Ulasan Buku 'Bertasawuf di Zaman Edan': Hidup Sederhana dan Bermakna dengan Bertasawuf

Candra Kartiko | Ratnani Latifah
Ulasan Buku 'Bertasawuf di Zaman Edan': Hidup Sederhana dan Bermakna dengan Bertasawuf
Cover buku Bertasawuf di Zaman Edan. (Dok. Pribadi/Ratnani Latifah)

“Mengapa di era globalisasi  yang hedonis-individualis-pragamtis-materialis dan narsis ini belajar tasawuf menjadi penting? Karena tasawuf itu mendidik budi pekerti manusia agar tidak hidup tamak, tetapi menjadi  manusia yang wara’, yaitu yang ikhlas dalam ibadah serta damai dalam perbuatan." (hal 16)

Buku ini dibuka dengan pertanyaan atau pernyataan menggelitik, “bertasawuf di era global, apakah mungkin bisa dilakukan?” Mengingat di era globalisai, kita dituntut untuk bersaing secara ketat, bekerja keras untuk memperoleh fasilitas nyaman dan bergengsi. Sedangkan bertasawuf berarti kita mendorong diri untuk hidup prihatin dan sederhana.

Kehidupan modern di era global dan tasawuf adalah dua hal  yang memiliki perbedan ekstrem, tidak bisa menyatu, seperti minyak dan air. Jika menilik dari kenyataan itu kita pasti berpendapat bahwa tidak mungkin menerapkan tasawuf dalam kehidupan saat ini. Namun menurut Bapak Wiwoho—penulis buku ini, berpendapat di era globalisasi ini kita mungkin bisa menerapkan hidup bertasawuf. 

Buku ini dengan gaya bahasa yang aktual dan mudah dipahami, mengajak kita mengenal bagaimana cara bertasawuf di era globalisasi. Secara sederhana dapat dirumuskan, tasawuf adalah jalan untuk untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tiga pendekatan. Pertama bulat hati kepada Allah, tekun beribadah, dan berpaling dari godaan pesona dunia atau tidak cenderung pada kemewahan dan pesona dunia. (hal 18)

Dengan tiga pendekatakan tadi, maka tujuan mempelajari tasawuf itu bukanlah semata-semata untuk melihat Allah dengan mata telanjang. Juga bukan untuk memperoleh karomah, tapi untuk beribadah dan beramal saleh untuk memelihara hati dari kotoran-kotoran hati serta hal-hal yang tercela, sehingga hati menjadi jernih. Hati yang jernih akan membuat kita mudah menangkap apa-apa yang tersirat atau tersurat, dapat memahami hikmah dari segala ketentuan Allah.

Para ulama tasawuf sepakat, bahwa tasawuf itu bermanfaat untuk mendidik budi pekerti manusia agar tidak tamak, ujub, dan riya’. Namun bisa menjadi  manusia yang ikhlas dalam beribadah, rendah hati dan damai  dalam perbuatan. Menutur tokoh sufi Al-Junaidi, tasawuf berarti, keluar dari budi pekerti serta perangai tercela, dan masuk ke budi dan perangai yang terpuji.

Dan agar kita bisa mempraktikan tasawuf di era sekarang ini, hal-hal yang perlu kita lakukan diantaranya adalah memulai dengan menata batin.  Di sini berarti kita harus membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan tidak disukai Allah—khususnya masalah  hawa nafsu. Menurut Buya Hamka,  hawa itu adalah angin atau gelora. Dia ada pada tiap-tiap manusia. Hawa nafsu dan syahwat harus dikendalikan. Sebab jika tidak ia akan bergelora dan menerjang apa saja. 

Menurut Al-Ghazali, syahwat yang bergelora tanpa kendali akan menimbulkan keonaran dan kefasikan, yaitu perbuatan yang melanggar perintah Tuhan. Namun sebaliknya syahwat yang kurang teguh akan melemahkan hati dan menjadikan kita pemalas. Oleh karena itu syahwat atau nafsu harus terkendali, berada di tengah-tengah supaya timbul iffah—yaitu dapat memerintah diri sendiri, dengan qanaah—yaitu perasaan cukup terhadap apa yang diperoleh tapi tidak berhenti berusaha (hal 54-55).

Selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah memetik hikmah kehidupan. Maksudnya adalah kita bisa mengambil manfaat dari berbagai macam hal dalam kehidupan ini. Misalnya  tentang  anatomi tubuh kita, baik bentuk, fungsi dan cara kerja mata, mulut, lidah, tenggorokan, isi perut dan lain-lain.  Jika kita renungkan secara mendalam kita pasti akan mendapat bepata Allah telah memberikan banyak nikmat kepada kita.

Allah berfirman dalam  surah At-Thalaq ayat 2-3 yang artinya, “Siapa saja yang ikhlas benar-benar kepada Allah Swt., niscaya akan ditanggung segala urusannya dan diberi rezeki dari jalan yang tidak di sangka-sangka.” 

Selain yang sudah dipaparkan, beberapa hal lain yang perlu kita lakukan jika ingin bertasawuf di zaman globalisasi adalah menjauhi ghibah, mau mengubah perilaku lebih baik, menyikapi musibah dengan sabar dan ikhlas, melawan setan agar kita tidak terperdaya, selalu berusaha meraih rezeki halal, memperbanyak rezeki dan banyak lagi. 

Sebuah buku yang patut dibaca dan dijadikan renungan. Karena banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang termaktub dalam buku ini. Memberi pencerahan dan manfaat bagi siapa saja yang mau berpikir dan mengamalkannya. 

Judul          : Bertasawuf di Zaman Edan

Penulis       :  B. Wiwoho

Penerbi      : Republika

Teb              : xxxiv + 376 halaman

ISBN            : 978-602-7595-41-5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak