Raden Oerip Sumohardjo, lahir di Purworejo pada 22 Februari 1893. Seorang tokoh Tentara Nasional Indonesia yang besar melalui jalan militer, kala itu masih bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Eksistensi yang kemudian menyandangkan namanya masuk dalam kandidat pemilihan Panglima Besar bersama Jenderal Soedirman.
Pemilihan yang akhirnya dimenangkan oleh Jenderal Soedirman, walau terpaut dua tahun lebih muda dari Jenderal Oerip, tetapi hal itu tidak meenghentikan semangatnya dalam berjuang dan bertempur. Tiga kali pemilihan yang dilakukan, akhir suara suara bulat menetapkan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Tentara Republik. Hanya selisih satu suara, dengan argumentasi bahwa Jenderal Oerip Sumohardjo berasal dari KNIL dan bukan PETA.
Sikap Jenderal Oerip Sumohardjo membuat takjub para pemimpin militer yang hadir kala itu. Walau terbatas dalam hal bahasa dalam berkomunikasi, beliau tetap diangkat Jenderal Soedirman untuk menjadi stafnya. Ya, Jenderal Oerip Sumohardjo lebih fasih berbahasa Belanda daripada berbahasa Indonesia. Hal ini sering menjadi kendala ketika instruksi lapangan diberikan kepada para pejuang yang jarang memahami bahasa Belanda sebagai pengantarnya.
Walaupun demikian, para pejuang tetap menghormati Jenderal Oerip Sumohardjo yang selama masa merebut kemerdekaan tetap berjuang melawan Jepang. Selama dipenjara, berbagai tekanan dan siksaan dari Jepang yang didapatkannya, tidak sekalipun menyurutkan semangatnya dalam berjuang. Beliau adalah sosok pejuang yang teguh dan konsisten, sampai nyawa tak lagi ada dalam raga.
Jenderal Soedirman takjub dengan sikapnya selama menjadi staf dari seorang Panglima Besar yang lebih muda darinya. Ketegasannya dalam memimpin suatu operasi tempur membuat Jenderal Soedirman menaruh simpatinya yang besar terhadapnya. Bersama dengan Jenderal Soedirman, beliau berhasil menengahi perselisihan dari para anggota PETA dan KNIL yang ada dalam tubuh ketentaraan.
Sejak Amir Syarifuddin menjabat sebagai Menteri Pertahanan, kebijakannya merekrut orang-orang berhaluan komunis membuat dirinya merasa tidak sejalan dengan pemerintah. Sikap mengundurkan dirinya dalam struktur militer kemudian membuat Jenderal Soedirman meradang. Hal inilah yang kemudian membuat Jenderal Soedirman menjadi dekat dengan kubu Tan Malaka, seorang komunis yang justru menjadi musuh kaum komunis di Indonesia.
Pada malam 17 November 1948, Jenderal Oerip Sumohardjo dinyatakan meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Kenyataan yang tidak dapat diterima oleh Jenderal Soedirman kala itu, dan menyalahkan mengenai meninggalnya Jenderal Oerip Sumohardjo akibat dari sikap pemerintah terhadap ketentaraan. Hal ini diungkap oleh Katherine Mc Gregor dalam buku History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia's past, tahun 2007.
Sejumlah bintang jasa yang didapatkan secara anumerta kemudian didapatkannya dari pemerintah. Demi menghormati peran dan perjuangannya selama menjadi pimpinan dalam tentara. Jenderal Oerip Sumohardjo kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1964. Semoga kita dapat senantiasa mengenang perjuangan para pahlawan bangsa.