Sopir merupakan salah satu profesi yang sudah nggak asing di telinga kita. Baik sopir kendaraan berat seperti truk besar, maupun sopir mobil. Lewat kamus besar Bahasa Jawa Indonesia, sopir adalah istilah lain dari pengemudi, yang mana kini lebih dikenal sebagai driver. Sementara lewat buku Pepak Basa Jawa, sopir memiliki arti tukang nglakokake montor, atau yang mengemudikan motor/kendaraan.
Meski sebenarnya adalah suatu profesi, tetapi dalam percakapan Bahasa Jawa sehari-hari, rupanya ada 4 stigma legend seputar sopir ini yang sukses menghantui dan mampu menjadi jebakan kata lho. Penasaran nggak? Yuk gas kita bahas!
1. Yen ngaso mampir
Menurut Pepak Basa Jawa pada sub-bab Keratabasa, kata sopir merupakan akronim dari frasa yen ngaso mampir, atau terjemahannya menjadi bila sedang istirahat dia mampir.
Makna dari ngaso atau istirahat ini luas ya, entah istirahat dalam perjalanan, istirahat sambil menunggu muatan, atau istirahat sambil ngantri bongkar muatan. Sedangkan mampir merujuk pada mampir ke lokasi entah rest area untuk ngaso tadi, atau pom bensin untuk beli bahan bakar atau toilet, bisa juga rest area sambil nunggu kawannya yang lain.
Fyi, truk-truk besar memang sering konvoi kalau punya tujuan yang sama ya, makanya kerap nunggu kawannya yang lain.
Namun, bagi beberapa orang awam, kalimat ini justru berkonotasi negatif karena dianggap mampir ke tempat-tempat nakal. Yah, semua tergantung pak sopirnya juga ya, nggak bisa disamaratakan.
2. Penggaweane ngombe
Yang kedua ini juga lumayan tricky dan ambigu. Penggaweane ngombe kalau diterjemahkan menjadi kerjaannya minum.
Penggaweane disini berarti kebiasaan si sopir selama bekerja atau dalam perjalanan ke tempat bongkar muatan. Sedangkan kata ngombe ini cukup tricky dan memusingkan juga. Kata ngombe bermakna minum, dan ini juga berarti macam-macam tergantung pendapat masing-masing. Namun kutekankan, bahwa kata minum bagi pak sopir ya artinya minum air ya. Bukan yang aneh-aneh.
Walau frasa ini kerap digunakan untuk menakut-nakuti anak gadis terhadap lelaki berprofesi sopir juga sih. Parah!
3. Mlakune menggak-menggok
Secara harfiah, terjemahannya menjadi jalannya berbelok-belok, atau jalannya selalu belok sana belok sini.
Dalam guyonan dan sindiran sehari-hari, frasa ini digunakan dengan berbagai tujuan yah. Entah menakuti anak gadis terutama agar tidak menikah dengan sopir, bisa juga candaan untuk roasting istri sopir yang masih lugu.
Frasa mlakune menggak-menggok sebenarnya menjelaskan situasi jalan raya yang nggak akan pernah lurus. Jalan dari Surabaya ke Jakarta misalnya, kan nggak mungkin lurus kan? Pasti melewati tikungan, jalan melingkar, naik turun tol, atau mungkin mencari jalan alternatif khusus kendaraan besar.
Namun, nggak jarang frasa ini juga mendeskripsikan sopir nakal yang hobi ‘main’ you know lah. Intinya, tergantung pribadi sopir masing-masing ya.
4. Bojoane akeh
Jika bojo bermakna istri atau suami, maka bojoane lebih ke arah sikap ya. Walau, kata ini terkesan tabu dan memang agak dihindari sih.
Frasa ini merujuk kepada sikap ramah tamah pramuniaga di warung makan terutama, yang pasti menyambut pembeli dengan senyum seraya berkata: dhaharane nopo, Mas? Unjukane nopo? Atau bisa juga Wonten tambahan lintune?
Intinya bertanya mau makan apa, Mas? Minumnya apa? Ada tambahan lainnya? dengan senyuman dan ramah tamah dong ya. Mustahil kalau pramuniaga judes kecuali pembelinya nyebelin haha.
Namun, frasa ini kerap disalahartikan oleh khalayak ramai hingga istri dari pak sopir sendiri. Padahal ada penjelasannya lho. Namun, stigma yang satu ini juga sering dijadikan lelucon atau topik roasting yang dilontarkan oleh sesama kawan satu profesi. Sekaligus menjadi tes untuk mengecek kadar kesabaran ataupun luasnya wawasan bagi orang lain.
So, itulah 4 stigma legend yang disematkan kepada sopir yang terus bergaung hingga sekarang. Untunglah sekarang masyarakat sudah lebih berpikiran luas dan terbuka, sehingga nggak menelan stigma mentah-mentah. Jadi, menurutmu gimana?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.