Pembatalan UN 2020: Keselamatan dan Kesehatan Siswa yang Utama

Tri Apriyani | lmahfud
Pembatalan UN 2020: Keselamatan dan Kesehatan Siswa yang Utama
Ilustrasi ujian nasional / sekolah (pixabay)

Pada Selasa (24/03/2020), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) secara resmi mengumumkan bahwa Ujian Nasional (UN) 2020 dibatalkan. Keputusan tersebut diambil setelah diskusi bersama Presiden Joko Widodo dan berbagai instansi terkait. Keputusan darurat tersebut diambil di tengah perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia yang semakin menuntut kita meningkatkan kewaspadaan.

Kita tahu, saat ini dunia sedang berjuang menghadapi wabah virus corona. COVID-19, oleh WHO bahkan sudah dikatakan sebagai pandemi global. Melansir data Worldmeters, hingga Kamis (02/04/2020), total ada 199 negara sudah terjangkit wabah ini dengan kasus sebanyak 934.245 kasus. Dari total kasus tersebut, jumlah kematian mencapai 46.923 kasus, sedangkan 193.831 orang dinyatakan sembuh (kompas.com, 02/04/2020).

Sementara itu, di Indonesia sendiri, jumlah kasus COVID-19 juga dikabarkan terus bertambah. Hingga Rabu 2 April 2020, terdapat total 1.677 kasus COVID-19 di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, 157 pasien di antaranya meninggal dunia dan 103 pasien dinyatakan sembuh. Dari aspek tingkat kematian, Indonesia bisa dikatakan memiliki tingkat kematian yang begitu tinggi.

Di tengah situasi tersebut, jelas kita mesti bersama-sama memutus rantai penularan atau menekan jumlah kasus COVID-19. Baik pemerintah maupun seluruh elemen masyarakat harus bahu-membahu menangkal penyebaran virus ini.

Pemerintah telah mengambil langkah physical distancing (pembatasan fisik) guna memutus rantai penularan di tengah masyarakat.

Presiden Jokowi mengimbau masyarakat agar belajar di rumah, bekerja di rumah, dan beribadah di rumah. Dalam konteks inilah, pembatalan UN menjadi satu langkah penting untuk mendukung physical distancing guna menekan angka penularan COVID-19.

Keselamatan siswa

COVID-19 menular melalui droplets yang terpercik saat seseorang batuk atau bersin. Percikan ini bisa terhirup oleh orang lain di sekitar orang yang batuk atau bersin tersebut. Percikan tersebut juga bisa menempel di permukaan benda apa pun, terutama dalam jangkauan sekitar 1,5 meter dan orang yang menyentuh permukaan benda tersebut bisa tertular.

Melihat cara penularan tersebut, maka pelaksanaan UN dengan mengumpulkan siswa-siswi dalam jumlah banyak jelas berisiko besar menyebabkan penularan COVID-19. Total ada sekitar 8,3 juta siswa yang akan mengikuti UN 2020.

Oleh karena itu, pembataan UN dilakukan agar tak menjadi arena penyebaran COVID-19 secara besar-besaran. Menjadi berbahaya jika UN tetap dilakukan, sebab akan ada perkumpulan siswa-siswi dalam jumlah banyak. Tentu, dalam proses pendidikan, keselamatan dan keamanan anak-anak kita mesti diutamakan.

Selain demi keselamatan siswa-siswi itu sendiri, langkah ini juga demi melindungi keluarga siswa peserta UN, baik orangtua, saudara, terutama orang-orang yang sudah berumur di lingkungan siswa.

Artinya, dengan melindungi siswa-siswi dari penularan COVID-19, di saat bersamaan itu juga akan menjadi cara melindungi masyarakat secara luas. “Alasan nomor satu, prinsip dasar Kemendikbud adalah yang terpenting keamanan dan kesehatan siswa kita dan keamanan keluarga siswa-siswi dan kakek nenek siswa siswi tersebut,” kata Nadiem (kompas.com, 24/03/2020).

Risiko besar yang mengancam keselamatan dan kesehatan anak dan masyarakat secara luas tersebutlah membuat pembatalan UN menjadi langkah penting yang mesti diambil di tengah pandemi ini.

Maksimalkan belajar dari rumah

Proses pendidikan pada dasarnya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu, di masa-masa darurat COVID-19 ini, proses belajar anak-anak di rumah mesti dimaksimalkan. Libur sekolah bukan berarti berhenti belajar, namun menjadi saat untuk menciptakan proses belajar dalam susana lain yang tetap bermakna bagi siswa.

Rumah harus bisa menjadi tempat belajar yang nyaman dan menyenangkan. Di sini, dibutuhkan sinergi yang baik antara guru dan orangtua sebagai pendamping anak ketika belajar di rumah. Meski belajar di rumah, guru dan orangtua bisa saling berkolaborasi merumuskan proses pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa atau anak-anaknya.

Jika selama ini pembelajaran di kelas cenderung monoton, momen belajar di rumah bisa dimaksimalkan untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Di tengah wabah COVID-19 ini, Mendikbud sudah memberi kelonggaran atau fleksibilitas dalam pelaksanaan belajar dari rumah. Seperti diterangkan dalam Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 tahun 2020, bahwa aktivitas dan tugas pembelajaran bisa bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing anak dengan mempertimbangkan perbedaan akses atau fasilitas belajar di rumah.

Hal ini mesti benar-benar dimaksimalkan, baik oleh guru maupun orangtua untuk berkolaborasi dalam memandu anak atau siswa selama belajar di rumah.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak