Berkarya tapi Kesepian? Kei Kurnia Hadirkan Tukar Akar sebagai Harapan

Hayuning Ratri Hapsari | Krista Noventi Deananda
Berkarya tapi Kesepian? Kei Kurnia Hadirkan Tukar Akar sebagai Harapan
Kei Kurnia adalah Pendiri Komunitas Tukar Akar (Dok: Pribadi/Krista Noventi Deananda)

Kei Kurnia (28) merasa prihatin ketika ruang sastra tempatnya menuangkan segala rasa kini semakin langka. Keresahan ini muncul ketika ia mengikuti acara membaca puisi. Sebagian besar pesertanya adalah orang tua dan lansia.

Pengalaman itu tidak membuatnya merasa sendirian, tetapi justru membulatkan tekadnya. Ia ingin menyediakan tempat khusus untuk anak muda agar bisa berkarya dan mengapresiasi sastra mereka. Oleh karena itu, Kei mendirikan Komunitas Tukar Akar sebagai obat kesepian yang selama ini ia rindukan.

“Kehadiran ruang sastra seperti Tukar Akar sangat penting karena dengan komunitas ini aku dapat menyatukan orang-orang yang sefrekuensi dan memiliki minat yang sama,” ucap Kei.

Adanya Tukar Akar dapat mempermudah anak muda pecinta sastra untuk saling belajar, membangun koneksi, memberikan evaluasi, dan berbagi saran. Kei menambahkan bahwa sebelum Tukar Akar berdiri, berkarya sastra terasa seperti jalan yang sepi. Hal ini dikarenakan tidak banyak orang yang menggeluti bidang ini. 

Kurangnya ruang sastra yang bisa menjadi tempat untuk berbagi dan mendiskusikan hasil karya, mendukung niat Kei untuk mendirikan Tukar Akar sebagai ruang untuk mendengarkan dan mengapresiasi karya teman-teman.

Karya itu dapat berupa puisi, novel, maupun jenis karya sastra lainnya. Secara garis besar, tujuan utama Tukar Akar adalah mewadahi anak muda agar dapat belajar, menghargai, dan bertumbuh dalam dunia sastra.

Tantangan Besar di Awal Mula Berdirinya Tukar Akar

(Dok: Pribadi/Krista Noventi Deananda)
(Dok: Pribadi/Krista Noventi Deananda)

Awal pendirian Tukar Akar dihadapkan pada tantangan besar, yaitu memperoleh kepercayaan publik sebagai komunitas yang berfokus pada bidang sastra. 

“Tantangan ini semakin terasa karena aku dan teman-teman pendiri lainnya tidak memiliki latar belakang pendidikan sastra secara formal, meskipun kami punya kecintaan dan minat yang mendalam terhadap sastra," ucap Kei. 

Untuk mengatasi hal ini, Kei dan teman-temannya memulai upaya pengenalan komunitas dari lingkaran terdekat yang mereka miliki. Strategi ini digunakan untuk memperkenalkan Tukar Akar sebagai wadah yang terbuka lebar bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang pendidikan atau profesi.

Dalam komunitas Tukar Akar, Kei dan rekan-rekannya bersinergi untuk terlibat secara aktif dan produktif. Komunitas ini menjunjung tinggi kesetaraan ruang berkarya, di mana semua elemen baik pengurus maupun anggota biasa memiliki kesempatan yang sama untuk mengekspresikan dan mengkreasikan gaya kreatif mereka. Oleh karena itu, Tukar Akar sangat terbuka terhadap setiap masukan dan memanfaatkan berbagai media yang diusulkan oleh anggota inti untuk memastikan komunitas ini terus produktif dan menghasilkan karya.

Untuk menjaga denyut literasi komunitas, Kei menginisiasi sebuah program unggulan yaitu Forum Sastra yang diadakan rutin sebulan sekali. Forum sastra ini adalah ruang diskusi terbuka, tempat semua orang bisa berbagi pandangan tentang isu, tokoh, dan segala hal yang berhubungan dengan sastra. 

Karena sifatnya yang terbuka, setiap peserta bebas menyampaikan pendapat atau sudut pandang mereka terkait tema yang dibawakan oleh pemantik, sehingga tercipta suasana diskusi yang aktif dan hidup.

Tak hanya Forum Sastra, Tukar Akar juga memiliki agenda tahunan yang unik, yaitu ngabuburit selama Ramadhan. Kegiatan ini berupa membaca buku bersama sebagai wadah produktif untuk bertukar wawasan menjelang berbuka. 

"Dampak program sangat bergantung pada individu. Program sebesar atau semewah apapun, tidak akan berdampak jika tidak direfleksikan dan diimplementasikan dalam karya pribadi. Sebaliknya, program sederhana yang esensinya dapat diserap justru berpotensi memberikan dampak besar bagi pengembangan diri," ucap Kei.

Ia menekankan bahwa kunci keberhasilan program terletak pada penyerapan dan implementasi pribadi, bukan kemewahan acara semata.

Kei Kurnia juga mengatakan saat ini perkembangan dunia digital membawa dampak ganda bagi Komunitas Tukar Akar. Menurut Kei, Lentera itu terwujud melalui karya-karya sastra dan literatur. 

"Seperti dua sisi mata uang, ada dampak positif dan negatif. Namun, di tengah tantangan ini, aku berharap komunitas Tukar Akar dapat terus menjadi lentera yang mencerahkan para anggotanya dan orang-orang luar yang mengikuti kegiatannya," ujarnya.

Landasan Filosofis: Sastra Melawan Arus Instan

(Dok: Pribadi/Nicholas Axel)
(Dok: Pribadi/Nicholas Axel)

Teringat ucapan Dr. Karlina Supelli, seorang Filsuf wanita pertama di Indonesia, Ia tergerak untuk mencari solusi dan menciptakan ruang baru sebagai tempat berdiskusi. 

"Sastra mampu mengasah akal budi, nurani, dan empati. Melalui karya sastra, seseorang dapat mengetahui dan mengembara ke dunia yang diimajinasikan oleh penulis dan membuka kemungkinan-kemungkinan yang dianggap mustahil," tambahnya. 

Di Tengah gempuran media sosial yang serba cepat, dinamis, dan reaktif, orang cenderung diajak untuk berpikir instan dan mudah bereaksi terhadap fenomena sosial. Melalui karya sastra atau kegiatan-kegiatan berbasis kesastraan, Kei menjelaskan bahwa anggota komunitas di era digital diajak untuk melambat.

"Kami mendorong mereka untuk menikmati dunia yang serba digital dengan cara yang berbeda, yaitu dengan membuka buku terutama buku fisik. Menjauh sejenak dari riuhnya media sosial, dan menemukan diri mereka melalui karya-karya sastra," jelas Kei. 

Pada akhirnya, Kei menyimpulkan bahwa seseorang akhirnya bisa perlahan menikmati karya sastra, mulai dari cerita pendek, novel, hingga puisi. Mereka tidak hanya sekedar mengimajinasikan kisah baru dan mengembara ke dunia asing. Lebih dari itu, mereka juga menemukan cerminan cerita-cerita yang sangat dekat dengan kehidupan mereka sendiri. 

Melalui proses yang sedang berjalan di Tukar Akar, lentera sastra terus menyala dengan mencerahkan akal budi, nurani, dan empati, sekaligus menjadi jembatan bagi setiap individu untuk lebih memahami dirinya di tengah riuhnya dunia digital.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak