Istana Kedua adalah cikal bakal film Surga yang Tak Dirindukan, film produksi MD Pictures yang masyur hingga negeri jiran. Novel ini sendiri, awalnya berupa cerita bersambung, dimuat di majalah wanita islami, Ummi.
Kemudian, diterbitkan Gramedia Pustaka Utama hingga cetak ulang dua kali. Habis kontrak penerbitan, novel ini dipublikasikan Asma Nadia Publishing House hingga puluhan kali cetak ulang. Tahun 2021, penerbitan novel ini dilanjutkan oleh Republika, publishing yang belakang menjadi rumah bagi karya-karya Asma Nadia.
Untuk film adaptasi novel berjudul Surga yang Tak Dirindukan, telah rilis hingga seri tiga. Seri satu dan dua dirilis di bioskop, sedangkan seri tiga ditayangkan di OTT; Disney Hot Star.
Fokus pada isi cerita, Istana Kedua menuturkan kisah tiga tokoh utama: Arini, Pras, dan Mei Rose. Arini adalah ibu rumah tangga, anaknya tiga, kesibukan sampingan menjadi pengarang. Hidupnya tenang, bahagia, dalam mahligai rumah tangga yang dibangun bersama Pras, lelaki idaman yang tak pernah menyakiti. Sampai suatu hari, Arini menjumpai fakta; suaminya menikah lagi.
Pras adalah mantan aktivis rohani Islam (Rohis) semasa kuliah. Perkenalannya dengan Arini dilalui lewat ta'aruf. Kenyataan getir, bahwa ibunya diduakan, membuat Pras bertekad hanya akan menjadikan Arini sebagai satu-satunya permaisuri. Tekad tersebut pecah berkeping ketika niat baik menolong Mei Rose, justru berujung pernikahan lantaran timbul perzinaan berulang kali.
Mei Rose, gadis tersia, tidak dicinta lantaran fisiknya jauh dari menarik. Pemerkosaan berujung hamil tanpa nikah yang dia kenyam pahit getir seorang diri, berlanjut penipuan laki-laki buaya yang berjanji menikahinya. Percobaan bunuh diri akibat penipuan itu, membuatnya berjumpa Pras yang malah mengawininya sebagai istri kedua.
Novel Istana Kedua merupakan kelindan kisah yang pelik, rumit, kompleks. Topik-topik yang diusung, dibicarakan, dan digugat adalah topik-topik yang nyata ada dan menggurita di masyarakat. Melalui novel ini, tampak betul kecenderungan atau bahkan keberpihakan Asma Nadia kepada pihak 'korban poligami' namun Asma menunjukkan pilihannya tersebut secara tenang dan meyakinkan. Kritik maupun gugatan yang dia ajukan pun tidak terasa frontal, meski pedas dan mengenaskan.