Di tengah semua sorotan terhadap Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, ada satu hal yang bikin jagat maya auto heboh: jejak digitalnya.
Sebuah potongan video lama yang menunjukkan Purbaya "menghajar" habis-habisan lembaga keuangan dunia, IMF, kini kembali viral.
Pernyataannya yang super pedas, menyebut IMF "bodoh" dan dirinya "lebih pintar", sontak jadi perbincangan.
Ini bukan lagi soal optimis, tapi sudah level sesumbar yang bikin banyak orang bertanya, "Gimana nasib hubungan kita sama lembaga keuangan global nanti?"
Momen Saat Purbaya Nyeplos: "IMF Bodoh, Mereka Lebih Bodoh dari Saya"
Jejak digital paling panas ini datang dari acara CNBC Investment Forum pada Mei 2025 lalu. Saat itu, Purbaya yang masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS, dengan sangat percaya diri meremehkan kredibilitas IMF di hadapan publik.
"Kalau saya gak percaya IMF. Menurut saya IMF bodoh, kalau enggak percaya kita lihat track record-nya," kata Purbaya dalam video yang kini viral itu.
Kalau kamu pikir dia bakal berhenti di situ, kamu salah. Ia menutup argumennya dengan sebuah kalimat yang sangat menohok dan personal.
"Nanti anda bilang si Purbaya ini wah sentimen sama... multilateral organization... Yang pertama memang gak percaya mereka karena kayaknya mereka lebih bodoh dari saya," tegasnya.
Bukan Cuma Sekali, Pernah Bilang 'Saya Lebih Tahu' ke Media Internasional
Ternyata, "serangan" terhadap IMF ini bukan cuma sekali. Pada 10 September 2025, kantor berita internasional sekelas Reuters juga pernah mengutip pernyataan serupa dari Purbaya.
“Don’t believe the IMF. If you want economic prediction, ask me. I know better” (Jangan percaya IMF. Jika Anda ingin prediksi ekonomi, tanya saya. Saya lebih tahu), tegasnya saat itu.
Dua momen ini menunjukkan bahwa pandangannya yang super kritis (atau arogan, tergantung sudut pandangmu) terhadap IMF ini bukan sekadar salah ucap, tapi memang sebuah keyakinan.
Jadi, Apa Sih yang Bikin Dia Segeram Ini sama IMF?
Hujatan Purbaya ini ternyata bukan tanpa dasar. Ia menggunakan data sejarah sebagai "senjata"-nya. Ia mencontohkan, pada krisis keuangan global tahun 2009, IMF meramalkan ekonomi Indonesia cuma akan tumbuh 2,5%. Tapi faktanya? Kita berhasil tumbuh jauh lebih tinggi, yaitu 4,6%.
Baginya, ini adalah bukti bahwa IMF sering kali gagal paham fundamental ekonomi Indonesia.
"Kalau kita berdiri di atas kaki kita sendiri harusnya lebih bagus," katanya.
Ironi Terbesar: Dulu Musuh, Sekarang Jadi Rekan Kerja
Nah, di sinilah letak ironi terbesarnya. Dulu, Purbaya bisa dengan bebas "menghajar" IMF dari posisinya sebagai pengamat atau pimpinan LPS.
Tapi sekarang? Posisinya sudah berubah total. Ia adalah Menteri Keuangan Indonesia, negara anggota G20 yang mau tidak mau harus berinteraksi dan bekerja sama dengan lembaga seperti IMF dan Bank Dunia.
Jejak digitalnya ini kini menjadi sebuah dilema. Di satu sisi, ini membangun citra seorang pemimpin yang nasionalis dan tidak mudah didikte asing. Tapi di sisi lain, ini bisa jadi "batu sandungan" diplomatik yang serius.
Bagaimana ia akan duduk satu meja dan bernegosiasi dengan para petinggi IMF yang pernah ia sebut "lebih bodoh" darinya?
Publik kini menanti, apakah Purbaya akan mempertahankan gaya "koboi"-nya, atau ia akan melunakkan nadanya setelah resmi menjadi salah satu bendahara negara paling berpengaruh di dunia?