Berikut ini adalah karakteristik kepemimpinan yang dimiliki oleh calon presiden Joko Widodo atau Jokowi:
1. Traits leadership (sifat dasar, terbentuk sejak kecil)
Sifat kepeimimpinan ini terbentuk sejak usia 7-14 tahun, melekat ke dalam sikap dan perilaku yang kuat, tidak bisa dibuat-buat. Traits yang ada pada pak Jokowi mirip dengan Muhammad Rasullah SAW: jujur, adil, penyayang, sederhana, dan ikhlas dalam mengabdi.
Inilah yang membuatnya dikerubutin masyarakat bawah pada saat blusukan dan dihormati para intelektual yang hatinya bersih dan jujur. Dia tidak terdengar pernah korupsi dan mengerjakan apa yang diucapkan (jujur). Dia justru membela kaum yang lemah seperti yang berada di pasar tradisional, menyiapkan dengan seksama kartu sehat, kartu pintar dan sebagainya sehingga berhasil dengan baik (adil yang proporsional).
Selalu membawa beras dalam kemasan 5 kg dan buku tulis yang diberikan bila bertemu rakyat miskin, melayani dengan intens ketika bicara dengan masyarakat bawah (penyayang). Menggunakan baju putih atau baju sederhana lainnya (anggaran baju seorang Bupati dalam APBD bisa mencapai Rp1 miliar sampai Rp2 miliar per tahun), menggunakan mobil biasa-biasa saja, makan sangat bersahaja dan tidak terdengar memiliki harta yang banyak (sederhana).
Dan semua itu dilakoni sehari-hari selama bertahun-tahun tanpa merasa beban berat dengan sikap gembira, padahal banyak menghadapi kritik dan fitnah (ikhlas)
2. Transformational leadership
Untuk karakteristik kepemimpinan transformasional, ternyata pak Jokowi juga sangat kaya. Kemampuan komunikasi telah dibuktikan dalam memindahkan masyarakat dari tempat kumuh atau pemukiman yang menyalahi peraturan tanpa kekerasan, tetapi kekuatan dialog yang adil dengan prinsip sejajar, baik ketika di Solo atau DKI Jakarta.
Dia sabar mendengar keluhan masyarakat yang mau dipindahkan sampai tecapai kesepakatan. Bahkan, pasar Tanah Abang yang belasan tahun dikuasai “preman tangguh,” luluh menghadapi diplomasi model Jokowi. Keterampilan komunikasi ini juga ditunjukkan dengan kompaknya jajaran Pemda Solo yang pernah dipimpinnya.
Meskipun telah ditinggalkan selama hampir dua tahun, praktis seluruh visi Jokowi tetap dihayati dan diterapkan. Hanya kemampuan komunikasi yang kuatlah yang bisa membangun visi bersama (shared vision). Banyak contoh para menteri yang berbeda persepsi tentang sesuatu, misalnya impor pangan, tanpa bisa diluruskan Menko Ekonomi, bahkan Presiden sekalipun!
Apakah Jokowi pemimpin yang visioner? Jawabnya ya, karena terlihat ketika memimpin Solo selama dua periode dan DKI Jakarta selama 1,5 tahun dia melakukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin dunia yang sukses. Membangun Solo sebagai kota modern tapi berbasis budaya yang kuat dilakukan. Lihatlah di sepanjang Jalan Slamet Riadi yang panjang itu, tersedia Wi-Fi secara gratis, penggunaan teknologi informasi berbasis komputer dan Web yang telah meningkatkan kinerja berbagai aspek pembangunan termasuk transparansi dan akuntabilitasnya.
Lihat juga penyelenggaraan berbagai event budaya yang secara teratur dilakukan (pawai dan pameran batik dll) telah meningkatkan ekonomi kreatif yang pada gilirannya telah meningkatkan PAD Solo lebih dari tiga kali lipat (300 %) dan tentu juga PDB-nya.
Mungkin tingkat pendidikan dan seringnya mondar-mandir keluar negeri urusan ekspor meublenya membentuk Jokowi sebagai pemimpin yang visioner. Dia seorang pengamat dan pembelajar yang baik! Karakteristik kepemimpinan transformasional yang penting lainnya adalah pemberdayaan (empowerment).
Kota Solo mustahil semaju itu dan telah berhasil memperoleh berbagai penghargaan baik nasional dan internasional jika seluruh jajaran Pemda kota Solo bekerja secara “total” (terpadu dan menyeluruh). Inilah hasil dari suatu kemampuan pemberdayaan aparat yang tinggi didukung karakter menginspirasi (inspiring) dan memotivasi yang kuat pula.
Memang untuk DKI kondisi ini belum tampak karena baru dalam tahap memulai (lelang jabatan dsb). Semoga “si Ahok yang cerdik” dapat berperan meneruskan pemberdayaan ini.
3. Ada satu lagi kemampuan Jokowi yang dapat dikatakan hebat, yaitu meningkatkan publisitasnya.
Apakah ini by design apa bukan, tapi nyatanya dengan cepat membuat dirinya cepat populer dan berhasil jadi Gubernur DKI mengalahkan incumbent. Hampir seluruh sikap dan perilakunya mendorong orang ramai-ramai mempublikasikan dirinya, baik di media cetak, media elektronik, bahkan di berbagai media sosial dia dibicarakan dan dibahas.
Tidak perlu beriklan yang banyak mengeluarkan dana seperti tokoh-tokoh lain yang mau populer. Blusukannya, kesederhanaannya, cara berbusananya, cara ngomongnya yang apa adanya dst, semua membuat orang penasaran. Inilah yang disebut dengan marketing public relation yang saat ini berkembang di berbagai perusahaan sukses, seperti Body Shop, Starbucks dll.
Upaya promosi yang ada kalanya disebut below the line telah banyak sukses mengalahkan cara beriklan konvensional.
4. Banyak orang salah, bahkan para pakar yang mengatakan dia cuma populer dan atas dasar kepopuleran belum tentu sukses memimpin Indonesia.
Mereka lupa, yang membuat Jokowi populer adalah karakteristik kepemimpinannya yang nyaris lengkap dan sukses demi sukses yang diraihnya sejak memimpin Solo kemudian DKI Jakarta, meskipun hanya sebentar. Dan karakaristik kepemimpinan itu bersifat universal dan generik. Kalau memiliki karakter yang kuat, memimpin apa saja tinggal sedikit masalah adaptasi saja karena dia pasti bisa mengajak yang dipimpin bekerja dengan standar tinggi dan ikhlas............
Dikirim oleh Darwin Kadarisman, pensiunan dosen IPB dan saat ini dosen tidak tetap di Universitas Brawijaya
Anda memiliki cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]