Menelisik Menu Ketupat dan Buras Saat Momen Lebaran di Tanah Mandar

Haqia Ramadhani | Budi Prathama
Menelisik Menu Ketupat dan Buras Saat Momen Lebaran di Tanah Mandar
Ilustrasi makanan ketupat. (Instagram/@mrs_caprian)

Lebaran atau hari raya Idul Fitri adalah momen yang paling banyak ditunggu-tunggu umat muslim, setelah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. 

Di momen ini, terdapat budaya dan makanan khas yang tersaji untuk menemani di hari kemenangan. Salah satu menu makanan yang cukup populer saat Idul Fitri, yakni makanan ketupat maupun buras (burasa'). 

Makanan ketupat menjadi salah satu menu andalan saat perayaan hari lebaran. Bahkan lebaran selalu diidentikkan dengan simbol atau gambar ketupat. Bagaimana tidak? Ketupat memang menjadi menu yang sangat laris disantap saat dul Fitri. 

Makanan  yang terbuat dari beras ini dibungkus dengan ayaman janur kuning. Biasa disajikan dengan beragam menu, terutama opor ayam. 

Melansir dari laman nuonline.id, H.J de Graaf mengatakan, kalau ketupat menjadi lambang perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah pada abad ke-15.

Bungkus ketupat dari janur digunakan untuk mencerminkan identitas masyarakat pesisir yang kaya akan pohon kelapa atau nyiur.  

Makanan khas masyarakat pesisir yang dibungkus janur tersebut mendorong Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Islam. Hingga akhirnya, ketupat semakin dikenal  sebagai simbol perayaan lebaran. 

Ketupat dan Buras menjadi makanan khas saat lebaran di Tanah Mandar

Lambat laun, simbol ketupat sebagai makanan khas lebaran juga merembet ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Tanah Mandar (Sulawesi Barat). 

Di Tanah Mandar, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, masih memiliki budaya secara turun temurun saat perayaan hari raya lebaran. Terlebih menu makanan yang disajikan seperti ketupat dan buras, bahkan gogos. 

Tiga menu makanan ini, seakan tak pernah absen ada di hari lebaran, baik hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. 

Di balik menu makanan ini sebagai santapan hari raya, sebenarnya justru dijadikan pelengkap dalam tradisi "mambaca" atau "mabbaca-baca". Tradisi itu masih kental dilakoni masyarakat Mandar usai melaksanakan hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. 

Bahkan terkesan kurang afdol menyantap berbagai makanan ketika lebaran sebelum melakukan kegiatan “mambaca.” "Mambaca" adalah ritual membacakan doa sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT, dihadapan hidangan seperti buras, ketupat, gogos, pisang, dan menu pelengkap lainnya.

Dalam tradisi ini di Tanah Mandar, imam kampung atau orang yang dituangkan akan diundang untuk membacakan doa sebelum menyantap makanan saat lebaran. Selain sebagai ucapan rasa syukur, "mambaca" juga menjadi ajang silaturrahmi antar warga. 

Nah, itulah sedikit gambaran mengenai tradisi dan menu makanan saat hari raya lebaran di Tanah Mandar, utamanya di kampung saya di Desa Todang-Todang, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. 

Kalau di daerah kamu, seperti apa sih budaya dan menu makanan saat hari raya lebaran? 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak