Setiap orang tentu ingin segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Setiap apa yang diinginkan, bisa lekas terwujud. Namun realitas yang ada, tak semua orang bisa meraih setiap apa yang menjadi harapannya. Salah satu penyebabnya karena mereka berasal dari kalangan rakyat jelata yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Seperti yang dialami Lasmi (dalam novel Tarian Sunyi karya Tary) yang terlahir dari rahim perempuan desa yang miskin. Mbok Warsi atau ibu kandungnya begitu mengenaskan kisah hidupnya. Ia memiliki tiga anak. Dua perempuan dan satu laki-laki. Lasmi, sebagai anak bungsu tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah sejak kecil. Ia juga tak mengenal kedua saudaranya yang ikut bapaknya mukim di kota.
Jadi ceritanya, bapaknya Lasmi pergi meninggalkan Mbok Warsi (karena terpikat dengan perempuan lain) dengan membawa kedua anaknya (yang adalah saudaranya Lasmi) ke kota, tepatnya di Malang.
Sementara di desa, Lasmi dan Mbok Warsi menjalani kehidupan yang jauh dari kata sejahtera. Pekerjaan Lasmi adalah membantu ibunya memunguti daun-daun cengkih, lalu dimasukkan ke dalam karung goni, selanjutnya dijual, dan hasil penjualannya itulah yang digunakan untuk mencukupi hajat hidup mereka berdua.
Yang mengenaskan ketika musim penghujan tiba, daun-daun cengkih yang jatuh biasanya banyak yang basah dan lekas membusuk. Sehingga mereka pun tak bisa memperoleh uang. Untungnya mereka masih bisa makan singkong yang ditanam di belakang rumah.
Persoalan muncul ketika usia Lasmi menapaki angka 17 tahun. Bapaknya yang biasa dipanggil Pak Gondo tiba-tiba datang berkunjung ke rumah Mbok Warsi. Tujuannya ingin mengajak Lasmi tinggal bersamanya di kota, bareng kedua kakak kandung dan ibu tirinya.
Kaget, gugup, dan marah. Itulah reaksi Lasmi saat melihat kedatangan bapak yang sejak kecil belum pernah dilihatnya itu. Berikut ini saya kutip sebagian reaksi Lasmi saat bersua dengan bapaknya:
Buru-buru, ia mendorong gagang pintu rumah, berlari masuk kamar, dan tidak keluar lagi. Bahkan, panggilan Mbok Warsi dan lelaki bernama Gondo itu diabaikannya.
Dalam kamarnya yang mulai gelap, Lasmi berdiri menghadap jendela. Kilat membelah angkasa dan guntur menggelegar. Hujan menderas lebih hebat lagi. Jantung Lasmi berdebar kencang. Ia benar-benar terkejut dengan kenyataan yang baru dihadapinya.
Apakah Lasmi akhirnya setuju diajak bapaknya tinggal di kota agar bisa melanjutkan sekolah? Apakah setelah bertemu kedua kakak kandung dan ibu tirinya, dia diperlakukan dengan baik?
Apakah kehidupan Lasmi di kota akan semakin membaik atau justru malah semakin menderita? Dan, apakah Lasmi bisa kembali bertemu Nurani, sahabat kecilnya yang telah lebih dulu meninggalkan desa untuk melanjutkan sekolah di kota?
Temukan jawabannya dalam novel Tarian Sunyi yang ditulis oleh Tary dengan bahasa yang renyah, enak, menyentuh, dan mampu mengaduk-aduk emosi pembacanya.
Di antara pesan berharga yang bisa dipetik dari kisah Lasmi adalah tentang pentingnya memaafkan dan menjauhi sikap menyimpan dendam pada seseorang. Selamat membaca.