Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang telah dikudeta sejak bulan Februari 2021 lalu oleh militer, kini harus menghadapi hukuman dengan total 33 tahun penjara usai putusan persidangan pada Jumat.
Adanya hukuman selama itu membuat Aung San Suu Kyi terancam menghabiskan sisa masa waktunya di penjara, mengingat usianya yang saat ini adalah 77 tahun.
Hasil putusan terbaru ini terjadi usai perjalanan persidangan kepadanya yang sebelumnya berlangsung selama berbulan-bulan atau sekitar 18 bulan.
BACA JUGA: Sudah Dipecat Sejak September, Pengacara Ungkap Alasan Ferdy Sambo Baru Gugat Jokowi dan Kapolri
Diketahui masa hukuman Aung San Suu Kyi sebelumnya adalah 26 tahun penjara, baru kemudian putusan persidangan terbaru pada Jumat menambahkan hukuman penjara selama 7 tahun, sehingga total masa hukumannya menjadi 33 tahun penjara.
Sementara itu untuk penambahan 7 tahun penjara yang telah diputuskan oleh pengadilan militer terjadi karena Aung San Suu Kyi dituduh bersalah atas lima dakwaan korupsi berkaitan pembelian dan pemeliharaan helikopter yang dianggap telah merugikan negara.
Sementara itu terhadap putusan terbaru ini, seorang sumber hukum yang identitasnya tidak ingin dipublikasikan, mengatakan bahwa tuntutan terhadap Aung San Suu Kyi telah selesai.
"Semua kasusnya telah selesai dan tidak ada lagi tuntutan terhadapnya," katanya seperti dikutip penulis dari AFP via Aljazeera pada Jumat (30/12/2022).
Diketahui sejauh ini total hukuman kepada Aung San Suu Kyi itu didapat atas serangkaian dakwaan berupa kejahatan korupsi, penipuan pemilu, penghasutan publik hingga berkaitan pelanggaran protokol Covid-19.
Perlu diketahui sebelumnya bahwa kudeta militer terjadi sejak Februari 2021 lalu yang menggulingkan kepemimpinan Aung San Suu Kyi dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang telah memenangkan Pemilu pada November 2020 lalu.
Namun begitu, pihak militer yang menganggap adanya kecurangan dari hasil tersebut, secara sepihak mengambil alih pemerintahan, termasuk menangkap Aung San Suu Kyi dan sejumlah pejabat lainnya untuk ditahan.
Akibatnya kudeta oleh militer itu, Myanmar kemudian bergolak yang membuat masyarakat melakukan aksi protes besar-besaran dengan turun ke jalan dan menyebabkan bentrok di berbagai tempat dan membuat jatuh banyak korban jiwa.
Hingga kini sejumlah pihak terus menyoroti perkembangan kondisi Myanmar dan mencari cara agar dapat membantu mengembalikan stabilitas negara tersebut, seperti yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga negara-negara anggota ASEAN.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS