Sejarah Hari Ini: Peristiwa Serangan Udara Pertama TNI-AU

Aulia Hafisa | zahir zahir
Sejarah Hari Ini: Peristiwa Serangan Udara Pertama TNI-AU
Pesawat "Cureng", Salah Satu Pesawat Yang Digunakan Dalam Serangan Udara Pertama AURI Di Tahun 1947 (aviahistoria.com)

Tanggal 27 Juli merupakan salah satu hari yang tentunya cukup bersejarah bagi dunia militer Indonesia, khsususnya bagi TNI-AU. Di tanggal inilah TNI-AU pada 76 tahun yang lalu melakukan serangan udara pertama kalinya dalam sejarah militar angkatan udara Indonesia. Serangan yang juga menjadi bagian dari masa Agresi militer Belanda I ini menjadi salah satu bukti bahwa kekuatan militer Indonesia saat itu masih ada dan kuat.

Peringatan serangan udara pertama kalinya dalam sejarah TNI-AU atau yang dahulu dikenal dengan nama AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) ini juga dikenal dengan peringatan Hari Bakti TNI-AU. Peringatan ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 27 Juli.

Kronologis Jalannya Serangan Udara Pertama AURI

Para Siswa Pelatihan Penerbang Yang Akan Melakukan Serangan Udara Ke Markas Belanda (aviahistoria.com)
Para Siswa Pelatihan Penerbang Yang Akan Melakukan Serangan Udara Ke Markas Belanda (aviahistoria.com)

Seminggu setelah militer Belanda melaksanakan aksi polisionil atau yang dikenal dengan kode Operatie Pelikaan, pihak militer Indonesia berada di posisi yang cukup terdesak akibat serangan dadakan tersebut. Pada saat itu, memang kekuatan militer Indonesia hanya bersenjatakan beberapa senjata peninggalan Jepang, terutama dari kekuatan angkatan udara.

Namun, serangan Belanda yang memang secara kekuatan lebih unggul saat itu berhasil melemahkan kekuatan para pejuang sehingga banyak persenjataan yang rusak atau hancur. Di sisi kekuatan udara, pesawat-pesawat milik AURI yang notabene merupakan peninggalan Jepang dihancurkan yang pada saat itu berada di Lapangan udara Maguwo, Yogyakarta. Hal ini membuat pimpinan AURI pada saat itu geram dan ingin melakukan serangan balasan.

Melansir dari situs aviahistoria.com, terdapat beberapa versi mengenai otak pimpinan dari rencana serangan dadakan ke markas Belanda tersebut. Namun, satu hal yang pasti adalah misi serangan udara ini pada saat itu dianggap sebagai misi bunuh diri. Bagaimana tidak? Penerbang yang tersisa saat itu hanya berstatus sebagai siswa yang minim jam terbang. Namun, para penerbang yang tersisa tersebut justru sangat ingin menyerang balik dan bahkan beberapa diantara mereka mengajukan diri secara sukarela.

Akhirnya, terpilihlah 4 penerbang beserta 3 pendamping yang akan melakukan misi serangan. Keempat penerbang dan 3 pendamping tersebut adalah Mulyono, Bambang Saptoadji, Soetardjo Sigit, Suharnoko Harbani, Dulrakhman, Sutarjo dan Kaput. Mereka berencana melakukan serangan dengan 4 pesawat, yakni 1 uni pesawat Mitsubishi Ki-51 atau yang dikenal dengan nama “Guntei”, 2 pesawat latih “Cureng” dan 1 pesawat tempur Hayabusha.

Perlu diketahui hanya Guntei dan Hayabusha saja yang memang didesain sebagain pesawat tempur murni, sedangkan 2 pesawat “Cureng” yang digunakan ini merupakan pesawat latih yang tidak dilengkapi sistem senjata. Namun, pada saat itu pada akhirnya kedua pesawat latih tersebut dimodifikasi seadanya guna melakukan serangan dengan menggunakan bom yang ada.

Tepat pada dini hari tanggal 29 Juli 1947, pesawat Hayabusha yang sejatinya akan dipiloti oleh Bambang Saptoadji mengalami kerusakan mesin dan tidak dapat terbang. Hal ini membuat serangan hanya dilakukan dengan 3 pesawat saja. Tepat menjelang subuh, misi mulai dilakukan dengan sasaran di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Singkat cerita, misi tersebut berhasil dijalankan meskipun tingkat kesuksesan misi tersebut kurang begitu diketahui. Akan tetapi, dengan adanya misi serangan ini memberikan suntikan moral kepada para pejuang dan sekaligus menandakan bahwa kekuatan Indonesia secara militer masih kuat untuk melakukan serangan ke Belanda.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak