Menyambut Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang ditetapkan setiap tanggal 25 November, ada baiknya kita kembali menggaungkan kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius dan butuh penanganan nyata dari negara.
Disadur dari komnasperempuan.go.id pada Rabu (24/11/21), Komnas Perempuan akan menggelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mulai dari 25 November 2021 dan akan ditutup pada Hari HAM Internasional 10 Desember 2021. Dalam kampanye ini, Komnas Perempuan mengusung tema “Dukung Korban, Dukung Penghapusan Kekerasan Seksual: Gerak Bersama, Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban.”
Mengapa 25 November diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan?
Dilansir melalui komnasperempuan.go.id, tanggal 25 November merupakan bentuk penghormatan atas meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva & Maria Teresa) pada tanggal yang sama di tahun 1960. Kejahatan HAM tersebut terjadi akibat pembunuhan keji yang dilakukan oleh kaki tangan pengusasa diktator Republik Dominika pada waktu itu, yaitu Rafael Trujillo.
25 November juga sekaligus menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis jender. Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dideklarasikan pada tahun 1981 di dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.
Kita tidak bisa menutup mata, masih banyak perempuan yang tidak menyadari dan bahkan dalam posisi ketakutan, mereka sebenarnya sedang dalam posisi mengalami tindak kekerasan. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kesadaran para perempuan, simak 4 cara untuk mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan.
1. Ajari anak sejak dini untuk menjaga diri dengan baik dan menghormati orang lain
7 tahun lalu, melalui kanal youtube Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) merilis video edukatif tentang "Kisah Si Aksa" untuk anak laki-laki dan "Kisah Si Geni" untuk anak perempuan. Video animasi tersebut mengedukasi kepada anak-anak, siapa saja yang boleh menyentuh tubuh mereka. Bagian tubuh mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain, bahkan anggota keluarga sekali pun.
Selain itu, orang tua maupun para guru juga sebisa mungkin dapat mengkomunikasikan penyebutan bagian tubuh maupun alat genital yang tepat dan disesuaikan dengan usia anak. Jangan lupa pula, para orangtua untuk mengajarkan dan memberikan teladan bahwa jika ingin diperlakukan dengan baik, maka hormatilah dan berperilakulah dengan baik terhadap orang lain. Ibarat pepatah yang mengatakan "Siapa yang menabur benih, makan dia akan menuainya."
Di sisi lain, anak-anak juga perlu diberitahukan bahwa kekerasan bukanlah suatu cara untuk menangani persoalan. Terlebih lagi kepada anak laki-laki bahwa adanya pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama dan kepercayaan, yang cenderung menafsirkan secara keliru, sehingga menimbulkan anggapan bahwa laki-laki menguasai perempuan. Juga peniruan, di mana anak laki-laki yang hidup bersama ayahnya yang pemukul, biasanya akan meniru ayahnya (Jurnal Academica Untad, Vol 1, 2009).
2. Cari tahu dan cermati aturan anti-kekerasan di tempat kerja, institusi pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dan fasilitas umum
Di minggu akhir bulan Oktober 2021, publik sempat diramaikan pro-kontra terkait aturan anti kekerasan seksual di kampus. Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, menurut Mas Menterinya di dalam diskusi daring pada 12 November lalu, Nadiem Makarim, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan.
Pertama, maraknya kekerasan seksual di kampus yang jarang diungkap. Kedua, kekerasan seksual sulit dibuktikan, tetapi bisa menyebabkan trauma seumur hidup. Ketiga, kekosongan hukum penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Alasan lainnya juga, ada beberapa keterbatasan penanganan kasus kekerasan seksual dengan KUHP.
Demikian pula, aturan terkait hal tersebut di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7/SE/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Tindakan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Pemerintah Prov DKI Jakarta, termasuk memperjuangan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) agar segera disahkan.
3. Laporkan tindakan kekerasan terhadap perempuan
Berani menolak dengan tegas dan melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah awal penegakkan HAM. Jangan sungkan untuk melaporkan jika melihat dan mengalami tindakan kekerasan, meskipun pelaku itu adalah suami/keluarga, atasan/pejabat, guru/dosen, kepada pihak berwenang/berwajib seperti Polisi, Komnas Perempuan, KemenPPPA, dan lain-lain.
Siapkan bukti foto, video, rekaman suara, hingga hasil visum jika terjadi tindak kekeresan itu. Tanpa adanya bukti, seringkali laporan tindakan kekerasan tidak ditindaklanjuti. Bukti-bukti legal formal seperti itu menjadi salah satu penghambat paling krusial bagi korban untuk memenangkan kasus, atau bahkan sekadar diberikan hak perlindungan oleh negara.
4. Cari dukungan dan aktif mengikuti kegiatan anti-kekerasan
Para korban tindakan kekerasan terhadap perempuan memerlukan dukungan moril dan materil dari orang-orang terdekat yang dapat dipercaya. Keluarga, sahabat, tetangga, menjadi sumber kekuatan untuk bisa menolak dan melawan pelecehan dan tindakan kekerasan.
Ikut berpartisipasi di dalam acara anti-kekerasan menjadi ajang berbagi pengalaman dan membantu para korban kekerasan untuk bangun bersama mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Yuk, sama-sama kita bersuara, bergerak, berjuang mencegah dan melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.