Kita kenal KH. A. Mustofa Bisri sebagai pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang. Selain sebagai ulama, kiai dan pengasuh pesantren, beliau juga populer di dunia sastra. Sahabat-sahabatnya adalah para penyair dan budayawan.
Di antara penyair yang menjadi karib beliau adalah Taufiq Ismail, Joko Pinurbo, Sutardji Calzoum Bachri, Sitor Situmorang, Emha Ainun Nadjib, D. Zawawi Imron, Agus R. Sarjono, Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noor, Abdul Hadi W.M, Isbedy Stiawan ZS, Timur Sinar Suprabana, Sitok Serngenge, Triyanto Triwikromo, Abdul Wachid B.S, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Karena Manusia Diciptakan untuk Beribadah dan Berbahagia, Review Buku: 100% Ibadah
Masing-masing penyair tersebut mempunyai karakter dan cara pengucapan yang berbeda-beda. Ada yang karya syairnya gamblang, serius bermain kata-kata, sulit dimengerti, seperti berkelakar tapi penuh makna, memotret suasana, sarat dengan falsafat, menukik ke relung-relung kehidupan, dan lain seterusnya.
Gus Mus, demikian beliau biasa disapa, mengaku dalam bersyair terpengaruh dengan syair-syair mereka para sahabatnya. Maka tak heran jika dalam buku kumpulan puisi Aku Manusia ini, puisi-puisi beliau terkesan berwarna-warni seperti permen nano-nano.
Ada empat puluh lebih judul puisi dalam buku dengan sampul ilustrasi kepala manusia ini. Sebagaimana yang tertera pada cover buku, Aku Manusia, ternyata puisi ini memang begitu menarik. Mengandung isi bahwa manusia harus pandai bersyukur dan tidak perlu membanding-bandingkan dengan makhluk ciptaan yang lain.
BACA JUGA: Buku 'Bisnis Jurus Langit', Menyingkap Cara Melancarkan Segala Macam Usaha
AKU MANUSIA
ketika langit menepuk dada mengatakan aku langit di atas tak terjangkau
dengan bangga aku mengatakan aku manusia
ketika bumi menepuk dada mengatakan aku bumi kaya dan memukau
dengan bangga aku mengatakan aku manusia
Kita patut merasa bangga sebagai manusia yang tentu tidak sama dengan bentuk ciptaan Tuhan yang lain seperti langit, bumi, angin, laut, matahari, bulan, bintang dan sebagainya.
Alasan bangga itu disebut oleh Gus Mus pada akhir bait puisi ini, bahwa manusia dimuliakan Tuhan.
ketika burung menepuk dada mengatakan aku burung mampu terbang dan berkicau
dengan bangga aku mengatakan aku manusia
ketika setan menepuk dada mengatakan aku setan mampu membuat orang jaga mengigau
dengan bangga aku mengatakan aku manusia
Tuhan memuliakanku (hlm. 3).
Selain bertema kemanusiaan dan penciptaan, dalam buku ini juga terdapat puisi mengenai potret kaum di negeri ini. Di mana manusia mengenakan baju bermacam-macam sesuai dengan kesukaan dan berdasarkan kepentingan.
BACA JUGA: Kritik Tajam tentang Perilaku Manusia dari Buku 'Catatan Orang Gila'
ORANG-ORANG NEGERIKU
orang-orang negeriku
tak boleh pakai baju
orang-orang negeriku
bila pakai baju
diri mereka tertelan baju
pakai baju militer mereka akan menjadi otoriter
pakai dasi mereka jadi asing sendiri
pakai baju Eropa kepada saudara mereka tak menyapa
pakai seragam sekolah mereka akan bertingkah
pakai baju cowboy mereka menyanyi country
pakai baju superman mereka merasa terbang di awan
pakai jubah mereka merasa kekasih Allah
pakai baju safari mereka akan korupsi
mungkin bila memakai koteka
mereka baru merdeka (hlm. 34)
Begitu gambaran ragam manusia di negeri ini bila dilirik dari pakaiannya. Gus Mus menyarankan agar tidak pakai baju atau pakai koteka saja, tentu dengan maksud menghindari kefanatikan, peleburan misi, anggapan buruk, dan lain sebagainya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS