Setelah 75 tahun merdeka, berdasarkan laporan Bank Dunia pada 1 Juli 2020, status Indonesia saat ini telah naik kelas dari negara dengan pendapatan menengah bawah (Lower Middle Income/LMI) menjadi negara berpendapatan menengah atas (Upper Middle Income/UMI).
Hal ini terjadi karena pendapatan nasional bruto (Gross National Income) per kapita di Indonesia telah meningkat dari sebelumnya 3.840 dolar Amerika Serikat menjadi 4.050 dolar Amerika Serikat.
GNI mengukur pendapatan nasional yang hanya dinikmati oleh warganya, sedangkan di dalam Produk Domestik Regional Bruto/PDB masih ada unsur pendapatan warga asing. Jika GNI dibagi dengan jumlah penduduk, maka akhirnya kita memperoleh GNI per kapita, yang menggambarkan tingkat pendapatan kotor rerata penduduk suatu negara.
Pada tahun 2019, Indonesia adalah satu-satunya negara yang naik kelas dari LMI ke UMI. Ada enam negara lagi yang naik kelas: Benin, Nepal, dan Tanzania naik dari LI ke LMI; Mauritius, Nauru, dan Romania dari UMI ke HI.
Sementara itu, negara yang mengalami turun kelas : Aljazair dan Sri Lanka berkebalikan dengan Indonesia, turun dari UMI ke LMI, sedangkan Sudan turun dari LMI ke LI.
Capaian ini menandakan berakhirnya perjalanan panjang Indonesia selama 23 tahun di Lower Middle Income Country (GNI:1.036-4.045 dolar AS) sejak 1995. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia sebenarnya tergolong lamban keluar dari Lower Middle Income.
Data Kemenkeu menunjukkan Brasil hanya perlu 20 tahun, Meksiko 17 tahun, Malaysia 22 tahun, dan Thailand 19 tahun untuk pertama kali mencicipi Upper Middle Income.
Plus Minus Indonesia Naik Kelas
Kenaikan status ini menunjukkan indikator ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir terjaga cukup baik. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar terhadap dolar AS, dan pertumbuhan jumlah penduduk.
Kenaikan status ini dapat berdampak pada daya tawar Indonesia dalam menjalin kerja sama internasional. Posisi sebagai Upper Middle Income memberi kesan Indonesia dapat menjadi calon penyumbang, bukan lagi sebagai langganan penerima bantuan.
Dampak kenaikan status sebagai negara pendapatan menengah atas juga memiliki sisi minus bagi kepentingan Indonesia. Indonesia makin dianggap mampu membayar bunga dengan rate yang lebih mahal, sehingga biaya utang pemerintah bisa jadi lebih mahal, sedangkan kreditur juga akan lebih memprioritaskan negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia. Kedua faktor itu menyebabkan pembiayaan murah yang biasa diandalkan pemerintah jadi semakin terbatas.
Selain itu, sejumlah negara semakin memiliki alasan kuat untuk mencabut fasilitas perdagangan ke Indonesia. Efeknya bisa menyulitkan ekspor yang sudah berat karena perlambatan ekonomi global.
Jika kenaikan kelasnya Indonesia tak disertai perubahan struktur ekonomi, maka Indonesia berpotensi masuk dalam jebakan negara berpendapatan menengah.
Hal ini disebabkan penurunan kontribusi manufaktur (industri pengolahan nonmigas) terhadap PDB atau yang biasa dikenal dengan istilah deindustralisasi terus terjadi dan mengancam penyerapan tenaga kerja, sedangkan Indonesia terlalu cepat masuk ke sektor jasa yang daya dorongnya lebih rapuh.
Pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan dengan sumbangan 19,87 persen dari PDB terus melambat dari 4,27 persen pada triwulan II 2018 menjadi 3,98 persen pada triwulan II 2019 bahkan terkontraksi hingga tumbuh minus 5,74 persen pada triwulan II 2020.
Kenaikan kelas ini merupakan capaian yang hanya memperhitungkan indikator ekonomi sampai 2019, belum menelaah efek perlambatan dan potensi kontraksi ekonomi selama 2020 akibat Covid-19 sehingga kenaikan ini masih bisa terkoreksi lagi.
Seperti kita ketahui bersama, dampak terjadinya pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi sehingga tumbuh minus 5,32 persen.
Hal ini patut menjadi kekhawatiran bersama Indonesia akan kembali turun ke kelompok negara-negara Lower-Middle Income. Hal ini cukup beralasan karena kenaikan kelas bisa dicapai jika pertumbuhan ekonomi bisa konsisten dijaga 5%.
Indikator GNI per kapita yang digunakan sebagai indikator oleh Bank Dunia, tidak mengukur ketimpangan pendapatan (kelompok, golongan, ras, antardaerah), tingkat kesejahteraan rakyat, kualitas hidup masyarakat dan tingkat kebahagiaan warga.
Kenaikan Kelas Indonesia setelah 75 tahun merdeka, menunjukan Indonesia terus berjalan ke arah yang lebih baik menuju ke negara berpenghasilan tinggi dan mengedepankan keadilan sosial bagi rakyatnya. Indonesia memiliki potensi besar dan peluang besar untuk melewati middle income trap, dan bergerak menjadi negara berpenghasilan tinggi.
Negara harus melakukan dan menyediakan berbagai hal, seperti infrastruktur yang efisien, cara kerja yang cepat, kompetitif, dan berorientasi pada hasil, serta membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan produktif dan inovatif, dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi mencetak generasi muda yang produktif dan kompetitif yang selalu berjuang untuk kemanusiaan dan kemajuan Indonesia.
Oleh: Hayu Wuranti / Statistisi Ahli Madya, BPS Provinsi Jawa Tengah