Bisa dikatakan, seluruh isi yang terhimpun dalam buku puisi Syahadat Kenangan ini nyaris menyentuh setiap aspek kehidupan. Bukan hanya secara sosiologis, psikologis, politik, tetapi juga sejarah yang mungkin kelak dapat dijadikan tema khusus mengenai hal itu.
Identitas Buku
Judul Buku: Syahadat Kenangan
Penulis: Sami'an Adib
Penerbit: Teras Budaya Jakarta
Cetakan: I, Agustus 2023
Tebal: viii + 94 halaman
ISBN: 978-623-6244-90-6
Ulasan Buku
Buku puisi berjudul Syahadat Kenangan ini ditulis oleh pria kelahiran Bangkalan, 15 Agustus 1971, bernama Sami'an Adib. Selain gemar menulis puisi dan kerapkali puisinya nampang di media cetak atau online, ia juga aktif di Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi).
Pada buku sepilihan puisi ini, Sami'an Adib menganggit berbagai tema, lalu ia tuangkan dengan diksi merdeka, pun dengan kepasrahan yang lepas nan romantis. Hal ini dapat ditilik dari salah satu puisinya yang bertajuk Hasrat Belajar.
Memang ia tak hanya belajar melukis. Beragam renungan juga senantiasa ia tulis. Bahkan, getir hidupnya ia ungkap demikian puitis, "Aku terlahir dari rahim puisi yang amat romantis, meski sering ditempa di balik diksi-diksi melankolis. Sekian benturan perselisihan kerap menggemakan tangis, tapi tangan ini tak ada letih-letihnya untuk bergandengan, memainkan orkestrasi terindah di panggung persaudaraan." (halaman 6).
Hasrat belajar memang harus selamat dari putus asa. Ia tidak boleh letih dengan beragam ujian yang menimpa, serta terus optimis menggapai cita-cita.
Arti sahabat juga tak luput dari bidikan Sami'an Adib dalam merangkai kata-kata indah. Seperti dalam puisi bertajuk Pada Secangkir Kopi, penggubah puisi menggambarkan persahabatan erat antar sesama dengan jalinan obrolan yang terus mengalir di sela-sela seruput kopi. Sebab di bibir cangkir itulah tersisa cerita dan kenangan.
Pada secangkir kopi kutemukan hangatnya toleransi: persahabatan yang tak mengenal kalkulasi, juga harmoni cinta di kedalaman kasih sejati (halaman 12).
Berbeda dengan sebelumnya. Pada puisi bertajuk Membaca Ulang Puisimu, perangkai kata memposisikan diri sebagai pembaca serangkaian diksi yang ia temukan pada sebait puisi mengenai negeri yang tergadai.
Entah mengapa hatiku selalu tersayat setiap membaca ulang puisimu, tentang sebentang negeri yang tergadai: para cukong berlidah lihai menjajakan pesona alam beserta jengkal-jengkal tanahnya. Kaum pribumi terusir dari pukau pulau rintisan leluhurnya, menjadi manusia perahu, hidup terempas di rentang pasang gelombang.
Dan mirisnya, sebagaimana di akhir puisi itu, burik pada muka negeri tersebut tak bisa dilenyapkan meski berkali-kali ditambal dengan kosmetik yang populer dapat menghapus bopeng.
Entah mengapa bopeng wajah negeriku tak hilang-hilang meski telah mencoba bersolek berulang-ulang. Barangkali sudah terlalu kronis, atau memang sengaja tak digubris (halaman 33).
Dengan membaca puisi-puisi beragam tema pada buku ini, kita dapat merenungi banyak peristiwa bejat dalam hidup ini, dan kita perlu merapat barisan untuk membenahi bersama. Melalui lahirnya buku antologi puisi ini, diharapkan dapat memenuhi khazanah perpuisian nasional di tanah air.