Urgensi Penguatan Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Tri Apriyani | yudhirafael
Urgensi Penguatan Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Ilustrasi Partisipasi Publik (freepik/yanalya)

Partisipasi publik merupakan suatu prinsip sekaligus dapat dipahami juga sebagai suatu hak yang dimiliki oleh masyarakat. Partisipasi publik dilakukan dengan komunikasi dua arah untuk bisa berkolaborasi dalam mencegah perselisihan dengan menciptakan suatu proses untuk mengatasi masalah sehingga bisa mencapai keputusan-keputusan yang baik dan berguna bagi kepentingan publik.

Berhubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi publik tidak akan lepas dari hak publik yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Beberapa hak tersebut antara lain mengetahui kebenaran isi standar pelayanan, mengawasi pelaksanaan standar pelayanan, mendapatkan advokasi perlindungan pemenuhan pelayanan, mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan.

Selain itu Undang-Undang Pelayanan Publik tersebut juga mengatur mengenai kewajiban publik antara lain mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan, ikut menjaga sarana prasarana dan fasilitas publik, serta berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

Tantangan Penguatan Partisipasi Publik

Dalam penguatan partisipasi publik ini tentu saja memiliki beberapa tantangan yang harus dilewati. Bagi pemerintah tantangan tersebut bisa dilihat dari kurangnya komitmen bagi penyelenggara pelayanan publik dalam melibatkan masyarakat untuk membantu memperbaiki kualitas pelayanan.

Pola pikir dan budaya kerja aparatur yang sering kali tidak berorientasi pada pelayanan juga menjadi hambatan dari tujuan ini. Selain itu, strategi komunikasi yang belum tepat menjadikan masyarakat tidak paham dengan hak dan kewajiban yang dimiliki dalam partisipasi pelayanan publik.

Sedangkan bagi masyarakat sendiri tantangannya yakni tingkat pendidikan, ekonomi, dan kesadaran masyarakat yang cenderung rendah terutama terkait hak-hak yang berhubungan dengan partisipatif. Selain itu, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadikan masyarakat menjadi apatis terhadap pemerintah karena masyarakat sering kali tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan.

Lalu kemudian bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut? Pertama, menerapkan transparansi sistem atau keterbukaan dalam mengenalkan suatu sistem pelayanan publik kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat memahami sistem yang digunakan dalam pelayanan publik sehingga nantinya bisa berpartisipasi dalam sistem tersebut. Kedua, penerapan e-government dengan memanfaatkan berbagai teknologi informasi untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal.

Inovasi penggunaan media juga perlu dilakukan dengan menggunakan teknologi yang terus berkembang. Ketiga, pemberian reward & punishment bagi aparatur yang berprestasi atau yang melanggar standar pelayanan yang ada. Pemberian reward & punishment ini akan memotivasi aparatur lain untuk terus berprestasi dan menghindari penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan kewajiban melayani publik. Berbagai cara tersebut merupakan hal yang bisa ditempuh untuk mewujudkan misi penguatan partisipasi publik di tengah penyelenggaraan pelayanan publik.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak