Kita tentu sudah memahami bahwa yang namanya hidup itu memang diwarnai suka dan duka. Yang menjadi pembeda antara satu dengan yang lain ialah bagaimana cara menyikapi suka-duka tersebut.
Hal terpenting yang perlu kita pahami, jangan terlalu berlebihan saat sedang dalam suasana suka. Sikap berlebih-lebihan sama sekali tidak baik karena dapat membuat manusia terlena dan tak siap saat berhadapan dengan hal-hal yang membuatnya sedih atau berduka.
Dalam menjalani kehidupan ini, ada beberapa hal yang harus selalu kita waspadai. Salah satunya ialah ketika kita sedang mengalami konflik, baik konflik dengan sesama manusia, maupun konflik yang sifatnya intern atau bersemayam dalam diri kita sendiri. Istilahnya sedang mengalami konflik batin.
Dalam buku “Mendamaikan Konflik Batin” karya Octavia Pramono (penerbit Araska, 2021) dijelaskan bahwa konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam diri seseorang. Sisi-sisi batin seseoranglah yang saling berperang (berkonflik). Tentu saja konflik itu terjadi karena sisi-sisi batin tersebut memuat keinginan atau gagasan yang saling bertentangan.
Sebab saling bertentangan itulah, masing-masing akhirnya saling ingin menguasai dan saling menundukkan. Dampaknya, orang yang mengalami konflik batin pun dilanda kegelisahan (Mendamaikan Konflik Batin, halaman 14).
Disadari atau tidak, orang-orang yang sedang mengalami konflik batin bisa ditandai dari perilaku atau gerak-geriknya. Dari berbagai sumber yang berhasil Octavia Pramono peroleh, orang-orang yang dilanda konflik batin pada umumnya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tampak selalu gelisah
2. Sering banget mengeluh, tetapi tak jelas apa yang dikeluhkannya.
3. Sering mondar-mandir tanpa tujuan tertentu.
4. Sesekali mengerutkan kening dengan pandangan mata yang cenderung kosong.
5. Raut wajah tampak datar tanpa ekspresi.
6. Selalu terlihat murung.
7. Kehilangan tawa, bahkan senyuman.
8. Napas tidak beraturan, bahkan bisa sampai terengah-engah.
Dalam buku “Mendamaikan Konflik Batin” Octavia Pramono juga membeberkan langkah-langkah konkret untuk meminimalkan potensi konflik batin. Langkah-langkah konkret tersebut yakni: mengenali potensi dan keinginan diri, mengenali keinginan intelektual lingkungan terdekat, berani berkata tidak, berani bersikap, berani menatap masa depan, dan tidak menunda-nunda penyelesaian masalah.
Konflik batin dapat bermula dari kebiasaan menunda-nunda penyelesaian suatu masalah. Maksudnya di sini, menunda-nunda sebab malas atau tanpa alasan yang jelas. Beda kasus jika ada suatu hal atau peristiwa yang mengharuskan penyelesaiannya mesti ditunda terlebih dulu (Mendamaikan Konflik Batin, halaman 72).
Terbitnya buku genre ‘self improvement’ ini layak diapresiasi dan sangat tepat dijadikan bacaan yang mencerahkan, khususnya bagi Anda yang saat ini sedang gundah gulana atau tengah mengalami konflik batin yang tak kunjung usai. Semoga ulasan ini bermanfaat.