Sebagai kota urban, Jakarta menjadi pusat Urbanisasi di Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,07% dan sebagai pusat industri di indonesia, prabrik-pabrik menjamur di berbagai daerah di Jakarta mulai dari pabrik kecil hingga besar.
Pabrik-pabrik tersebut mengeluarkan limbah berupa zat kimia ringan hingg berat. Ditambah lagi dengan kepadatan penduduk yang diiringi meningkatnya pencemaran tanah dan lahan pengolahan limbah yang belum teratur sehingga limbah tersebut menyerap kedalam tanah dan mencemari air tanah.
Tingkat keburukan air yang tinggi membuat rumah tangga mengebor sendiri air sumur mereka. Pabrik dan gedung pun ikut mengebor air sumur mereka secara ilegal demi memenuhi kebutuhan perusahaan, akibatnya permukaan tanah menjadi turun sekian meter pertahunnya.
Pencemaran air tanah
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup kondisi air tanah di DKI Jakarta semester 1 tahun 2018 mengalami pencemaran. Terdapat 42 kecamatan di DKI Jakarta yang kondisi airnya tercemar berat dan sedang dibeberapa kelurahannya.
Kondisi air tanah di DKI Jakarta dikategorikan menjadi empat yaitu baik, tercemar berat, tercemar sedang, dan tercemar ringan. Kategori ini berdasarkan kandungan partikel atau zat-zat kimia yang terdapat di dalam air tanah.
Tercemar berat apabila air mengandung air raksa, helium, zat padat dan zat kimia lainnya sedangkan tercemar sedang hanya beberapa zat kimia yang terdapat didalammnya, dan ringan apabila didalamnya mengandung zat kimia yang bersifat ringan dan dikategorikan kondisi baik apabila tidak terdapat zat kimia yang membahayakan didalamnya.
Secara keseluruhan kondisi air tanah di DKI Jakarta masih dikategorikan tercemar, hanya beberapa kelurahan yang kondisi air tanahnya bisa dikategorikan baik tercatat pada semester 1 tahun 2018.
Penurunan Permukaan Tanah
Eksploitasi air tanah terkhusus didaerah urban dewasa ini terbilang sangatlah besar. Kepadatan penduduk yang selalu meningkat, kebutuhan air yang juga meningkat serta pembangunan infrastruktur secara besar-besaran namun tidak diiringi dengan ketersediaan air tanah yang layak dan bersih menjadi penyebab utama permasalahan air tanah di daerah urban.
Ditambah lagi dengan struktur geologi di daerah urban yang kebanyakan di Indonesia ini adalah batuan sedimen jenis batupasir dan batulempung yang dianggap tidaklah terlalu kuat untuk menahan beban besar sebagai kota besar.
Dari peta penurunan muka tanah DKI Jakarta selama 14 tahun tercatat bahwa:
1. Sebagian besar wilayah Jakarta Utara mengalami penurunan muka tanah sebesar 0,8 hingga 2 meter.
2. Sebagian besar wilayah Jakarta Barat mengalami penurunan muka tanah sebesar 0,4 hingga 1,4 meter.
3. Sebagian besar wilayah Jakarta Timur mengalami penurunan muka tanah 0 hingga 1,4 meter.
4. Sebagian besar wilayah Jakarta Pusat mengalami penurunan muka tanah sebesar 0 hingga 0,08 meter.
5. Sebagian besar wilayah Jakarta Selatan mengalami penurunan muka tanah sebesar 0 hingga 0,04 meter.
Penurunan permukaan tanah tersebut di akibatkan karena pengeboran air tanah yang berlebihan, bahkan kedalaman pengeboran air mencapai ratusan meter. Dalam inspeksi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menemukan 56 gedung memiliki pengambilan air tanah hingga 200 meter yang diantaranya ilegal atau masa izinnya telah habis.
Penduduk DKI Jakarta sebanyak 60% masih menggunakan air yang diambil sendiri. Pengambilan air tanah ini menyebabkan proses kompaksi dimana tanah menyusut akibat kehilangan massa air yang menyebabkan penyusutan tanah dan penurunan muka tanah.
Selain itu, menurut Dr, Heri Andreas pembangunan infrastruktur besar-besaran memiliki pengaruh terhadap penurunan muka tanah sebesar 10% dan ditambah struktur geologi tanah Jakarta sebagian besar adalah batuan sedimen jenis batupasir dan batulempung yang memiliki sifat lunak dan tidak terlalu kuat.
Penanggulangan
Permasalahan air tanah di Provinsi DKI Jakarta sudah sangat kompleks dan sulit untuk dicari cara pencegahannya, namun disisi lain jika tidak ada upaya yang dilakukan maka beberapa tahun kedepan permasalahan air tanah akan semakin parah, bahkan air tanah di Jakarta tidak lagi layak pakai dan cadangannya semakin menipis.
Oleh karena itu, diperlukan langkahlangkah untuk mengurasi resiko pencemaran tanah dan memperlambat laju penurunan muka tanah. Adapun solusi dari permasalahan ini yaitu:
1. Penggunaan Air PAM
Menggalakkan penggunaan Air PAM untuk penduduk DKI Jakarta. Air PAM merupakan sumber air berbayar yang disediakan oleh perusahaan PAM. Air PAM didistribusikan di Jakarta dengan cara menggunakan air dari sumber air perusahaan,
memfilternya, kemudian disalurkan ke bangunan yang berlangganan PAM.
2. Normalisasi
Normalisasi adalah pemulihan permukaan tanah dari polutan dan limbah sehingga tingkat pencemaran menjadi lebih rendah dan penyerapan air ke dalam tanah tidak membawa pulutan yang berbahaya. Pencegahan ini dilakukan dengan cara
menormalisasikan air sungai, selokan, dan situ-situ dari segala sampah, tanaman liar, polutan, dan zat kimia berbahaya lainnya.
3. Perbaikan Pengolahan Limbah
Melakukan pengolhan limbah memang diperlukan untuk mengurangi tingkat pencemaran air, hanya saja diperlukan maksimalisasi pengolahan limbah agar kualitas air tanah membaik.
4. Pembukaan Ruang Terbuka Hijau
Pemerintah harus lebih banyak membuat ruang terbuka hijau untuk menambah lahan resapan air. Pembukaan ruang terbuka hijau juga dapat menignkatkan kualitas air tanah, dan sebagai sarana rekreasi penduduk DKI Jakarta.
5. Penegakkan Aturan
Penegakkan aturan sangat penting untuk mengatur pembuangan limbah dan pengolahan limbah pada sebuah pabrik dan rumah tangga. Menegakkan aturan izin pengambilan air tanah secara legal. Mengevaluasi sanksi dari pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan.