Ibarat pondasi, pembelajaran di sekolah dasar (SD) merupakan bekal penting yang mendasari pendidikan formal siswa untuk jenjang selanjutnya. Apabila pondasinya saja rapuh, maka bagaimana bangunan yang berdiri di atasnya dapat tegak dengan kokoh?
Kerapuhan pondasi tersebut di antaranya disebabkan kekeliruan konsep yang diajarkan guru dalam proses pembelajaran. Seperti halnya dalam pembelajaran IPA. Banyak sekali konsep yang sebetulnya keliru dan menyesatkan, tapi justru saja terus diajarkan dan diyakini kebenarannya.
Sebut sebagai contoh, ialah guru SD sering mengajarkan anak didiknya untuk tidak meletakkan tanaman di dalam ruangan, karena tanaman akan melakukan respirasi—atau pengambilan O² untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO², H², dan energi—pada malam hari, sehingga akan berebut oksigen dengan manusia dan menyebabkan kekurangan oksigen (halaman 29).
Sebetulnya, proses respirasi tanaman tidak hanya dilakukan saat malam hari, melainkan sepanjang hari, bahkan saat melakukan fotosintesis, tanaman pun melakukan respirasi. Artinya, O2 yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan dilepaskan ke udara juga digunakan untuk respirasi.
Tanaman yang diletakkan di dalam ruangan ketika melakukan respirasi pada malam hari hanya menggunakan sedikit oksigen dan hasil prosesnya yang dilepaskan ke udara juga lebih sedikit. Oleh karena itu, tidak tepat jika dikatakan bahwa tanaman yang diletakkan di dalam ruangan akan berkompetisi dengan manusia untuk mendapatkan oksigen (halaman 32-33).
Kekeliruan yang lain adalah soal penyebutan bulu untuk penutup tubuh kucing, domba, kelinci, dan sebagainya. Sementara penyebutan yang sama juga dikenakan bagi bangsa burung. Padahal mamalia dan aves adalah hewan yang berbeda. Ciri fisik mamalia adalah tubuhnya ditutupi rambut, sedangkan aves tubuhnya ditutupi bulu. Oleh karena itu, kucing, domba, kelinci, dan sebagainya tidak memiliki bulu, tapi memiliki rambut (hal 43).
Guru juga sering mengajarkan kalau mamalia adalah hewan yang menyusui, artinya hewan yang melakukan atau memberikan susu kepada anaknya. Padahal tidak semua mamalia berjenis kelamin betina.
Jika merujuk pada kata asli mamalia, yakni glandula mamae yang berarti susu, maka lebih tepat jika mamalia diartikan sebagai hewan yang mempunyai kelenjar susu (halaman 43-44).
Kekeliruan lainnya adalah pengajaran bahwa kodok dan katak merupakan hewan yang sama. Keduanya disamakan hanya berdasarkan sekilas penampakan fisik yang mirip. Padahal kalau diperhatikan secara detail, keadaan fisik kedua hewan tersebut tidak sama (halaman 55-56).
Kekeliruan yang tidak kalah penting untuk diluruskan di antaranya soal konsep bahwa kodok dan katak merupakan hewan yang hidup di dua alam (hala,am 52-55), konsep fisika 1 ons sama dengan 100 gram (halaman 59-60), konsep bumi itu bulat dari mengamati layar kapal yang mendekat dari kejauhan (halaman 63), dan konsep yang menyebutkan karbon dioksida merupakan gas beracun (halaman 63-64).
Kelebihan buku ini adalah penjelasan disampaikan dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah sekali dicerna. Buku ini juga dilengkapi ilustrasi pendukung yang semuanya berwarna cerah, amat sedap dipandang.
Sekelumit kekurangan buku ini, ada sejumlah kesalahan ketik yang mudah-mudahan dapat disempurnakan dalam cetakan berikutnya.
Kendati tipis, buku ini merupakan bekal berharga bagi guru, siswa, orang tua, dan mahasiswa pendidikan guna meminimalisir kekeliruan-kekeliruan pemahaman akan pembelajaran IPA. Bacalah dan temukan manfaat tersebut.