Alutsista buatan Yugoslavia memang tidak terlalu banyak terdengar oleh orang awam, khususnya bagi mereka yang mengikuti perkembangan alutsista TNI sejak masa orde lama.
Lazimnya di era tersebut alutsista TNI memang didominasi oleh buatan Uni Soviet dan sekutunya. Akan tetapi, bukan berarti alutsista buatan Yugoslavia yang dimiliki oleh TNI tidak pernah terdengar gaungnya di masyarakat awam.
Satu dari sekian banyak alutsista buatan Yugoslavia yang dioperasikan oleh TNI sejak masa orde lama adalah meriam howitzer M-48. Meriam ini di Indonesia dikenal sebagai meriam gunung karena memiliki nama resmi M-48 Mountain Gun.
BACA JUGA: Mengenal Howitzer M777, Meriam Sumbangan Barat ke Pihak Ukraina
Bagaimanakah rekam jejak penggunaan meriam ini di tubuh TNI ? simak ulasannya berikut ini.
Didesain dari Meriam Buatan Cekoslovakia
Meriam howitzer M-48 sejatinya merupakan meriam yang didesain berdasarkan meriam sejenis buatan Cekoslovakian M28 Mountain Guns atau yang memiliki nama Skoda 75 mm Model 1928. Meriam buatan Cekolslovakia tersebut dibeli oleh Yugoslavia pada dekade 1930-an, kemudian pemerintah Yugoslavia melalui pabrikan Zastava (Yugoimport) mendesain meriam sejenis berdasarkan meriam M28 Cekoslovakia terasebut.
Dilansir dari wikipedia.com, muulanya meriam M-48 ini mengadopsi kaliber yang sama dengan meriam M28 yakni 75 mm. Namun, seiring dengan modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di Yugoslavia dan berdasarkan standar yang digunakan oleh Uni Soviet, meriam tersebut pada akhirnya menggunakan kaliber 76.2 mm.
Dari Operasi Trikora Hingga Operasi Seroja
Kedatangan meriam ini ke Indonesia dimulai pada akhir dekade 50-an hingga awal dekade 1960-an. Meriam ini didatangkan untuk mendukung kampanye operasi Trikora di Irian Barat pada saat itu. Meriam ini menjadi satu dari sekian jenis meriam yang dioperasikan oleh TNI pada masa orde lama.
Meriam ini mulai mendapatkan kepopulerannya ketika digunakan dalam operasi Seroja di Timor-Timur. Dilansir dari indomiliter.com, meriam ini menjadi momok bagi pasukan gerilyawan Fretilin di Timor-Timur.
Pada saat operasi Seroja, TNI menggunakan meriam ini untuk menggempur basis pertahanan Fretilin dan untuk mendukung gerak pasukan infantri dalam melakukan penyerbuan.
Masih Dioperasikan Karena Kehandalannya
Meriam howitzer yang juga dijuluki oleh penggunanya sebagai “Tito Gun” karena merepresentasikan pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito yang merupakan mantan Presiden Yugoslavia.
Meriam dengan kaliber yang cukup kecil ini terbilang cukup sering digunakan oleh TNI khususnya batalyon artileri medan (Yonarmed) karena kehandalannya dan mudah dioperasikan. Meskipun ada beberapa unit yang telah menjadi koleksi museum dan dipensiunkan untuk dijadikan monumen di beberapa tempat.
Meriam ini memiliki keunggulan mobilitas tinggi karena hanya berbobot kurang dari 700 kg. Selain itu, meriam ini juga tergolong mudah dibongkar pasang dan dirakit hanya dalam waktu kurang dari 10 menit. Tidak heran jika meriam ini seringkali digunakan baik dalam misi tempur maupun untuk melatih para calon tentara.
Tercatat Indonesia masih memiliki sekitar 90-an unit meriam ini dalam penyimpanan. Selain itu, diketahui beberapa unit meriam ini telah dihibahkan oleh militer Indonesia kepada militer Timor-Leste dan Papua Nugini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS