Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama

Hernawan | Tika Maya Sari
Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama
Personel Banda Neira (Youtube.com/Banda Neira)

Langit dan laut

Dan hal-hal yang tak kita bicarakan

Biar jadi rahasia

Sebagai seorang yang konon tergabung dalam kepribadian introvert khususnya INFJ (setelah melakukan tes di internet), salah satu lagu Banda Neira yang berjudul Langit dan Laut memang mak jleb di hati. Seolah-olah, lagu ini menyindirku yang sok kuat, padahal lagi sedih bahkan patah hati, haha.

Namun, nggak hanya menyindir sok kuat, ada bagian liriknya yang memang kualami sendiri sih. Biar jadi rahasia, menyublim ke udara….

Masih Bersama Rara Sekar

Mengutip dari kanal Youtube Banda Neira, Langit dan Laut adalah salah satu lagu dari album Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti yang dirilis pada tahun 2016 di bawah naungan label Sorge Records.

Album ini masih diisi oleh para personil lama Banda Neira ya. Yakni Ananda Badudu bareng Rara Sekar sebagai penulis lirik, pengisi vokal sekaligus ikut memproduseri album bersama Eky Alkautsar dan Wagiman. Gardika Gigih sebagai pengaransemen dawai dan piano, Suta Suma Pangekshi yang memegang violin, Dwi Ari Ramlan untuk viola, dan Jeremia Kimosabe yang meng-handle cello.

Menyajikan Kontradiksi yang Manis

Langit dan Laut dibuka dengan intro suara debur ombak, baru diiringi oleh petikan-petikan dawai, piano, violin, viola, hingga cello sebelum disusul oleh vokal Ananda Badudu. Sebuah melodi khas Banda Neira, yang syahdu, memikat, tetapi mampu ‘meremukkan’ jiwa.

Lagu ini seolah mengajak kita untuk berkaca, dan mengiyakan bahwa sejatinya janma manusia adalah makhluk yang lemah. Nggak ada istilahnya manusia itu kuat, yang ada hanya mencari waktu untuk melampiaskan segala emosinya. Pun, kebiasaan untuk menyembunyikan segala permasalahan dan emosi yang konon melekat bahkan diiyakan oleh pemilik kepribadian introvert, turut disindir oleh liriknya yang melankolis abis.

Langit dan Laut juga memadukan pesona alam lewat suara debur ombak, dan pengambilan diksi yang saling berkaitan. Langit sendiri adalah elemen dunia yang luas, nggak terbatas. Sekalipun dari bumi hanya tampak bintang, bulan, dan matahari, atau bahkan pesawat dan helikopter yang numpang lewat, nyatanya nggak ada satupun manusia yang tahu batas-batas langit.

Sedangkan Laut sendiri adalah elemen dunia yang paling misterius. Nggak pernah ada yang tahu apa yang disembunyikan oleh laut, maupun berapa batas terdalamnya. Semua itu seolah menjadi majas pembanding antara langit dan laut, dengan isi hati dan pikiran manusia.

Meski begitu, Langit dan Laut juga menghadirkan kontradiksi unik sebagai manifestasi kebiasaan menyembunyikan sesuatu. Lirik hirup dan sesakkan jiwa, nyatanya memang seketika bikin emosi sedih meluap. Bahwasanya, para janma memang nggak akan pernah benar-benar mampu menyembunyikan apapun tanpa tangis di baliknya.

Kebangkitan Memori Tentang Kawan Lama

Harus kuakui, ada segelintir memori yang melekat pada lirik Langit dan laut, ....dan hal-hal yang tak kita bicarakan, biar jadi rahasia, menyublim ke udara, hirup dan sesakkan jiwa.

Sebuah memori tentang seorang kawan yang begitu menginspirasi, bahkan lumayan kukagumi. Nggak hanya dari look-nya yang mencerminkan background disiplinnya saja, tetapi juga memiliki karakter luar biasa dan kerap memberikan kalimat-kalimat support. Dari sekian janma-janma yang kutemui dan bersinggungan denganku, baru dia yang memiliki tulisan tangan sangat mirip denganku.

Alhasil, suatu hari kami pernah memanfaatkan privilege ini. Dia yang lupa meresume materi sejarah, dan aku yang sibuk mencatat tulisan dari papan tulis. Maka, dengan kesadaran dan sedikit adu mulut, kami bertukar buku dan mengerjakan bagian satu sama lain. Bahkan, kawan sekelas kami saja nggak bisa membedakan kedua tulisan tersebut. Ahaha, youth….

Sayangnya, ada beberapa hal yang membuat kami lantas berjalan masing-masing tanpa menoleh. Dan untukku, dia sedikit menorehkan luka yang terkadang muncul ke permukaan.

Jiwa penulisku kala itu, mencatut dirinya ke dalam suatu karya sastra, yang membuatnya kemudian mengatakan: “Apapun itu, disimpan sendiri ya, Tik. Jangan dijadikan sesuatu seperti itu.”

Dan yang kulakukan? Yah, aku menurutinya untuk nggak mencatut apapun tentang dia. Bahkan, karya sastraku saat itu segera kuhilangkan. Walau, rasa kecewaku kambuh saat setelah beberapa waktu berlalu dia masih sempat mengungkit sedikit kenangan itu.

Kalau boleh jujur, aku masih mengingatnya dengan baik. Bahkan aku mencoba menjadi laut yang menenggelamkan memori itu, sebagaimana dia meminta untuk ....dan hal-hal yang tak kita bicarakan, biar jadi rahasia, menyublim ke udara, hirup dan sesakkan jiwa.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak