Review Film Dune Part Two, Sajian Epik Dengan Visual Spektakuler

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Review Film Dune Part Two, Sajian Epik Dengan Visual Spektakuler
Foto Film Dune Part Two (IMDb)

"Dune: Part Two" rilis jauh lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Sejak 28 Februari telah menghiasi bioskop-bioskop Indonesia, dan dengan percaya diri mengangkat kisah epik Paul Atreides yang bertransisi dari seorang bangsawan menjadi pemberontak sekaligus pejuang. Sutradara Denis Villeneuve, setelah mengadaptasi sukses "Dune" pada tahun 2021, kini memperluas dan menjauhkan diri lebih jauh dalam sekuelnya. Film ini nggak hanya mempersembahkan pertunjukan visual yang mengagumkan, tetapi juga membawa penonton ke dunia fiksi yang menggabungkan hal-hal yang ‘phantasmagoric’.

Sekuel ini membawa kembali wajah-wajah akrab seperti Josh Brolin sebagai loyalis Atreides Gurney Halleck dan Stellan Skarsgard sebagai Baron Harkonnen yang monstru. Sementara itu, Austin Butler menonjol sebagai Feyd-Rautha, keponakan yang menakutkan dan aneh. Dengan ciri khasnya yang nggak dikenali dan sepenuhnya menjijikkan, Butler berhasil menciptakan karakter yang membuat penonton bertanya-tanya.

"Dune: Part Two" melanjutkan kisah Paul Atreides yang menjadi pemberontak dan pejuang. Setelah tragedi di bagian pertama, Paul dan Lady Jessica bersekutu dengan Fremen, penduduk asli Arrakis. Dalam sekuel ini, mereka berhadapan dengan tantangan dan kompleksitas baru, termasuk keyakinan Fremen tentang seorang mesias. 

Ulasan:

Villeneuve secara efektif membagi novel epik Frank Herbert menjadi dua bagian, dan "Part Two" berlanjut dengan berani meneruskan kisah dengan pemandangan yang bersifat fantastis. Timothee Chalamet, sebagai Paul Atreides yang berambut keriting, mengemudikan cacing pasir raksasa melintasi padang pasir seperti seorang auriga, dan hal ini menciptakan pertunjukan visual yang spektakuler. Seni dari spektakel sinematik hidup dan bikin takjub dalam "Dune: Part Two" dan hal ini sungguh menghibur.

Nggak seperti beberapa adaptasi yang terlalu patuh pada materi sumber, Villeneuve menunjukkan pendekatan fleksibelnya. Dia nggak ragu-ragu untuk mengambil kebebasan kreatif dengan elemen-elemen dari buku Herbert yang monumental. Meskipun beberapa penggemar mungkin merasa kehilangan elemen tertentu, pendekatan ini memungkinkan "Dune Part Two" menjadi bisa dikatakan cukup berbeda dari yang pertama. 

Film ini nggak hanya sekadar pertunjukan visual dan aksi, tetapi juga menyampaikan narasi yang mengalir secara mulus. Dalam membawa cerita ke layar lebar, Villeneuve dan penulis Jon Spaihts berhasil mempertahankan keluwesan dan kejelasan dalam pengembangan plot. Di film ini, misteriusnya sororitas keagamaan, semakin menonjol lebih dalam. 

"Dune" pada dasarnya adalah cerita perang, dan "Dune Part Two" nggak perlu menunggu waktu lama untuk melihat tubuh-tubuh berjatuhan. Adegan pembuka yang cepat, memperkenalkan pasukan Harkonnen yang dipimpin oleh Beast Rabban, mampu menyajikan pertempuran yang menegangkan di padang pasir. Villeneuve berhasil memainkan kejutan dengan cemerlang, menggunakan kontras antara terang dan gelap, untuk menciptakan ketegangan yang menarik.

Bagiku "Dune: Part Two" bukan hanya sekuel yang memperluas warisan "Dune". Ini juga menciptakan dunia yang terasa dekat dengan kekejaman, keserakahan, perpecahan sektarian, dan permainan kekuasaan di dunia nyata kita. Villeneuve dan timnya berhasil merangkai kisah ini dengan cerdas, menjadikan "Dune Part Two" sebagai petualangan epik yang nggak hanya memuaskan penggemar, tetapi juga memuaskan diriku. Skor dariku: 9,5/10.

Selamat menonton!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak