Henri Dunant dan Awal dari Konvensi Jenewa
Tragedi kemanusiaan tidak bisa dihindarkan dalam sepanjang hidup manusia. Hal ini dikarenakan tragedy kemanusiaan bisa timbul secara tidak sengaja maupun disengaja. Manusia merupakan salah satu asset yang sangat berharga dari sejarah. Karena inti dari sejarah adalah manusia itu sendiri. Dalam perkembangan sejarah, banyak kejadian melibatkan manusia, bahkan, semua kejadian membuat manusia terlibat ataupun tidak.
Mulai dari kerja sama, sendiri, ataupun konflik, sudah pasti akan melibatkan manusia. Baik sebagai pelaku maupun korban. Perang, apapun bentuknya itu, menimbulkan banyaknya korban jiwa dan korban materiil. Perang bisa disebut sebagai hal yang tidak pernah berubah.
Bukan dalam artian fisiknya seperti teknologi, inovasi, dan sebagainya, tetapi apa yang disebut dalam perang adalah kerusakan yang ditimbulkan. Dalam buku Henry Dunan yang berjudul “ A Memory of Solferino “ menjelaskan banyaknya hal-hal yang membuat Henry Dunant prihatin oleh yang disebut dengan perang. Perang ini dilakukan oleh Prancis dan Italia (Kerajaan Sardinia) untuk kemerdekaan dari Austria. Dalam perang ini yang paling Henry Dunant khawatirkan adalah banyaknya nyawa manusia yang tidak tertolong yang disebabkan oleh minimnya fasilitas Kesehatan dan minimnya kebersihan pada fasilitas Kesehatan. Selain itu juga hal yang paling dikhawatirkan adalah bagaimana pandangan sosial masa itu yang mempunyai berkepihakan sehingga banyak nyawa manusia yang tidak tertolong. Oleh karena kekhawatiran ini, Henry Dunant menulis hal yang dia lihat dan alami selama perang tersebut, yang akhirnya nanti mempelopori berdirinya palang merah internasional.
Perang Dunia Dua dan Konvensi Jenewa
Perang tidak mengenal antara sipil dan militer, sehingga konvensi ini muncul untuk mendukung sisi kemanusiaan dengan membentuk organisasi yang terlepas dari status negara sebagai pembantu dalam misi kemanusiaan. Sedangkan Perang dunia dua sendiri adalah perang besar yang melibatkan seluruh negara di dunia pada tahun 1939 hingga 1945.
Perang ini sangat dasyat sehingga korban militer dan korban sipil tidak terhitung, belum termasuk dampak dari penyakit dan kelaparan. Perang Dunia Dua sendiri tidak melihat kubu sekutu maupun kubu poros, kedua belah pihak ini melakukan banyak sekali pelanggaran perang dan menimbulkan banyak tragedy kemanusiaan. Perang dalam enam tahun di Perang Dunia Dua memiliki berberapa tragedi dan kejahatan yang sangat khas / terkenal di tahunnya.
Pada awal-awal perang dunia dua yang berkecamuk di Eropa, fokusnya pada ekspansi Jerman keseluruh Eropa, adanya berberapa hal yang perlu digaris bawah, Wehrmacht dan Schutzstaffel, Wehrmacht merupakan satuan tubuh militer Jerman, terdiri atas Angkatan Udara (Luftwaffe), Angkatan laut (Kriegsmarine), dan Angkatan darat (Heer).
Sedangkan Schutzstaffel atau nanti yang dikenal sebagai sebutan SS merupakan pasukan langsung dibawah direksi Adolf Hitler. Dalam perperangan, kejahatan perang yang dilakukan oleh Jerman banyak dilakukan oleh SS daripada oleh Wehrmacht, hal ini disebabkan oleh Wehrmacht diperintah langsung oleh Hitler
setelah gagalnya Stalingrad. Adapun berberapa hal yang dilakukan Jerman dalam kejahatan perang, diantaranya adalah Kamp Konsentrasi, Pemboman Malam, Genosida, dan mengeksekusi orang-orang sipil. Adapun berberapa hal yang menyalahi Konvensi Jenewa dalam perang adalah membunuh tawanan perang, seperti yang dilakukan pada Malmedy, Belgia 1944.
Adapun kamp konsentrasi tersebut yang menyalahi protokol adalah kamp ini ada untuk memperkerjakan orang-orang sipil yang beretnis Yahudi, tawanan Perang, dan juga lawan politik dari Adolf Hitler, hal ini menyalahi mengenai kondisi hidup dari warga sipil dan tahanan. Ada juga dalam medis yang dikenal sebagai sosok orang yang tidak mengenal kemanusiaan, yakni Joseph Mengele, dokter kejam Nazi Jerman yang menggunakan tahanan sipil untuk mengkaji kemurnian ras.
Lalu Jepang, yang terkenal dengan ketidak manusiaan dalam ekspansi Asia Raya, terutama dalam pembantaian orang-orang China, dan juga Asia lainnya, serta perlakuan perang terhadap musuh bukanlah hal yang baru. Jepang bisa dibilang sama halnya dalam melakukan kejahatan perang seperti Jerman, tetapi lebih berfokus pada orang-orang sipil dan tahanan perang, baik ditengah pertempuran, maupun di kamp kerja tahanan perang.
Hal yang paling bisa dijelaskan dalam menjelaskan kejahatan perang yang dilakukan adalah kondisi-kondisi tahanan perang Amerika, Inggris, Australia, dan lainnya di kamp tahanan Jepang, banyaknya wanita penghibur Jepang, Kampetai dalam mengontrol sosial daerah jajahannya, dan yang terkenal unit 731, unit yang suka melakukan eksperimen manusia secara langsung untuk penggunaan senjata kimia, senjata lain, dan anatomi manusia.
Pihak sekutu, mungkin yang paling bisa dilihat adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet. Untuk pihak sekutu, mereka melakukan kejahatan perang mungkin lebih bersifat dalam merusak fasiltias umum dan membunuh Sebagian infrastruktur yang menyebabkan reaksi berantai dalam korban sipil. Untuk Uni Soviet sendiri, mungkin yang paling bisa dilihat adalah penggunaan pasukan Penal Battalion dan Conscript untuk menghabiskan ranjau yang dipasang oleh Jerman dengan cara lari keatas lading ranjau itu sendiri.
Soviet sendiri juga sering memperlakukan partisan, tawanan perang, dan warga sipilpun dengan sesuka hati, sehingga kejahatan manusiapun tidak dapat dihindari. Untuk Amerika Serikat dan Inggris sendiri kejahatan perang yang mereka lakukan adalah melakukan pemboman strategis tetapi dimana korbannya akhirnya lebih banyak dipihak sipil, dengan mengambil contoh pengeboman Dresden, untuk Amerika Serikat, khususnya di Pasifik, hal yang paling terkenal adalah pembakaran Tokyo, Kyoto, dan sebagainya dengan bom api.
Upaya Humanitarian Pasca Perang
Tragedi kemanusiaan yang paling umum adalah setelah perang, seperti kemiskinan, meningkatnya angka kriminalitas, kelaparan dimana-mana, hancurnya infrastruktur dan sebagainya, hingga yang paling parah dalam konteks perang dunia dua adalah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, radiasi dari nuklir ini menyebabkan banyaknya kecacatan lahir, korban meninggal dalam jumlah besar, serta hilangnya sumber daya manusia yang berarti. Oleh karena kerusakan, kejahatan, dan tragedy tersebut.
Konvensi Jenewa ada untuk menanggunglangi kejadian-kejadian dan peristiwa tersebut. Ada berberapa hal yang sangat ril dalam pelaksanaan tersebut, terutama dalam bidang medis dan Kesehatan, serta logistik.
Sekutu waktu menjalani perang, banyak medis menyelamatkan korban sehingga menghindari korban lebih banyak, lalu bantuan makanan dan dana dari negara-negara sekutu untuk negara terjajah, penduduk lokal, maupun bekas negara yang kalah perang itu sendiri.
Untuk mendukung dari kebijakan Konvensi Jenewa, maka pengadilan Nuremberg setelah perang dunia dua berakhir dilakukan untuk mengadili penjahat-penjahat perang, baik dari Poros, maupun berberapa pasukan sekutu yang terlibat dalam pemberontakan, pengkhianatan, ataupun melakukan desersi.
Tetapi yang terpenting dalam pengadilan ini juga adalah penegakan keadilan dan juga niatan kerja sama antara negara-negara yang berhasil selamat dari tragedi perang dunia dua untuk membuat dunia yang lebih baik. Adapun juga bantuan langsung dari sekutu berupa makanan, uang, dan logistik lainnya untuk memperbaiki kelayakan hidup yang hancur akibat perang.
Dalam Perang dunia dua sendiri, tragedy kemanusiaan tidak dapat dihindarkan, seperti pada perang-perang sebelumnya, sehingga perlunya organisasi yang terlepas ikatan negara apapun untuk memberikan situasi dunia yang lebih layak itu penting.
Tetapi walaupun praktik dari Konvensi Jenewa sendiri masih belum sempurna, praktek yang dilakukan perang tetap memberi banyak kerugian daripada keuntungan. Konvensi Jenewa muncul sebagai bentuk justifikasi dan pencegahan agar tidak terjadi tragedi dan kejahatan perang dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka
- Hogg, J., Lea, D., Wills, A., deChampeaux, D., & Holt, R. (1992). The Geneva convention on the treatment of object aliasing. ACM SIGPLAN OOPS Messenger, 3(2), 11-16.
- Dunant, H. (2013). A memory of Solferino. Ravenio Books
- Goldstone, R. J. (2002). Prosecuting rape as a war crime. Case W. Res. J. Int'l L., 34, 277.
- Wright, L. (1948). The Killing of Hostages as a War Crime. Brit. YB Int'l L., 25, 296.
- Alexander, J. C. (2002). On the social construction of moral universals: theHolocaust'from war crime to trauma drama. European journal of social theory, 5(1), 5-85.
- Tanaka, Y. (2017). Hidden horrors: Japanese war crimes in World War II. Rowman & Littlefield.
- Gold, H. (2011). Unit 731: Testimony. Tuttle Publishing.