Baru-baru ini jagat maya tengah diramaikan dengan perilisan film dokumenter konser The Eras Tour milik Taylor Swift.
Sebelumnya, pelantun lagu "Bad Blood" tersebut juga pernah merilis film dokumenter serupa untuk album-albumnya terdahulu, yakni The 1989 World Tour Live yang rilis 20 Desember 2015 dan Taylor Swift: Reputation Stadium Tour yang dirilis pada Desember 2018 silam.
Film ini tak hanya mendokumentasikan aktivitas konser sang musisi, Taylor Swift juga berhasil membawakan atmosfer konser bagi penggemar yang 'kalah perang' tiket untuk ikut merasakan konsernya melalui layar lebar.
Dengan kata lain, film The Eras Tour secara unggul mengombinasikan pengalaman sinematik dengan pengalaman konser yang membekas di hati para penggemar yang menonton.
Bersama Sam Wrench yang duduk di bangku sutradara, film The Eras Tour sukses memasukkan konser berdurasi 4 jam ke dalam film dengan 169 menit penayangan. Sang sutradara memusatkan fokus film pada kualitas visual dan sound dari The Eras Tour.
Dengan tangan berbakatnya, Sam Wrench menonjolkan bagian-bagian visual yang sangat dinantikan penggemar, seperti gaya magis dari opening konser berupa jam dan umbul-umbul, hingga pengambilan angle yang tepat dalam menyorot konser dari Taylor Swift tersebut.
Sang sinematografer, Brett Turnbull, juga menampilkan konsistensi angle yang tepat dari awal hingga akhir film. Sementara itu, Dom Whitworth sebagai editor juga dengan mulus menyunting berbagai angle kamera sehingga hasil tampak apik.
Di sisi lain, kualitas suara yang ditampilkan sepanjang film juga tak kalah saing. Kualitas audio yang tertampil sangat menunjukkan suara Taylor Swift yang jelas, sehingga hal tersebut tak membuat film 'kalah suara' dengan bisingnya antusias penonton.
Atmosfer yang dibawakan penonton selama film berlangsung juga menjadi ciri khas baru dalam menikmati film dokumenter konser dengan bernyanyi, berteriak, berjoget, hingga menyalakan lampu senter ponsel selama melihat penampilan Taylor Swift di atas panggung.
Dalam hal ini, Taylor Swift sangat paham bagaimana memberikan fantasi dan kegembiraan dari konsernya melalui film dokumenter yang dapat memenuhi keinginan para fans di seluruh dunia yang tidak dapat melihatnya secara langsung.