Malaikat Penjaga Kubur

Tri Apriyani | Eko Saputra
Malaikat Penjaga Kubur
Ilustrasi kuburan (pixabay)

Purnama sempurna di langit. Bercengkerama dengan bintang-gemintang. Angin malam bertiup lembut. Daun-daun menari kecil. Suara katak berpacu menghiasi suasana malam yang damai. Orang-orang tidur nyenyak di dalam rumah yang nyaman. Malam ini, seperti malam biasanya, seluruh alam berbahagia. Kecuali satu, di pemakaman itu.

Simaklah baik-baik, akan terdengar suara tangis. Tangisan yang lirih, namun dalam. Kesedihan itu berasal dari salah satu makam. Di atasnya—di dekat batu nisan–duduk sesosok makhluk. Ia menangis tersedu sedan. Makhluk itu tak lain ialah Malaikat Penjaga Kubur. Makhluk bersayap itu kesepian, sendirian. Tak ada siapa-siapa. Kuburan sunyi. Tak ada orang mati. Tak ada yang bisa ditanyai. Ia sungguh tidak suka pada perubahan yang terjadi tahun-tahun belakangan.

*

Akhir-akhir ini, dunia berubah banyak. Orang-orang mulai sadar akan kesehatan. Tidak lagi merokok dan meminum minuman keras. Tidak menggunakan narkoba. Mulai rajin berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi. Dan senantiasa menjaga pikiran agar tetap waras. Tubuh mereka menjadi sehat. Harapan hidup lebih panjang.

Para pemimpin sadar akan tugasnya. Tak ada yang korupsi, tak ada makan gaji buta. Kekayaan negara dikelola dengan baik. Kebutuhan masyarakat terpenuhi. Rakyat sejahtera. Tak ada lagi cerita yang kelaparan, yang tak sanggup membayar pengobatan, yang berdarah-darah karena unjuk rasa. Tak ada lagi. Pemuka agama pun makin pandai menuntun umatnya ke jalan Tuhan. Tak ada lagi tindak kejahatan.

Tak terlihat pencurian, pun pembunuhan.

Perubahan dunia yang semakin baik ini begitu dicintai setiap orang. Bersama-sama seluruh penduduk bumi menjaga kedamaian yang ada. Namun, semua kesejahteraan itu, juga menunjukkan satu hal—satu saja; menurunnya angka kematian. Hal itulah yang menjadi sebab bagi tangisan Malaikat Penjaga Kubur.


Dia rindu masa lalunya, hari-hari yang sibuk. Pada masa itu, hampir setiap hari ia lembur, orang-orang mati tiap jam. Dia senang mendengar cerita para jenazah. Ada yang mati dibunuh, ada yang bunuh diri. Ada yang salah tembak, ada yang salah kena hukum. Ada yang mati kelaparan, ada yang kecelakaan. Ada yang mati karena sakit, ada pula yang memang sudah renta.

Banyak. Tapi itu dulu. Kini, tidak lagi. Hanya sunyi. Dan hidup yang sendiri. Malaikat Penjaga Kubur juga rindu pada rekan kerjanya yang pindah divisi, membantu pekerjaan Malaikat Pencatat Amal Baik.

Bertahun-tahun Malaikat Penjaga Kubur kesepian. Tak ada tempat untuk berbagi. Ia depresi. Lalu mencoba bunuh diri. Tapi sial, ia tak bisa mati. Malaikat Pencabut Nyawa tidak mau mengambil nyawanya. Tuhan belum dapat malaikat pengganti, katanya. Malaikat Penjaga Kubur makin depresi.

*

Hingga suatu hari, Malaikat Penjaga Kubur kedatangan tamu, seorang pemuda yang baru saja mati.

Oh, Tuhan, apakah ini mimpi? Akhirnya, aku tidak sendirian lagi. Senang bukan main Malaikat Penjaga Kubur kedatangan teman baru.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa mati?" Malaikat bertanya.

"Bunuh diri,” Jawab jenazah baru itu.

"Bunuh diri?" Malaikat terkejut. "Bukankah itu perbuatan dosa?"

"Ya, mau bagaimana lagi. Aku ingin mati, tapi tak ada yang mau membunuhku."

"Setahuku dunia semakin baik. Apa alasanmu ingin mati?"


“Aku cuma mau menemanimu di sini."


Malaikat Penjaga Kubur bertanya banyak hal kepada pemuda yang baru mati itu.

"Apa dunia saat ini sedang dalam masa terbaiknya?"

"Kudengar begitu," jawab si almarhum pemuda. "Orang-orang penting yang sering muncul di televisi mengatakannya. Media pun berpendapat yang sama, padahal dulu mereka selalu bertentangan.”

"Oh, begitu."

"Tapi aku tidak suka dunia seperti ini. Apa yang akan terjadi besok bahkan setahun mendatang bisa diprediksi. Tak ada tantangannya. Hidup yang membosankan."

"Itulah mengapa kau ingin mati?"

"Bukan, aku mati karena mau menemanimu di sini. Kan sudah kukatakan tadi."

"Seumur hidup, aku tak pernah berjumpa orang aneh sepertimu."

"Aku bukan orang, sudah jadi mayat. Yang aneh itu kau, Malaikat kok kesepian."

"Tak ada salahnya kan? Tidak melanggar perintah Tuhan."

"Benar juga. Oh iya, bukannya Malaikat Penjaga Kubur ada dua? Guru agama kami bilang begitu sewaktu sekolah."

"Ya, tapi itu dulu. Seperti katamu, dunia sudah berubah. Orang baik terlampau banyak. Malaikat Pencatat Amal Baik kewalahan menulis amal-amal mereka. Tuhan tidak tega, jadinya Malaikat Pencatat Amal Buruk pun beralih tugas jadi Pencatat Amal Baik."

"Terus?"

"Terus, karena kebaikan meningkat seiring waktu, dua malaikat itu juga kewalahan. Tuhan lagi-lagi meminta bantuan malaikat lain; Malaikat Pencabut Nyawa, Malaikat Peniup Sangkakala, Malaikat Penjaga Surga dan Neraka, termasuk juga Malaikat Penjaga Kubur temanku itu. Tinggallah aku sendiri di sini menunggu orang mati."

"Kenapa kamu tidak ikut membantu seperti mereka?"

"Tuhan tidak minta bantuanku."

"Kenapa?"

"Mana aku tahu, mungkin dendam masa lalu. Dibiarkannya aku sendirian di sini."

"Jadi begitu rupanya,” almarhum pemuda itu mengangguk-angguk.

"Sekarang aku yang bertanya," kata Malaikat Penjaga Kubur, "Pakai apa kau bunuh diri?"

"Pisau dapur. Aku menggorok leherku sendiri"

"Mengerikan sekali. Tak ada cara yang lebih mudah? Pistol misalnya?"

"Pistol dan senjata api lainnya tidak diproduksi lagi. Sekarang kalau mau lihat, cuma ada di museum."

"Oh, begitu. Tak ada yang menolongmu sebelum kau mati?"

"Tak ada, aku di rumah sendirian."

"Siapa yang menemukan mayatmu?"

"Tetangga, dia mencium bau busuk. Aku rasa saat itu sudah berhari-hari kematianku."

"Memang menjijikkan. Kira-kira, apa ya tanggapan masyarakat atas kematianmu?"

"Aku yakin semua orang mengutukku. Bagi mereka membunuh diri sendiri itu tindakan bodoh dan pengecut. Pun dosa yang sangat besar. Layak dijilat api neraka."

"Tanggapanku sama seperti mereka."

"Berarti aku bakal masuk neraka?"

"Aku yakin begitu, tapi bukan malaikat dan manusia yang menentukan. Itu hak Tuhan."

"Menurutmu, Tuhan pilih yang mana?"

"Berdasarkan teori, seharusnya kau ditempatkan di neraka. Tapi pengalaman menunjukkan bahwa keputusan Tuhan sukar ditebak."

"Begitu rupanya."

"Ya, jadi kau tunggu saja kalau hari sudah kiamat. Kemudian ketika seluruh makhluk dari seluruh zaman dibangkitkan. Nanti kau akan tahu di mana tempat tinggalmu, surga atau neraka."

"Baik, akan kutunggu. Berapa lama itu?"

"Karena orang baik sangat banyak, sepertinya masih lama lagi."

"Tak masalah, setidaknya kita bisa berbincang lebih panjang."

"Benar," Malaikat Penjaga Kubur tersenyum. Ia sungguh bahagia punya teman baru.

*

Lama. Lama sekali. Ketika akhirnya hari penentuan itu tiba, si pemuda yang bunuh diri itu terkejut mendapati dirinya ada di surga. Dengan heran ia bertanya pada Tuhan.

"Oh, Tuhan. Aku mau tahu mengapa Kau masukkan aku ke dalam surga. Sedangkan di dunia aku tak pernah beramal baik, tak memberi manfaat bagi sesama, mati membunuh diri sendiri, dan aku yakin semua makhluk di bumi melaknatku. Mengapa Kau masukkan aku ke surga?"

Tuhan pun menjawab, "Malaikat Penjaga Kubur memohon agar kau masuk surga. Doa malaikat mustahil ditolak."


****

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak