjut akan meningkatkan dampak risiko penyakit mental yang lebih parah atau gangguan kesehatan lainnya, seperti hipertensi.

Stres yang terjadi secara konstan dan terus menerus mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam meningkatkan produksi hormon adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres. Adrenalin berpengaruh terhadap kenaikan denyut jantung dan tekanan darah. Sedangkan, tiroksin selain mempengaruhi denyut jantung, juga menaikkan frekuensi nafas (Subramaniam, 2015).

Faktor risiko hipertensi pada remaja perlu dicegah sejak awal untuk mengurangi dampak negatif di kemudian hari. Pencegahan pada hipertensi pada remaja salah satunya dengan mengelola stres dengan baik seperti, berolahraga secara teratur, istirahat yang cukup, menghindari kafein dan NAPZA, melatih kemampuan relaksasi dan koping praktis, serta selalu berpikir positif.

Peran orang tua juga sangat berpengaruh terhadap pencegahan dan pengelolaan stres pada remaja. Orang tua terkadang tidak menyadari ketika anaknya mengalami stres dan baru mengetahuinya saat kondisinya sudah parah.

Oleh karena itu, tips bagi orang tua untuk mengatasi stres pada anaknya adalah seperti memperhatikan dan mengawasi perilaku negatif pada anak, mengawasi pergaulan anak, selalu mendengarkan dan mengerti keinginan anak, serta selalu memberikan dukungan positif terhadap kegiatan anaknya.

Apabila stres sudah parah, sebaiknya orang tua dapat segera membawa anaknya ke psikolog untuk pertolongan lebih lanjut.


Referensi:

  • World Health Organization. (2019). Hypertension. [Online] Available at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension [Accessed on 28 Oct. 2019].
  • Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. [Online] Available at: https://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf [Accessed on 28 Oct. 2019].
  • Centers for Disease Control and Prevention. (2018). High Blood Pressure During Childhood and Adolescence. [Online] Available at: https://www.cdc.gov/bloodpressure/youth.htm [Accessed on 28 Oct. 2019].
  • Ewald, D.R. and Haldeman, L.A. (2016). Risk Factors in Adolescent Hypertension. Global Pediatric Health; 3(1):1-26. [Online] Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4784559/pdf/10.1177_2333794X15625159.pdf [Accessed on 28 Oct. 2019].
  • Cleveland Clinic. (2015). Stress. [Online] Available at: https://my.clevelandclinic.org/health/articles/11874-stress [Accessed on 29 Oct. 2019].
  • Subramaniam, V. (2015). Hubungan antara Stres dan Tekanan Darah Tinggi pada Mahasiswa. Intisari Sains Medis; 2(1): 4-7. [Online] Available at: https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/viewFile/74/75 [Accessed on 30 Oct. 2019]
  • American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. (2019). Stress Management and Teens. [Online] Available at: https://www.aacap.org/AACAP/Families_and_Youth/Facts_for_Families/FFF-Guide/Helping-Teenagers-With-Stress-066.aspx [Accessed on 30 Oct. 2019].
  • American Psychological Association. (2009). Stress in America: Identifying Signs of Stress in Your Children and Teens. [Online]. Available at: https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2009/sign-stress.pdf

Pengirim: Revonita Priandini / Mahasiswa S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak