Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"

Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Lost in Ningxia (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Lost in Ningxia adalah buku ke-65 Asma Nadia. Novel ini merupakan seri kedua Assalamualaikum Beijing. Hanya saja, tokoh dan jalan cerita Lost in Ningxia tidak berhubungan dengan Assalamualaikum Beijing.

Persamaannya, kedua novel ini mengambil latar tempat di Negeri Tirai Bambu: Assalamualaikum Beijing di ibu kota Cina, Lost in Ningxia di kawasan otonom yang mayoritas penghuninya berasal dari Suku Hui. Persamaan berikutnya, kedua novel tersebut merekam geliat Islam di negara komunis terbesar di dunia, saat ini.

Secara garis besar, novel ini mengisahkan perjalanan cinta dan iman Rani, seorang stuntwoman di industri perfilman Tanah Air.

Berbanding terbalik dengan kondisi fisiknya yang gagah perkasa, perasaan Rani mudah meleyot oleh kata-kata dan perlakuan Arief, tambatan hatinya.

Apa pun rela dia lakukan demi pujaan hati, seperti rutin mengirimkan uang dengan jumlah besar guna kelancaran studi sang pacar di Ningxia, hingga berpindah agama.

“Salahkah jika ia ingin membuat langkah konkret akan hubungannya dengan Arief? Salahkah jika ia ingin pemuda itu tak ragu membawanya ke rumah dan bertemu orang tuanya? Salahkah jika ia ingin menyingkirkan satu dinding tebal yang selama ini menghalangi mereka untuk benar-benar tak terpisahkan? Agar mereka akhirnya mampu melangkah sama-sama, memasuki babak baru, merajut kenangan yang lain.” (halaman 27).

Evy, sahabat kental Rani, tidak dapat menoleransi segala pengorbanan si gadis gagah, sebab dari pihak Arief, tidak ada timbal-balik serupa. Tapi Rani ngotot, sukarela tersandera menjadi budak cinta—bucin—parah.

Segala kemungkinan buruk dan pertimbangan rasional, tak mempan untuknya. Termasuk ketika Rani nekat terbang ke Ningxia untuk memberi kejutan status mualaf dirinya di hari ulang tahun Arief.

Malang, perjalanan berliku Rani tak sebanding dengan kesejatian fakta tentang Arief yang selama ini tertutupi kebucinan si gadis gagah. Rani merasakan harapannya hancur lumat.

Dia terpaksa menggelandang di Ningxia, di tengah kendala bahasa dan keterbatasan dana, termasuk raibnya paspor. Beruntung, dia bersua Baba Rahman, pemilik kedai bakmi di Mingzhu Road.

Keramahan lelaki tua serta Mo dan Saabira, kedua anaknya, mengantarkan Aisha pada perjalanan baru. Tak hanya fisik, melainkan juga rohani.

Lost in Ningxia, sejatinya, mengusung bahasan yang berat seputar relasi lelaki-perempuan, kekerasan fisik maupun verbal dalam hubungan asmara, kemandirian intelektual-finansial kaum Hawa, implementasi iman, geliat Islam di tengah tindakan represif Pemerintah Cina terhadap kaum muslimin Uighur, tetangga Ningxia.

Namun, dengan kelihaian mengendalikan bahasa, Asma Nadia dapat menyajikannya relatif ringan sekaligus tepat sasaran.

Lewat Lost in Ningxia pula, pembaca disodori kelumit perjuangan Sa’ad bin Abi Waqqash, sahabat Rasulullah, yang atas titah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan, bertandang ke Negeri Tirai Bambu di era Dinasti Tang guna mengabarkan keindahan dan kedamaian Islam.

Bukan Asma Nadia jika novelnya tidak ditaburi sisipan lembut kalimat mutiara, di sana-sini, seperti, “Kenikmatan salat akan berbeda tergantung berapa banyak hati yang kamu letakkan di hamparan sajadah.” (halaman 295).

“Waktu adalah bentuk kebaikan Allah yang lain. Dan bagian paling penting, bukan awal, melainkan akhir. Selalu akhir. Tak apa kita kalah di awal, asal menang di akhir. Tak apa terkadang menderita, selama beroleh bahagia di penghujung kehidupan. Tak apa patah hati, jika itu proses untuk menemukan cinta sejati.” (halaman 243).

Lost in Ningxia adalah alternatif bacaan yang cocok diresapi, terutama oleh kalangan muda, agar lebih bijak menyikapi cinta dan mengejawantahkan iman tanpa perlu menunggu tua.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak