"Ex Machina" yang disutradarai oleh Alex Garland, merupakan film fiksi ilmiah yang rilis pertama kali pada Januari 2015 di Britania Raya, dan menyusul tayang secara bertahap pada April 2015.
Film "Ex Machina" besutan studio A24 dibintangi oleh Domhnall Gleeson sebagai Caleb Smith, Alicia Vikander sebagai Ava, dan Oscar Isaac sebagai Nathan Bateman.
Ceritanya mengikuti seorang programmer muda bernama Caleb Smith yang dipilih untuk mengunjungi bosnya, ‘sosok jenius dalam teknologi’ bernama Nathan Bateman di rumah mewah yang terpencil.
Setibanya di sana, Caleb diperkenalkan dengan proyek rahasia Nathan: penciptaan kecerdasan buatan yang luar biasa dalam bentuk robot humanoid bernama Ava. Nathan meminta Caleb untuk melakukan uji coba ‘turing’ pada Ava, yaitu sebuah tes untuk mengukur kemampuan ‘kecerdasan buatan’.
Namun, seiring waktu, Caleb mulai merasa terhubung secara emosional dengan Ava dan semakin curiga terhadap motif dan perilaku Nathan. Di tengah pergolakan moral dan kebingungan, Caleb mencoba untuk memahami siapa sebenarnya Ava dan apakah Ava memiliki kesadaran dan perasaan seperti manusia.
Sementara itu, Ava juga memulai perjalanan emosionalnya sendiri, menggunakan kecerdasannya untuk mencari kebebasan dari kontrol Nathan dan mengejar impiannya untuk menjadi manusia sejati.
Ulasan
Di tengah lanskap yang terus berkembang dalam dunia teknologi, "Ex Machina" muncul sebagai refleksi yang mendalam dan relevan tentang peran kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan manusia saat ini.
Dalam cerita ini, kita disuguhkan dengan visi masa depan di mana teknologi telah mencapai tingkat kemajuan yang luar biasa, diwujudkan dalam bentuk robot humanoid yang hampir nggak dapat dibedakan dari manusia (mengacu pada ending terkait transformasi Ava).
Salah satu momen penting dalam film ini adalah saat karakter utama mengeksplorasi "otak" robot Ava. Otak ini, meskipun nggak memiliki nama khusus, menjadi representasi dari kekuatan pemrosesan data dan kecerdasan komputasi yang dimiliki oleh AI tersebut.
Dengan kemampuannya yang luar biasa dalam mengumpulkan, memproses, dan merespons informasi, otak Ava mencerminkan ambisi manusia untuk menciptakan teknologi yang mampu bersaing atau bahkan melampaui kecerdasan manusia.
Namun, di balik keajaiban teknologi yang ditampilkan dalam film ini, muncul pula pertanyaan-pertanyaan penting tentang etika, kepercayaan, dan identitas.
Apakah kita seharusnya mempercayai entitas buatan manusia seperti Ava? Apakah mereka memiliki hak dan perasaan yang layak diakui kayak manusia? Dan sejauh mana kita sebagai manusia seharusnya bergantung pada teknologi dalam kehidupan sehari-hari? Dan pertanyaan-pertanyaan itu menjadi sebuah perenungan buat yang sudah pada nonton.
Dari segi teknis, "Ex Machina" memikat dengan visual oke disertai dialog yang tajam. Penggunaan efek visual untuk menciptakan karakter robot humanoid untuk ekspresi wajah dan gerakan tubuh, terlihat sangat realistis. Ya, desain produksi yang futuristik juga berhasil mengangkat suasana film ke tingkat yang lebih tinggi.
Para pemeran dalam "Ex Machina" juga memberikan penampilan yang luar biasa. Domhnall Gleeson membawakan peran Caleb dengan sangat baik, menunjukkan keteguhan dan kebingungan karakternya saat dia terjebak dalam tes kecerdasan buatan yang semakin rumit.
Alicia Vikander mengesankan sebagai Ava, memberikan karakter robot yang kompleks dan misterius. Oscar Isaac juga memainkan peran yang kuat sebagai Nathan, sosok dengan motivasi yang rumit dan gelap.
Sayangnya, plotnya lambat di beberapa bagian, dan ada beberapa adegan yang terasa terlalu panjang. Oh, iya, ada ketelanjangan yang tampil cukup lama, jadi bijaklah menonton.
Jadi, "Ex Machina" menurutku nggak hanya menghadirkan tantangan moral dan filosofis, tetapi juga menggambarkan potensi ancaman dan manfaat yang dimiliki oleh teknologi AI. Skor dariku: 8,5/10. Kamu baru tahu film ini? Coba, deh, ditonton.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS