Baduy adalah suku yang mendiami perkampungan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Terdapat dua perkampungan yang sering dikunjungi oleh wisatawan, yaitu Kampung Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Salah satu yang termasuk ke dalam perkampungan Baduy Dalam adalah Kampung Cibeo, sedangkan Kampung Marenggo merupakan perkampungan Baduy Luar. Kampung Marenggo ini telah menjadi Kampung Wisata Baduy Luar. Banyak wisatawan dari berbagai daerah yang yang sering mengunjungi kampung ini dan akhirnya menginap di sini untuk mengetahui bagaimana cara hidup Suku Baduy Dalam.
Banyak yang terkesima dengan cara hidup mereka yang sangat menjaga alam tempat mereka menggantungkan hidup. Mereka juga menjaga lingkungan perkampungannya dengan baik agar selalu bersih. Apa lagi yang bisa kita pelajari dari Suku Baduy Dalam ini? Berikut lima hal yang bisa kita lihat dari cara mereka menjaga lingkungan.
1. Menjaga Alam Dengan Baik
Untuk menuju Kampung Wisata Marenggo, kamu harus hiking yang dimulai dari Terminal Ciboleger. Hal yang pertama kali terlihat ketika kamu akan memasuki kampung ini adalah air sungainya yang sangat jernih. Ditambah lagi, tidak adanya sampah plastik menjadikan sungai ini semakin bersih dan enak dilihat.
Penggunaan kemasan berbahan plastik yang berlebihan memang dilarang di Kampung Marenggo yang ditinggali Suku Baduy Dalam ini. Para wisatawan yang membawa kemasan berbahan plastik ke kampung ini, harus membawanya kembali ke luar perkampungan ketika akan pulang. Hal ini agar Kampung Wisata Marenggo tidak tercemari oleh sampah-sampah yang membahayakan alam tersebut.
Makanya, saat akan memasuki perkampungan awal Baduy, di gapura Ciboleger bertuliskan “Bawa Kembali Sampah ke Luar Baduy”.
2. Tidak Menggunakan Produk Berbahan Kimia
Untuk memasak, orang Suku Baduy Dalam hanya membumbui masaknnya dengan garam atau gula. Tidak terlalu banyak menambahkan penyedap rasa ataupun bumbu-bumbu lainnya, apalagi bumbu-bumbu tersebut dikemas dengan menggunakan bungkus plastik.
Penggunaan peralatan mandi pun tidak menggunakan sabun, pasta gigi, sampo, dan sejenisnya. Mereka mandi dengan bahan-bahan alami yang bersifat membersihkan dan tentunya tidak mencemari lingkungan, seperti tanaman kecombrang sebagai pengganti sabun dan sampo, serta mengganti sikat gigi dengan sabut kelapa.
Untuk mencuci pakaian, mereka hanya mengucek dan membilasnya saja dengan air sungai. Jadi, tidak ada yang namanya deterjen di sini. Sedangkan, untuk mencuci peralatan rumah tangga cukup menggosoknya dengan menggunakan sabut kelapa dan abu gosok.
Makanya, sungai yang menjadi sumber air utama sangat bersih, tidak tercemar oleh bahan-bahan yang mengandung zat kimia yang dapat mengotori air sungai atau menjadikan rasa dan aroma air menjadi tidak enak untuk dikonsumsi.
3. Memanfaatkan Sumber Daya Alam
Rangka rumah panggung Suku Baduy terbuat dari kayu, lantai dan dindingnya terbuat dari bambu, dan atap yang menaungi rumah tersebut terbuat dari susunan daun kelapa. Semuanya diambil dari hasil alam sekitar.
Bukan hanya rumahnya, tapi peralatan lain juga diambil dari sumber-sumber yang tersedia di alam, seperti tas atau jinjingan yang sering mereka gunakan untuk menyimpan barang terbuat dari akar, batang, dan kulit pohon.
Bahkan, pakaian khas laki-laki dan perempuan Suku Baduy Dalam terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang dan kemudian ditenun menjadi pakaian dan sarung. Pakaian khas laki-laki Suku Baduy bernama Jamang Sangsang, sedangkan untuk perempuan hanya menggunakan baju model kebaya dan kain.
4. Tidak Menggunakan Alat Tranpsortasi dan Teknologi
Itulah kenapa, kamu akan sering melihat orang-orang Suku Baduy Dalam dengan ciri khas baju putih dan sarung loreng hitam ini berjalan di sekitar Banten bahkan sampai ke luar kota, seperti Jakarta. Karena, mereka memang hanya mengandalkan kaki untuk melakukan perjalanan. Tidak digunakannya alat transportasi menjadi aturan hidup yang mereka jalani.
Begitupun dengan alat komunikasi, seperti handphone, mereka dilarang untuk menggunakannya. Bahkan, ketika kamu menginap di rumah Suku Baduy Dalam di Kampung Marenggo, penggunaan kamera tidak diijinkan. Tetapi, mereka tidak menutup diri bagi siapa saja yang ingin berfoto atau membagikan cara hidupnya ketika berada di perkampungan Baduy Luar.
5. Padi Huma Sebagai Makanan Pokok
Bercocok tanam adalah cara utama Suku Baduy untuk memenuhi kebutuhan pangan. Mereka menanam padi huma di ladang. Padi huma berbeda dengan padi sawah, karena tidak membutuhkan pengairan. Padi huma yang mereka hasilkan ini tidak dijual, melainkan disimpan di lumbung padi atau biasa disebut Leuit.
Selain padi huma, mereka juga menanam singkong, pisang, cabai, sayur-sayuran dan tanaman lainnya untuk sebagai sumber pangan tambahan. Cara menanam tanaman ini sama seperti menanam padi huma, yaitu dengan cara berpindah-pindah agar lahan tetap subur.
Walaupun cara membuka lahan dengan cara tebang dan bakar. Tapi hal ini telah mereka pikirkan agar tidak merusak alam. Dan, ternyata sisa-sisa pembakaran ladang tersebut bisa dijadikan pupuk organik yang dipercaya dapat menyuburkan lahan pertanian.
Itulah 5 hal positif yang dapat kamu pelajari dari cara hidup Suku Baduy Dalam. Sebenarnya ada banyak hal yang dapat kamu pelajari dengan mengunjungi atau menginap di Kampung Wisata Marenggo ini. Kamu akan mendapatkan banyak pelajaran hidup yang sangat berharga. Bahkan, banyak wisatawan yang datang dan menginap berkali-kali untuk lebih mengetahui hal-hal positif lainnya yang selalu mereka lakukan.