Apa jadinya jika liburan yang seharusnya menyenangkan, justru berubah mencekam dan penuh marabahaya? Seperti apa rasanya terperangkap dalam dunia yang ganjil dan penuh aroma misteri?
Inilah yang dialami Mata, anak berusia dua belas tahun, saat mengisi liburan di Belu, Nusa Tenggara Timur, bersama sang mama. Jauh-jauh datang dari Jakarta, di hari pertama, mereka sudah mengalami musibah, yaitu saat mobil yang mereka kendarai menabrak anak sapi hingga mati. Mama diharuskan membayar ganti rugi sebanyak dua puluh juta rupiaj. Sayang, masalah tidak berhenti di situ saja. Usai kecelakaan, Mata selalu bermimpi diserang kawanan sapi yang marah kepadanya.
Mama jadi khawatir. Seorang kenalan menyarankan supaya ibu dan anak itu melakukan upacara adat sebagai permohonan izin masuk Belu. Tujuannya agar perjalanan mereka aman dan baik-baik saja.
Awalnya, Mama menolak melakukan upacara adat. Namun, siapa mengira, dalam sebuah perjalanan mengunjungi Hol Hara Ranu Hitu, sebuah reruntuhan benteng kuno yang terdiri dari tujuh lapis dinding, Mata dan Mata justru terpisah?!
Mata ditangkap orang-orang Melus, suku asli Belu yang konon sudah punah. Penangkapan itu menjadi awal dari rangkaian peristiwa aneh bin ajaib yang dia alami. Pengalaman itu antara lain: terperangkap dalam Kerajaan Kupu-Kupu, perjumpaan dengan buaya pelindung Melus bernama Bei Na, hingga terjebak fatamorgana berupa banjir besar yang menelan separuh Gunung Lakaan.
Cerita dalam novel anak ini lumayan menarik dan seru untuk diikuti. Bagi penyuka dongeng klasik dunia, tuturan cerita ini bisa mengingatkan pada petualangan Alice in Wonderland dengan citarasa Nusantara, karena isinya yang menyuguhkan jalinan kisah-kisah fantastis sekaligus aneh yang memanjakan imajinasi. Tokoh novel ini pun agak mirip dengan Alice, ialah seorang anak perempuan.
Tentu saja daya kritis dan pendampingan orang tua tetap perlu dikedepankan saat membaca novel setebal 190 halaman ini, sehingga diskusi mengenai kisah petualangan Mata dapat dilakukan bersama. Kabar baiknya, Okky Madasari, sang pengarang, melanjutkan penulisan cerita petualangan semacam ini ke dalam tiga buku berikutnya, yakni Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, dan terakhir Mata dan Nyala Api Purba.