Review Film The Breakfast Club, Curahan Hati Remaja Nakal tentang Hidup

Hayuning Ratri Hapsari | Gigi Ann
Review Film The Breakfast Club, Curahan Hati Remaja Nakal tentang Hidup
The Breakfast Club (twitter.com/The80sDiary)

The Breakfast Club adalah salah satu film legendaris tahun 80-an karya sutradara John Hughes.

Dirilis tahun 1985, The Breakfast Club masuk dalam jajaran film terbaik selama satu dekade menurut sejumlah media besar Amerika, seperti Entertainment Weekly, Empire, hingga The New York Times. 

Film dimulai dari lima siswa SMA, yakni Allison Reynolds, Andrew Clark, Brian Johnson, Claire Standish, dan John Bender yang harus menjalani hukuman di sekolah pada Sabtu pagi ketika murid lain menikmati akhir pekan mereka.

Kelima siswa tersebut harus menghabiskan waktu seharian di sebuah perpustakaan sekolah dengan di bawah pengawasan Mr. Vernon sebagai wakil kepala sekolah. 

Lima tokoh utama dalam film ini memiliki sifat dan karakter yang berbeda.

Dimulai dari John yang terkenal selalu membuat onar, Claire yang merupakan seorang murid populer, Andrew seorang siswa berprestasi di bidang olahraga gulat, Brain merupakan kutu buku yang tak mau dianggap aneh, dan Allison yang dikenal sebagai gadis aneh penyendiri. 

Pembentukan karakter seperti ini memang sudah sangat umum di berbagai film bertema remaja. Namun, The Breakfast Club menyajikan pengalaman berbeda dengan menyerukan perasaan dan kondisi mental tiap tokoh secara jujur. 

Sepanjang alur film penonton akan menyaksikan kisah "di balik layar" tentang setiap tokoh yang ternyata memiliki alasan di balik sifat-sifat mereka.

Seperti John yang mempunyai alasan tersendiri mengapa dirinya selalu bersikap nakal dan suka memberontak, lalu Andrew dan Claire yang sebenarnya tidak melulu merundung murid lain seperti yang digambarkan oleh orang-orang sekitar. 

The Breakfast Club memuat pesan mendalam terkait pencarian jati diri para remaja dengan dikemas dalam sebuah alur cerita yang santai dan sederhana.

Dimulai dari kelima siswa yang tidak pernah saling menyapa, tetapi terjebak dalam situasi yang membuat interaksi mereka mulai terbangun dengan porsi yang tepat.

Penggunaan warna kostum yang kontras satu sama lain juga berhasil menunjukkan karakter tiap tokoh yang saling bertolak belakang. 

Menggunakan latar gedung sekolah Amerika yang khas, film The Breakfast Club pasti akan memantik perasaan nostalgia di masa SMA bagi setiap penonton yang menyaksikan. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak