Banyak orang kurang yakin pada makanan langsung jadi seperti katering. Makanan yang disajikan oleh jannang (juru masak sebuah hajatan) dirasa berbeda dengan katering yang kadang bikin lidah tak berselera menyantap. Jika ada orang yang mempercayakan jasa katering saat gelar hajatan dianggap si pemilik hajatan seolah tak mau berpusing-pusing melihat dapurnya ramai aktivitas.
Sementara jika memercayakan makanan pada jannang, gerak-gerik jannang bisa diamati langsung. Kebersihannya dalam bekerja bisa diawasi dengan mata kepala. Bahkan, bisa memberi masukan untuk menambah porsi bumbu untuk satu-dua makanan.
Hajah Ruhi, tokoh utama dalam cerpen Jannang ini, dipilih menjadi jannang tidak sekadar soal masakan, namun doanya juga dianggap sakral. Bahkan, dianggap semakin sakral usai pulang dari ibadah haji.
Tak pernah ada kabar bahwa masakan Hajah Ruhi mengecewakan dan tak cukup untuk tamu banyak. Perhitungannya tentang bahan-bahan makanan diyakini banyak orang tak pernah meleset. Selalu terbukti. Ia sudah kenyang pengalaman sejak SD. Dari keahlian almarhumah ibunya menjadi pondasi baginya melakukan hal serupa.
Ibu-ibu akan bilang, "Kalau Hajah Ruhi sudah ada di dapur, hati sudah bisa tenang." Ibu-ibu akan bilang begitu kala menyaksikan kehadiran Hajah Ruhi di dapur pemilik hajatan. Ia sudah kadung dipercaya oleh ibu-ibu dan ia akan selalu menjaga kepercayaan itu. Ia terlanjur dipercaya dan sejalan dengan itu, ia harus berupaya keras mempertahankannya.
Namun, peristiwa hajatan di rumah Hajah Dewan, aktivitas Hajah Ruhi di dapur orang dianggap tamat. Sudah tertutup baginya terlibat masak-memasak di acara hajatan orang lain. Pasalnya, racikan makanan yang dibuat Hajah Ruhi saat itu bikin tamu-tamu mual dan muntah-muntah. Hajah Dewan selaku tuan rumah hajatan itu menganggap hal tersebut merupakan penghinaan besar yang tidak bisa ditoleransi.
Hajah Ruhi kemudian diusir dengan makian sambil ditunjuk-tunjuki. Peliknya, ia diminta ganti rugi. Tak ada pilihan, Hajah Ruhi pun harus bertanggung jawab. Di akhir kisah, cerpen ini mengungkap siapa sebenarnya yang merecoki masakan Hajah Ruhi pada hajatan di rumah Hajah Dewan.
Adalah Hania orang suruhan Hajah Mello yang diutus untuk merusak makanan yang diracik oleh Hajah Ruhi di rumah Hajah Dewan. Ulah Hania-lah yang membikin para tamu Hajah Dewan mual dan muntah-muntah. Hania memang tak sampai hati dan berani menaruh racun, tetapi ulat kecil yang ia taburi ke makanan berkuah yang disajikan kala itu mengakibatkan Hajah Ruhi menanggung malu.
Lebih lanjut, pada hajatan yang lain, Hania kembali datang, masuk ke dapur menemui Hajah Ruhi dan berkata, "Saya menyesal, Hajah Ruhi. Saya sangat menyesal. Maafkan saya!"
Cerpen Jannang yang dimuat di Jawa Pos pada Sabtu (19/2/2022) ini, ditulis oleh Alfian Dippahatang; penulis puisi dan fiksi. Cerpennya yang berjudul Mati Muda dinobatkan sebagai Pemenang Pertama Sayembara Penulisan Kreatif Kategori Cerpen oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia 2021.
Cerpen Jannang ini ditulis dengan bahasa sederhana sehingga mudah dipahami, dan alur cerita yang dipakai adalah alur campuran. Amanah yang terselip dalam cerpen ini senada dengan pepapah sepintar-pintar orang menyembunyikan bangkai, pasti suatu saat akan tercium juga.