Aisha Weddings Promosikan Nikah Usia Dini, Putri Gus Dur Angkat Bicara

Tri Apriyani | Usama A Rizal
Aisha Weddings Promosikan Nikah Usia Dini, Putri Gus Dur Angkat Bicara
Koordinator Gusdurian Alissa Wahid (Instagram/@alissa_wahid)

Viral sebuah Wedding Organizer (WO) yang bernama Aisha Weddings, sebuah jasa penyelenggaraan perkawinan sekaligus mempromosikan kawin siri, menikah pada usia dini dan poligami, hal itu membuat Jaringan Gusdurian angkat bicara.

Koordinator Gusdurian, Alissa Wahid menyampaikan tiga pernyataan sikap dalam siaran persnya terkait kejadian tersebut.

Pertama, mendukung sepenuhnya langkah Kemenetrian  Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan tindakan tegas  kepada semua pihak yang mengampanyekan atau menganjurkan pernikahan di bawah umur.

Kedua, mendukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menegakkan  UU Perlindungan Anak (UU No.23 Tahun 2002 dan UU No.35 Tahun 2014) dan UU Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974 dan UU No.16 Tahun 2019.

Ketiga, mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk terus melakukan upaya pencegahan perkawinan anak di seluruh tanah air.

"Kampanye pernikahan dini tersebut juga bertentangan serta mengingkari tujuan agama yakni terciptanya kemaslahatan bersama, termasuk kemaslahatan keluarga dan anak," katanya dalam siaran pers pada Kamis (11/2/2021).

Selain itu, menurut putri Gus Dur tersebut, perkawinan anak berisiko menimbulkan persoalan di tingkat keluarga seperti kemiskinan, konflik, kekerasan dalam keluarga dan, kehancuran keluarga.

"Sehingga tidak akan terwujud kemaslahatan sakinah mawaddah rahmah bagi setiap orang dalam keluarga. Pada akhirnya hal itu akan berujung pada timbulnya berbagai persoalan di tingkat negara dan bangsa seperti Indeks Pembangunan Manusia yang rendah, kualitas warga yang rendah, problem kesehatan masyarakat, angka kematian Ibu dan Bayi, stunting, tingkat pendidikan terutama perempuan, kemiskinan," ujarnya.

Ia berpandangan, peristiwa ini merupakan puncak gunung es yang di belakangnya telah dilatari oleh semakin menguatnya pemahaman keagamaan yang sempit sekaligus dibiarkannya praktik-praktik ultra konservatif dalam beragama yang justru merugikan dan jauh dari tujuan-tujuan agama.

"Hal itu ditambah dengan budaya patriarki yang masih sangat kuat, rendahnya pendidikan, kemudahan mekanisme nikah tak tercatat, dan tingginya tingkat kemiskinan," ungkapnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak