Novel "Na Willa" karya Reda Gaudiamo mencurahkan kenangan manis dan pahit masa kecil dalam novel setebal 113 halaman. "Na Willa" mengisahkan kehidupan seorang anak melalui sudut pandangnya, dan mengambil latar Surabaya pada tahun 60-an.
Buku ini mencerminkan pengalaman masa kecil sang penulis, sehingga catatan dalam novel ini sebagian besar didasarkan pada kenangan masa kecil Reda.
Dalam novel ini, Na Willa tinggal di rumah di tengah gang bersama ibunya yang akrab disebut 'Mak' dan asisten rumah tangganya 'Mbok'. Ayah Na Willa atau 'Pak' adalah seorang pelaut yang jarang berada di rumah.
Berawal dari sudut pandang anak kecil, novel ini memperkenalkan teman-teman Na Willa seperti Dul, yang suka bermain layang-layang dan mengejar kereta, Farida yang rajin mengaji, dan Bud yang berperawakan kecil.
Buku ini membawa pembaca pada perjalanan yang ringan dan menyenangkan dengan kalimat yang sederhana, dan diilustrasikan dengan gambar yang lucu karya Cecilia Hidayat.
Meskipun ditujukan untuk pembaca anak-anak, buku ini tidak terpaku pada satu genre dan menyentuh realitas kehidupan anak-anak yang terkadang kompleks.
Novel ini tidak hanya menyuguhkan cerita yang menghibur, namun juga menggambarkan realitas kehidupan anak-anak yang tidak selalu terbebas dari masalah orang dewasa.
Tantangan seperti toleransi, rasisme, perjodohan, kehilangan, dan tragedi lainnya juga menjadi bagian dari dunia anak-anak.
Pertemanan Na Willa dengan Farida menjadi contoh kerukunan di tengah perbedaan keyakinan. Meskipun memiliki kepercayaan yang berbeda, mereka tetap menjaga hubungan baik dan berbagi kegembiraan, seperti saat menghias pohon Natal bersama.
Dalam kisah Warno, Na Willa dihukum karena memukul Warno yang cacat. Meskipun merasa dianiaya dengan sebutan 'Asu cino', Na Willa mendapat pelajaran bahwa menyakiti orang cacat juga merupakan tindakan yang salah.
Perbedaan pandangan antara anak dan orang dewasa terkadang menciptakan konflik moral yang menarik.
Novel ini juga mengkritik dunia pendidikan melalui cerita tentang Bu Tini dan teman-temannya yang menertawakan nama Na Willa. Kejadian seperti ini memberikan gambaran bahwa tidak semua pendidik memahami atau mendukung keunikan setiap anak.
Beberapa pendidik, seperti Bu Tini, bahkan dapat bersikap keras dan tidak empati terhadap siswanya.
Secara keseluruhan, buku ini berhasil menyampaikan gagasan penulis dan dapat dinikmati oleh pembaca dari segala usia. Rekomendasi diberikan bagi kamu yang mencari bacaan ringan dan menghibur, namun tetap mengandung refleksi terhadap realitas sosial.